Asa yang Tetap Sama

15 1 0
                                    


Perkuliahan baru saja selesai, satu persatu teman-teman keluar dari ruang perkuliahan. Aku melihat ke arah bangku Bang Daru, dia masih duduk di sana. Kenapa mataku masih saja menuju padamu... Hatiku sakit dengan semua yang telah terjadi, pandanganku tentangmu salah. Aku pikir Kamu seorang pelindung, seperti Kamu melindungi orang-orang yang mengalami pembullyan. Tapi..., kini aku tau kalau Kamu tidak beda jauh dengan mereka yang Kamu benci... Kamu sama dengan mereka, tidak menghargai perasaan orang lain. Kamu sudah menginjak-injak perasaanku.., mempermainkanku... Mataku terasa kabur, tidak... Jangan menangis lagi Pijar... Aku menaikkan wajahku menatap langit-langit ruang kuliah, menahan air mataku yang hampir keluar. Aku menarik nafasku kuat... Sakit sekali rasanya dikecewakan oleh orang yang sangat kucintai... Aku menutup mataku dan menurunkan wajahku. Kubuka mataku perlahan dan tentu saja mata ini masih melihat ke sana... Tapi... Bang Daru sudah tidak ada lagi di bangkunya. Aku melihat sekeliling ruangan, hanya ada aku sendiri... Aku mendesah pelan, lalu bangkit dari dudukku dan berjalan ke luar ruangan.

Aku berjalan gontai di koridor kampus, sulit sekali melepaskan apa yang sudah bertahun-tahun kupegang erat... Kali ini aku yang merelakannya pergi, bukan dia yang meninggalkanku. Merelakan??? Benarkah??? Kenapa aku masih menyimpannya di hatiku? Aku melihat ke depanku, aku melihat Bang Daru sedang bicara dengan Kak Wastika. Kakiku berhenti melangkah, jarak aku dan mereka cukup jauh. Kenapa hatiku masih sakit melihat pemandangan ini? Kenapa rasanya ingin berlari mendekati Bang Daru dan memeluknya? Kenapa... Kenapa Kamu sulit untuk kugapai...

Bang.., bagaimana caranya aku bisa benar-benar merelakanmu? Melihatmu dari jauh seperti ini membuatku semakin merindukanmu... Aku ingin duduk di sisimu meski kita hanya diam. Aku ingin mendengar suaramu memanggilku... Ahhh Pijar, cukup... Aku berbalik dan menarik nafasku panjang lalu melangkah ke arah yang berbeda... Aku nggak boleh membiarkan hatiku membodohi diriku lagi...

                                                                                    *****

Aku menatap ke depanku, kendaraan berlalu lalang di hadapanku, Navya di sampingku menepuk tanganku lembut. Aku menoleh padanya, dia menatapku sedih. Kami sedang duduk di halte bus.

"Kamu jangan gini dong, Pij." ucapnya pelan. Aku mencoba tersenyum.

"Kenapa?" ucapku mencoba bersikap biasa.

"Nggak usah pura-pura, aku tau Kamu masih sangat sedih." ucap Navya, aku menunduk.

"Kamu berusaha tertawa di depan kami, tapi aku tau Kamu masih sangat terluka. Bang Daru sudah mengkhianatimu... Kenapa Kamu masih menyimpan dia di hatimu..." ucap Navya lagi. Aku tetap diam. Aku sudah cerita ke Navya tentang semuanya. Navya sangat marah.

"Sesakit ini rasanya." ucapku pelan, Navya merangkul bahuku.

"Terlalu dalam Kamu mencintainya, membuatmu sangat rentan terluka dalam." ucap Navya.

"Cinta pertama tak semanis kisahnya. Semua orang mengelu-elukan cinta pertama tapi sebenarnya cinta pertamalah yang paling bisa menyakitimu begitu dalam." ucap Navya... Aku mengangguk... Cinta pertamaku sudah banyak menghabiskan energiku...

                                                                            *****

Waktu berlalu namun perasaanku tak bisa berlalu. Teman-teman terus saja mencoba menghiburku tapi aku tetap merasakan ada yang kosong di hatiku. Aku tetap kehilangan semangat. Dewa juga sering mengunjungiku, menemaniku. Maaf teman-teman, aku belum bisa melepaskan perasaan ini meski dia telah menyakitiku. Aku tak berdaya... Hatiku begitu susah untuk ku kendalikan.

Aku keluar dari perpustakaan tepat pada saat Bang Daru masuk ke perpustakaan. Sesaat mata kamu bertemu deg.., jantungku berdetak keras. Aku mengalihkan mataku dan berpura-pura melihat buku di tanganku. Masih saja hatiku tak bisa biasa ketika bertemu dengannya. Aku mempercepat langkahku menjauhi perpustakaan. Pertemua-pertemuan dengan Bang Daru memang tak bisa kuhindari karena kami juga satu jurusan dan juga satu ruang kuliah. Aku berharap hatiku akan segera mengatasi semua ini, supaya aku bisa biasa aja di depannya.

                                                                         *****

Bersambung...

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang