Mr. Perfectly Fine (28) - Mr. It's Time For Me Cursing Your Name

1.3K 70 0
                                    

Yang kuingat hanya kegelapan.

***

Aku terbangun. Tidak ada siapa-siapa disini, hanya ada aku seorang terbujur hampa mencoba berpikir ulang apa yang terjadi dan mengapa aku bisa berada di suasana dan perasaan hampa yang menakutkan ini.

Ketika mengetahui alasan mengapa aku berada disini dan alasan mengapa Mama menangis tadi, aku sudah mengetahuinya dengan jelas, detik itu pula aku merasakan bagaimana rasanya perasaan bersalah, sakit, ketakutan, dan kehilangan menjadi satu bagaikan sebuah harmonisasi lagu kematian yang berdengung-dengung.

I'm lost.

Detik itu, aku mendeklarasikan bahwa semua ini adalah kesalahanku, ini semua terjadi karena kebodohanku. Aku tidak bisa berpikir apapun, yang bisa kupikirkan hanyalah aku, sebagai dalang mengapa adik bisa mati. Hanya itu, beserta perasaan bersalah pada mama dan ketakutan pada pemikiran-pemikiran buruk lainnya.

Pada hari itu juga mama membawaku ke psikiater Dr. Riana Irawan. Disana aku di-threat dengan baik, diberi sebuah pemikiran-pemikiran yang membuatku lupa akan kejadian gelap itu, dan melupakan the beginning of nightmare yang memulai segalanya.

Self Injury(*).

Adalah alasan mengapa dokter Riana mengharuskanku untuk dihilangkan ingatan karena selain mulai menyalahkan diri sendiri, aku juga mulai melukai tubuh karena rasa bersalahku pada adik. Seperti bermain pisau dengan melamun hingga tau-tau mama hampir melihatku menancapkannya ke perut dan karena hal itu lah akhirnya mama menindaklanjuti masalahku dengan serius hingga dokter Riana mendiagnosaku mengidap self injury.

Ternyata penyakitku bisa sampai separah itu.

Dan saat ini aku sadar betul bahwa bukan akulah penyebab kematian adik, tapi orang itu, laki-laki yang berwajah pucat dengan tubuh gemetar yang mengganggu pemikiranku dan juga yang membalikkan fakta agar ia tidak disalahkan.

Bajingan pengecut!

Benar-benar pengecut!

***

"Apa semua sudah jelas?" ucapku menatap tajam mata Bena. Aku tidak memberitahu semua orang yang ada di ruangan ini akan masa lalu kami, cukup jadi konsumsi kami saja karena aku masih punya hati untuk tidak menyebarluaskan masalah kelam ini pada siapapun.

"Nastya aku—"

"Diamlah, semua sudah jelas dan aku ingat bagaimana kejadian menakutkan itu, tidak usah ditambahkan dengan opini-opini pembelaan." ucapku dengan sarkastik.

"Ada apa ini?" Inaya membuka suara.

"Kamu tidak tau apa-apa Inaya, dan kuberitahu untuk tidak ikut campur masalah ini, atau jika kamu memaksa, kamu bisa menanyakannya pada bajingan pengecut itu akan permasalahan kami, well itupun jika dia berani tapi satu tips dariku, jangan pernah ikut campur dalam masalah ini."

Inaya terdiam, wajahnya merah padam. Aku tau sekali bahwa ia sangat ingin ikut campur dalam hal ini tapi aku juga yakin bahwa Bena tidak akan membongkar dan membicarakan aib nya sendiri.

"Nastya?" sebuah suara cicitan terdengar, dokter Riana.

"Oh aku hampir lupa padamu. Hallo dokter? Gimana keadaan dokter? Ternyata apa yang dokter bilang kemarin emang bener, kita adalah teman dekat, bukan begitu dok? Dan yeah maafkan atas pertemuan kali kedua kita, benar-benar tidak menyenangkan bukan?"

"Nastya..." kulihat dokter Riana memberi tatapan bersalahnya padaku. Dokter itu haruslah merasa bersalah karena seharusnya—paling tidak ia membicarakannya denganku disaat aku sudah cukup umur untuk mendengar semua kenyataan—bukan malah diam dan mendekatkanku dengan si Bena yang bajingan pengecut itu.

Mr. Perfectly Fine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang