Mr. Perfectly Fine (13) - Mr. We Have to Clear This Situation

1.6K 68 0
                                    

"Dan Nastya... kamu harus menikah denganku."

***

"Apa?" tanyaku tergugu. Antara shock dan tidak percaya.

Bena... melamarku?

Bena masih diam menunggu jawabanku. Dia terlihat santai, tidak seperti seseorang yang tengah gugup karena sedang melamar. Tuan muda yang satu itu emang beda dari pria lain.

Apa dia... apa dia serius?

Jantungku berdetak kencang, Kenapa? Tentu saja karena aku sedang dilamar, tidak mungkin aku terlihat tenang!

"Nak Bena? Beneran nak Bena mau melamar Nastya?"

"Saya benar-benar serius dengan ucapan saya tadi Anggita. Suami an—"

Alisku terangkat dengan jelas ketika Bena mengucapkan papa sebagai alasan atas lamarannya. Apa aku tidak salah dengar? Pria satu itu bawa nama papa untuk alasan meminangku?!

Segalanya terasa blur, apa yang dibicarakan Bena tidak lagi terdengar jelas olehku. Apa aku sedang dilamar karena hutang budinya pada papa?

Kenapa Bena... setega itu?

"Nggak, aku nggak mau nerima lamaran kamu." ucapku mengagetkan Bena dan mama yang tengah diskusi mengenai rencana mereka terhadap masa depanku.

Tentu di masa depan aku ingin menikah, tidak dengan alasan papa ataupun karena alasan keadaan. Aku ingin segalanya berjalan karena memang haruslah seperti itu, saling mencintai, dan saling ingin memiliki, bukan dikarenakan orang ketiga ataupun keadaan yang memaksa. Jika pernikahan kami saja didasari sebuah alasan, bagaimana pondasi itu akan tetap kokoh?

Mereka berdua terlihat sangat terkejut dengan ucapanku, dan aku sendiri sungguh-sungguh dengan ucapanku, aku tidak bisa menerima Bena dari berbagai hal.

Tujuan dan keseriusan—yang seharusnya menjadi tiang ...tidak terlihat olehku, Bena seperti main-main disini, menurutku dia hanya terbawa suasana atas hutang budinya pada papa sehingga menganggap perintah papa itu sebagai keharusannya untuk meminangku.

Kubaca kembali file yang berisi kesepakatan mereka berdua, dan tidak ada kata-kata 'harus menikahiku', disini hanya tertera bahwa Bena harus menjagaku dan mama saja, hanya itu.

"Kenapa Nas?" tanya mama. Kami semua terdiam sesaat setelah penolakan ku, dan mama adalah orang pertama yang memecahkan keheningan itu.

Kulihat Bena hanya terdiam dan aku tidak ingin berspekulasi apapun terhadap ekspresinya saat ini, itu urusannya.

"Nastya ke kamar dulu ya ma, permisi." ucapku dingin.

Di kamar aku hanya bisa termenung dengan tubuh kedinginan. Setelah kehujanan di jalan tadi, hanya handuk yang tersampir di bahu saja yang menjadi penghangat.

Hujan semakin lebat, aku tidak tahu apa yang sedang dibicarakan mama dengan Bena, permintaan maaf kah? Atau hanya perasaan canggung mama karena anaknya sudah menolak permintaan baik Bena?

Aku tau tidak seharusnya aku meninggalkan mama dengan Bena begitu saja, rasanya pasti ingin mati berada di posisi mereka berdua. Bena dengan rasa malu karena ditolak dan mama dengan posisi canggungnya.

Suara deru mobil terdengar, cepat-cepat kulihat ke arah jendela dan melihat mobil biru itu pergi meninggalkan pekarangan rumah.

Mataku bertabrakan dengan Bena, pria itu menghentikan mobilnya dan melihat kearah jendela kamarku, kami berpandangan seperti sedang berbicara antar mata, tapi sungguh didalam otakku tidak ada satu katapun yang terlintas, kami murni bertatapan saja.

Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang