Mr. Perfectly Fine (12) - Mr. Will You Marry Me?

1.6K 77 2
                                    

Apa semua sudah jelas?

***

"Nastya?"

Ini adalah perjalanan pulangku dari berlibur tiba-tiba kami. Sudah beberapa kali Bena memanggilku, tapi tidak kuhiraukan. Aku masih kesal padanya, tuan muda satu itu memang sangat keras kepala, dia tipe orang yang tidak mudah percaya, seperti padaku kemarin.

Demi memendam amarahku, tentu saja harus kutahan emosi ini. Ingin rasanya menampar Bena, tapi apalah daya jika dia hanya korban prinsipnya sendiri disini.

Setelah ditelaah lebih jauh, Bena tipikal orang yang mengagung-agungkan prinsipnya, jika hal yang kulakukan—seperti kemarin tidak sesuai dengan prinsipnya, dia takkan percaya.

"Diamlah, aku mau sampai Jakarta dengan aman." kataku.

"Aku sungguh minta maaf, semua ini salahku."

Kulihat tangannya mengencang pada setir kemudi. Aku diam membiarkan. Jika dipikir-pikir kembali Bena bukanlah orang yang tempramental ataupun memiliki berbagai emosi yang bisa dia keluarkan, jika akhirnya ia menyalurkan emosi, bisa dipastikan bahwa dia memang sudah ada diambang keterbatasannya.

"Setelah tiba di Jakarta nanti, lupakan semua yang terjadi di villa kemarin, dan jangan katakan pada mama tentang kejadian tenggelamku kemarin, aku nggak mau mama khawatir."

Sesampainya kami di Jakarta, tanpa mengucapkan sepatah katapun aku keluar dari mobil, dan masuk ke dalam rumah. Setelah sampai di kamar, kulihat kembali jendela dan memperhatikan mobil biru milik Bena yang masih terparkir di tempatnya.

"Ck dia belum pulang juga!"

Ingin rasanya ku usir dari pekarangan rumah, tapi apalah daya, dalam prinsipku, tidak baik berperilaku tidak sopan seperti itu.

Tak lama, dua anak manusia berjalan mendatangi mobil, mama dan sang empu mobil! Ternyata mama sendiri yang mengajak Bena untuk mampir ke dalam rumah.

"Si mama lama-lama kok keganjenan sih! Udah tau si Bena itu keliatan banget ada something, eh si mama nya juga nyosor!"

Aku tentu saja marah, mama dan papa belum ada kata cerai—menurut pengadilan, tidak etis rasanya jika mama kembali menjalin hubungan dengan pria lain.

Keesokkan harinya semua kembali normal, aku kembali bekerja seperti biasa. Bedanya, hari ini Bena tidak menjemput seperti biasanya, mama pun dengan cengiran pagi memintaku untuk tidak pulang terlambat hari ini. Karena pagi ini mood ku sudah ancur, ku hiraukan saja kecurigaan pada cengiran mama lalu berangkat seperti biasa.

Di kantor semua berjalan sedikit kacau. Mood Ku yang hancur, pekerjaanku hampir kecolongan oleh rivalku—Claudia, ditambah alasan sakitku untuk berlibur kemarin hampir saja terbongkar.

"Nastya... kemarin gue liat ada orang mirip lo di ig story temen dokter gue—Indra, sempet gue screenshot juga, nih ini beneran lo kan?" Claudia memperlihatkan handphone nya, dan memperlihatkan fotoku yang tengah bersantai dengan segelas jus di tangan sedang bersandar santai di kursi yang sama dengan hari kejadian tenggelamnya aku.

Skakmat! Aku tidak mungkin berbohong, berbohong sama saja melanggar kamus hidup makmur didunia fana ini. Tubuhku gemetar, dan aku menyesali mengapa didunia ini ada sebuah kata 'kebetulan'. Sungguh kata kebetulan itu menjadi malapetaka untukku.

Harusnya kuperingatkan saat itu bahwa tidak boleh ada yang merekam—ke arahku dalam hal apapun. Mungkin Indra pun tidak sengaja melakukannya, di dalam video terlihat sekali bahwa pria tersebut sedang menyombongkan bagaimana keadaan villa kami kemarin di pagi hari, tidak mungkin dia dengan sengaja ingin menjebakku bukan?

Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang