•) Cafuné : Nightmare

1.6K 138 2
                                    

Dua tahun.

Hanya butuh dua tahun bagi Distrik Shiganshina untuk pulih. Setelah Dinding Maria berhasil direbut, para warganya tak membuang waktu untuk segera pulang—angkat kaki dari Dinding Rose.

Tak terkecuali mereka bertiga. Eren, Mikasa dan Armin. Usai mengurus sisa titan dan penyusup pulau bersama anggota Survey Corps lainnya, mereka juga mengurus rumah masing-masing untuk dibangun kembali. Hasilnya hampir seperti yang lama. Hanya saja sekarang Shiganshina terlihat lebih cerah. Ditambah cekungan besar di pusat distrik, bekas ledakan Titan Colossal Berthold Hoover yang kini menjadi sebuah danau.

Sementara Armin memilih tinggal seorang diri, Eren dan Mikasa tinggal bersama. Tidak ada perdebatan soal ini, apalagi keraguan. Mereka memang sudah tinggal serumah sebelumnya.

Mikasa... Gadis itu mengira dengan merebut kembali rumahnya maka semuanya akan sama seperti dulu. Namun ia salah.

Figur orangtua di rumah itu sudah tiada. Terlalu banyak yang berubah, termasuk Eren sendiri. Bocah itu jadi lebih pendiam. Dia tidak lagi suka berteriak atau mudah kesal seperti dulu. Wajahnya menjadi tanpa ekspresi, kedua alisnya semakin jarang menekuk. Matanya pun kini hampa. Nada suara Eren yang tanpa jiwa juga menyakiti gadis itu.

Mungkin karena sisa ingatan Grisha yang mengganggunya, tapi Mikasa selalu urung bertanya.

Belum lagi soal tugas. Mereka juga harus lebih awas setelah kedatangan para Marleyan, walau mereka hanya sebatas tahanan.

Tidak ada waktu bersama, tidak ada kesempatan untuk bermain seperti dulu.

Jangankan bermain, bicara saja rasanya sangat sulit sekarang.

*****
Itu benar-benar larut malam ketika mereka sampai di rumah, setelah pekerjaan membangun rel. Belum sepenuhnya rampung, tetapi Komandan Hange mengizinkan para kadet 104 pulang dan digantikan yang lain.

Begitu tiba, Mikasa langsung menghampiri kamarnya—gadis itu memang terlihat lelah sepanjang perjalanan tadi. Sedangkan Eren pergi membasuh kakinya. Ia baru kembali lima menit kemudian dan hendak menuju kamarnya, ketika dia mendengar erangan saat melewati kamar Mikasa. Eren ragu-ragu awalnya, tapi akhirnya dia mengetuk pintu kayu di depannya tiga kali dan suara itu berhenti. Penasaran, pemuda itu membuka pintunya, masuk ke sana tanpa meminta izin pemiliknya.

"Mikasa?" Eren menemukan Mikasa duduk di atas kasur, menyembunyikan wajahnya di gumpalan selimut. "Kau baik-baik saja?"

Gadis itu tidak merespons. Eren mendekat dan duduk disampingnya. Ia menarik bahu Mikasa, membuat gadis itu mendongak hanya untuk memperlihatkan mata yang sembab.

Eren berkedip dua kali. "Mimpi buruk?"

Gadis itu menjawab dengan anggukan. "Maaf," gumamnya.

Eren tidak menjawab. Mikasa mengira dia akan pergi—dan memang benar. Namun ia kembali membawa secangkir teh hangat, menawarkannya pada Mikasa. Gadis itu menerimanya dengan tangan terbuka dan berterimakasih. Keduanya diam seiring cairan di tangan Mikasa berkurang. Tetapi gadis itu tak kunjung tenang. Bahunya masih gemetaran, pandangannya kosong.

Eren menyadarinya dan bertanya, "Apa yang kau mimpikan?"

Mikasa menoleh padanya. Wajah gadis itu gelap karena membelakangi sumber cahaya. Ia menunduk lalu memulai, "Malam itu... ayah dan ibu, juga bibi..."

Pupil Eren melebar. Dirinya tentu saja paham. Mereka menyaksikan peristiwa demi peristiwa mengerikan bersama, saat salah satu membicarakannya sepatah kata saja, yang lain akan segera mengerti.

Mikasa masih tertunduk tidak nyaman ketika tangan Eren terulur melewati lehernya, dan menariknya untuk dipeluk. Dia ada di dada Eren sekarang, hingga di titik detak jantungnya bisa terdengar. Secara instan membawa Mikasa ke ingatan tiga tahun lalu. Ketika penjebolan Dinding Trost, Mikasa menemukan Eren muncul dari tengkuk Attack Titan setelah mengira ia sudah gugur.

Gadis itu sudah rileks dan setengah tertidur ketika Eren melepas kuncir rambutnya, membuatnya tergerai melewati bahu. Namun Mikasa masih bisa merasakan sentuhan itu, saat jemari Eren menyisir di sana. Ia dengan cepat kembali ke alam tidur, meninggalkan Eren yang masih terjaga.

Dan cukup Eren saja yang tahu, mereka benar-benar tidur berpelukan hingga esok hari. Ia bangun ketika subuh, melepaskan Mikasa yang masih terlelap di rengkuhannya.

»◇◆◇«

CafunéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang