Walaupun banyak yang tidak menyukainya, membully-nya, menyakitinya. Bahkan ada yang dengan tidak punya hatinya terang-terangan meludah dihadapan-nya bagaikan dirinya adalah seekor hewan yang kotor.
Ayyara tidak pernah menyerah sedetikpun, terlebih dalam hal prestasi dan belajar. Dia terus tegar menghadapi setiap cacian dalam hidupnya. Dia terus berusaha dan tidak memperdulikan hinaan mereka yang hanya akan membuatnya semakin terpuruk.
Ayyara yakin dia adalah gadis kuat. Dia yakin suatu saat mereka pasti sadar dengan perbuatan-perbuatan mereka yang salah.
Semua perbuatan buruk yang mereka lakukan suatu saat akan ada kesadaran juga.Kini gadis dengan tubuh ringkihnya itu menekan tombol kursi rodanya memasuki rumah megahnya, tangan kirinya dia gunakan untuk menenteng sebuah piala berukuran besar.
Piala yang pagi ini dia dapatkan berkat hasil memenangkan lomba cerdas cermat antar sekolah.
Ayyara sering mendapatkan piala, bahkan koleksi pialanya sudah sangat banyak di dalam lemari kaca yang berada di ruang tengah rumahnya.
Piala yang selalu diakui sebagai hasil dari kerja keras Gesi. Ima akan mengatakan kepada teman-temannya dan ke seluruh dunia kalau Gesi lah yang sering memenangkan lomba dan berbagai prestasi lainnya. Bukan Ayyara.
Ayyara, gadis itu sangat senang hari ini. Karena piala kali ini sungguh lebih besar dari detetan piala yang pernah dia dapatkan. Jelas saja, lomba tersebut di adakan antar lima sekolah. Dan siapa sangka Ayyara lah yang memenangkan juara pertamanya. Dia menjawab pertanyaan demi pertanyaan tanpa ada kesalahan sedikitpun. Ayyara tidak memberikan celah untuk lawannya menjawab.
Ayyara senang, pasti bundanya juga ikut senang kan melihat piala sebesar ini yang berhasil dia dapatkan.
Jika saja Ayyara tidak bisu, pasti sejak tadi dirinya sudah berteriak "Bunda! Ayyara dapat juara satu!" Sembari berjoged-joged senang. Jika saja itu benar, sungguh, Ayyara adalah gadis yang paling bahagia dimuka bumi ini.
Ayyara menyusuri setiap ruangan namun tak juga menemukan Ima. Ia lantas mendorongnya menuju dapur, dan benar saja Ima ada disana.
Asisten rumah tangga sedang cuti, jadi Ima sendirilah yang turun tangan ke dapur untuk menangani semuanya.
Sebelum Ayyara mendatangi Ima, gadis itu lebih dahulu menulis di buku catatan-nya itu dengan perasaan yang sungguh membuatnya senang.
"Bunda, Ayyara dapat juara pertama lomba cerdas cermat antar lima sekolah."
Ayyara menulisnya sembari terus merekahkan senyumnya, dia benar-benar menantikan reaksi Ima yang pasti akan senang. Ima pasti akan memujinya.
Ketika dia mengarahkan kursi rodanya itu hendak mendekati Ima, tak sengaja rodanya menyenggol meja yang diatasnya terpajang vas bunga mewah berwarna biru muda.
Menjadikan vas itu jatuh dengan suara yang mengejutkan dirinya dan Ima secara bersamaan. Suaranya menggema ke seluruh sudut ruangan rumah megah itu.
Gadis itu terkejut bukan main, dia langsung memandang vas bunga yang tak sengaja dia jatuhkan disampingnya. Seketika panas dingin menyerbu tubuh Ayyara, jantungnya sungguh serasa ingin meloncat keluar saat itu juga.
Vas bunga yang telah dia jatuhkan adalah ... vas bunga mahal yang amat sangat disukai bundanya. Vas bunga kesayangan Bundanya.
"AYYARA!" teriak Ima yang menghampiri dari arah dapur, matanya membulat sempurna melihat vas kesayangan-nya itu pecah tak berbentuk ke lantai. Dan pelakunya bukan lain adalah anak yang sangat dia benci.
"Mati kamu Ayy, dasar ceroboh, Ayyara ceroboh. Bunda maafin Ayyara." Ucap gadis itu dalam hatinya sembari menelan ludahnya susah payah.
Ima benar-benar merasakan emosi yang amat sangat luar biasa dalam dirinya. Dasar Ayyara, gadis itu telah menghancurkan vas bunga mahal yang dia beli dari luar negeri. Itu adalah vas bunga kenang-kenangan saat dia berlibur bersama teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYYARA [Revisi]
Teen Fiction"Aku bisu." "Aku tidak bisa berjalan." "Ayahku telah meninggal dan aku dianggap pembunuh oleh keluargaku sendiri." "Ibuku tak pernah menyayangiku, dia hanya menyayangi adik-ku." "Hingga aku dipertemukan dengan tiga lelaki yang membuat perasaanku men...