Krik.. Krik.. Krik..
Bunyi khas kipas angin gantung berusia sepuluh tahun itu seperti musik latar yang memecahkan suasana. Gerakannya yang pelan tidak cukup berguna untuk mengusir hawa panas khas khatulistiwa. Mau bagaimana lagi? Jika dipaksa bergerak lebih cepat takutnya baling-baling berdebunya lepas dari engsel dan memakan korban siapapun yang sedang sial berdiri di bawah.
Korban seperti Hana, wanita muda yang sedang teliti memeriksa keadaan Bayu, bocah cilik yang tengah terkapar sakit di ruang kerjanya. Mata Bayu sayu dan bibirnya sedikit pucat. Bayu mengeluh demam ketika dibawa oleh ibunya, Bu Ayu ke klinik Lestari.
"Beneran loh mbak! Tinggi-tinggi gitu, putih, rambut panjang. Saya lihat di jendela lantai dua. " cerita Bu Ayu dengan semangat.
Siang ini Bu Ayu sudah heboh bercerita tentang rumah hantu tepi pantai yang sedang banyak dibicarakan tetangga. Sebuah rumah megah dua lantai dikelilingi pagar yang tinggi sehingga tidak terlihat dari jalan, tapi dari pantai masih bisa sedikit terlihat lantai dua yang dikelilingi banyak kaca jendela. Dari jendela ini lah Bu Ayu bercerita bahwa dia telah melihat sebuah penampakan astral yang ia tuduh sebagai penyebab demamnya putranya.
"Iya ya Bu? " tanya Hana sambil memeriksa detak jantung Bayu dengan stetoskopnya. Diambilnya termometer lalu di kepitnya ke ketiak Bayu.
"Iya, saya yakin gendoruwo, Bayu tatap-tatapan sama gendoruwo terus jadi keteguran. "
Beep.. Beep
38 derajat. Demam tapi masih bisa diturunkan, pikir Hana. Hana berjalan ke meja kerjanya sambil menulis resep.
Usai menulis resep Hana lalu berjalan ke arah Bayu, ia menunduk dan mensejajarkan wajahnya dengan wajah Bayu yang terkulai lemas.
"Bayu ngapain aja semalam di pantai?" tanya Hana ceria, senyumnya lepas, matanya menyipit layaknya bulan sabit.
"Main, " jawab Bayu dengan suara lemah.
"Dari jam berapa sampai jam berapa?"
"jam 3 sampai jam 6" .
"Terus ngapain lagi? "
" minum air kelapa. "
"Pakai es? "
"Iya. "
"Udah makan sebelum main? "
Bayu terdiam. Diamnya Bayu sudah merupakan jawaban bagi Hana dan Bu Ayu. Lantas Bu Ayu menoyor pipi Bayu geram. "Katanya udah makan? " tanya Bu Ayu.
"Kan lama kalau makan dulu Ma. " jawab Bayu jujur.
"Rasain tuh demamnya. " balas Bu Ayu sambil berjalan ke arah Hana yang sedang menulis resep.
"Mbak Hana hati-hati juga kalau lewat rumah itu ya, jangan sampai mbak Hana keteguran kayak Bayu. " ujar Bu Ayu dengan nada khawatir.
Hana tertawa dalam hati. Ia tidak menyangka Bu Ayu masih percaya bahwa penyebab sakit anaknya adalah karena makhluk astral tak kasat mata.
"Tenang Bu, saya punya jimat dari ibu saya. Malah mereka yang takut sama saya" balas Hana. Maksud Hana sebagai jimat adalah sprey bubuk cabe yang selalu ada di kantong belakang jeans nya.
"Lagian kenapa seminggu ini baru sering ada penampakan gitu ya. Dulu rumah itu memang angker tapi makhluk disitu tidak pernah menampakkan diri pada orang lain, tapi sekarang udah banyak yang lihat." tanya Bu Ayu keheranan.
Hana hanya bisa geleng kepala dalam hati, kalau tidak pernah ada penampakan kenapa bisa dibilang angker? "Introvert kali hantunya Bu." balas Hana dengan nada bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulau Jalan
FanficPulau Jalan. Sebuah pulau di kepulauan seribu. Populasi 5648 orang. Hanya berjarak 1 jam dengan kapal untuk sampai Jakarta. Ada 5 minimarket, 1 pelabuhan, 7 klinik, dan yang lebih penting alam yang sangat indah. Semua orang mengenal satu sama l...