Mr. Perfectly Fine (24) - Mr. It's Beginning of Nightmare

1.3K 65 0
                                    

Kuharap ini kali terakhir kulihat dunia, berdoa tidak akan ada hari esok yang ada hanya hari dimana aku dan mama... bersama.

***

Hari ini adalah pagi yang cerah juga menyenangkan. Kami bertiga berlibur bersama di sebuah hotel bilangan Jakarta Selatan karena mama mendapatkan kamar untuk menginap semalam di hotel ini.

Teman dekat mama semasa SMA melangsungkan pernikahan yang meriah, maklum saja keluarga mereka termasuk kaya, hanya sedikit terhambat dalam hal jodoh saja. Mama juga mengatakan bahwa orang tua kedua pihak sangat menantikan hari ini, maka tidak aneh jika mereka melakukan pernikahan besar-besaran.

Kami bertiga—aku, mama, dan adik memakai pakaian pesta yang jujur terlihat sangat 'meriah'. Kata Mama, ini adalah hal yang sangat krusial, kami tidak boleh terlihat tidak pantas di acara mewah ini.

Sampai di ballroom hotel, banyak bunga bertebaran, stand makanan yang bermacam-macam, serta kedua mempelai yang tampil sangat menawan di depan sana. Aku memperhatikan kedua mempelai tersebut dan senyum, berharap bisa seperti mereka melakukan pernikahan luar biasa seperti ini, dengan ditemani kedua orang tua yang lengkap di sisi kanan kiri.

"Kak, yukk cari makanan." sebuah tangan menarik gaunku, kulihat adik yang tengah memelas minta ditemani makan.

"Mama mana?" tanyaku.

"Mama sama temen-temennya, kata mama kalo aku mau makan ke kakak aja."

Aku mengiyakan saja.

***

Aku tebangun dengan sakit kepala, kedua tangan terikat, dan cairan infus tertancap begitu jelasnya di tangan. Aku terdiam, pikiranku kosong, hanya dinding putih yang menemaniku di keheningan ini.

Mataku berkeliling melihat siapa yang sedang menemaniku pagi ini, tapi tidak ada, hanya ada aku sendirian. Pagi ini cuaca sangat mendung, dan langitpun terlihat gelap, sepertinya hanya menunggu awan menumpahkan kesedihannya saja untuk turun hujan.

Seorang mengetuk pintu dan tidak lama seorang wanita berbaju putih masuk dengan tangan bergetar juga nampan berisi makanan di tangannya. Wanita itu tidak mengatakan apapun, hanya meletakkan nampan di sisi terjauh dari ranjangku dan pamit tanpa kata-kata.

Itu sedikit... tidak sopan dan tidak profesional.

Tidak ada kicauan burung pagi ini dan langit sendiri sudah mulai mengeluarkan kilat yang menemani pagi hariku yang sudah suram.

Ketukan kedua terdengar, dan masuklah seorang wanita—kali ini ada senyum familiar di wajahnya, yeah setidaknya pagi ini ada satu orang yang tidak membuat hariku semakin suram.

"Hai Nastya, kita ketemu lagi."

Aku hanya melihatnya dan memalingkan muka, menatap rintikan hujan yang sudah berjatuhan. Mungkin... awan sudah tidak kuat menampung banyaknya air yang ia kandung.

"Sepertinya kamu belum makan pagi? Mau saya suapi?"

Wanita itu berbicara, seakan kami adalah teman dekat, aku memang familiar dengan senyumnya, tapi tidak ingat siapa dia.

"Gimana kabar kamu?" wanita itu mendekat, sebuah keranjang buah menjadi pilihanku. Tanpa menjawab aku memalingkan muka, merasa tidak perlu untuk menjawab pertanyaan yang seharusnya bisa terjawab dengan melihat keadaanku yang menyedihkan ini.

"Haha, oke-oke kalau kamu gak mau jawab. Nama say—eh aku Riana Irawan, kita pernah ketemu dulu, mungkin kamu sudah lupa padaku bukan? Sedih sekali... padahal kita teman baik dulu."

Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang