Enggak tahu kenapa, semenjak Bulan merawat Bintang saat itu, pemuda bernama lengkap Bintang Gayfano al-Azhar itu jadi jarang mengusili nya.
Status tanpa persetujuan menjadi babu yang ditanamkan oleh Bintang membuat niat Bulan yang gregetan ingin membuang laki-laki itu ke sungai Amazon semakin besar. Setidaknya, jika Bulan mendapat dosa karena membuang lelaki itu, Bulan juga bisa mendapatkan pahala karena memberi makan buaya-buaya di sana dengan gratis.
"Lan, bukain!" perintah Bintang menunjuk botol air mineral miliknya yang baru saja dibelikan oleh Bulan.
Bulan menghela napas, ia mengangguk terpaksa menuruti perintah majikan dadakannya ini. "Nih," ujarnya memberikan.
Bintang menerimanya. Namun saat ia mendongak untuk meneguk air, tangan Bulan lebih dulu menariknya hingga ia terduduk di sebelah gadis itu.
"Tau etika minum?"
"Tau lah!"
"Ya udah."
Bintang melengos. Ia meneguk air mineral itu hingga tersisa setengah botol. Lalu memberikannya kepada Bulan untuk ditutup dan disimpan kembali.
Bulan menutup botol itu, dan meletakkannya di antara tubuhnya dan Bintang. "Harga bola basket berapa, sih? Biar gue ganti," ujar Bulan. Ia berucap seperti itu tidak tanpa alasan. Dirinya capek jika harus menuruti orang di sampingnya ini. Mending jadi majikan yang sopan, lihat saja tadi, botol minum saja minta dibukakan! Manja!
"Tergantung."
"Tergantung gimana?"
"Ya tergantung. Ada yang harganya murah, paling gak sampai lima ratus ribu. Ada juga yang mahal. Dan bola yang lo tusuk... bola punya gue... harganya mahal!"
"Seberapa mahal? Gue ganti, Tang. Capek jadi budak lo terus." Bulan menampilkan wajah garangnya.
"Bola itu gak bisa diganti pakai duit."
"Gak usah bertele-tele! Tinggal sebut nominal."
"Gak ada nominalnya, Lan."
Bulan menoleh, menatap datar cowok tengil itu. Ia capek... benar-benar capek. "Berapa?" tanyanya dengan nada melembut. Mencoba mencari cara agar Bintang to the point. Lebih baik uang jajannya terpotong daripada harus melayani Bintang yang bikin pusing kepala sampai nyeri perut ini.
"Gantinya gue mau lo jadi pacar gue."
"HAH?!"
Kaget gak? Kaget gak? Kaget lah... masa enggak.
Ekspresi kaget tak dapat Bulan sembunyikan lagi. Seharusnya ia kan menanggapinya dengan santai bukan? Mengingat ungkapan ajakan seperti itu sudah Bulan dengar sebelum-sebelumnya. Namun kali ini, Bulan merasa berbeda. Mendengar nada serius dari cowok itu membuat jantung Bulan berpacu lebih cepat. Apalagi disaat ia menatap wajah lelaki itu, tak ada wajah tengil maupun gurauan yang biasanya cowok itu tampilkan. Melainkan wajah serius yang membuat siapapun berdebar.
"Gimana?" ujar Bintang meminta jawaban.
Bulan terdiam. Memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang membuatnya jauh lebih deg-degan dari kuis dadakan.
"E-em... p-pacaran gak sebercanda itu," ucap Bulan gugup.
Bintang menoleh. Ia menaikan sebelah alisnya lalu berujar, "Kalau gue jawab gue gak bercanda. Gimana?"
Bulan menolehkan kepalanya ke arah lain. Menghindari tatapan cowok yang sayangnya sangat tampan itu. Ia lebih mengamati sederet semut-semut yang tengah berjalan ke atas pot di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patrick and Sabit
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca] "Fiks, no debat. Lo pacar gue, Bulan Anastasia." "Heh, ngaco ya lo!!!" Bulan Anastasia, gadis cantik yang selama 10 tahun terakhir ini menyibukkan diri untuk mencari sahabat kecilnya. Hingga tak sadar jika sifatnya b...