Di tepi jalan yang sepi tanpa satupun pengendara yang lewat. Ayyara menangis tersedu sendirian disana. Hari sudah gelap, angin yang menyapanya pun sudah terasa dingin di tubuhnya yang masih hanya berbalut seragam SMA.
Dia tidak tau harus meminta tolong kepada siapa. Jika saja dia bisa berbicara, mungkin dia akan berteriak meminta tolong. Ingin menelepon Ima tapi itu tidak mungkin, nomornya diblokir sejak dulu oleh Ima dan Gesi.
Pepohonan besar berjajar rapih di samping jalan itu, membuat suasana malam itu terasa mencekam. Ayyara hanya menangis sembari memeluk kedua lututnya. Dingin, sangat dingin.
Deru motor matic terdengar di telinga gadis itu. Seorang pengendara laki-laki mendekat ke arahnya. Berhenti dihadapannya dan turun.
"Dek, kenapa duduk disini sendirian?" Pria setengah baya itu bertanya sembari berjongkok dihadapan Ayyara. Langit kini terlihat begitu hitam karena bercampur awan mendung.
Ayyara hanya diam dengan bibirnya yang masih tertekuk ke bawah. Lalu tangannya mengeluarkan note kecil dari dalam tas sekolahnya itu dan menulis sesuatu disana.
"Saya ditinggal disini, pak. Saya nggak tau ini dimana." Tulis Ayyara dalam note kecilnya. Pria itu sempat tertegun beberapa saat. Ternyata gadis dihadapannya tidak bisa berbicara. Wajahnya terdapat banyak lebam dan lengannya juga terluka. Kepala gadis itu juga berbalut perban. Disampingnya terdapan kursi roda.
Pria itu merasa kasihan, siapa orang yang dengan tega meninggalkannya disini sendirian."Saya antar kamu pulang ya, kamu tinggal dimana?" Pria itu bertanya lagi. Ayyara berusaha mengingat alamat rumahnya dan menuliskannya kembali.
Pria itu mengangguk membaca alamat yang diberikan Ayyara.
"Saya tau dimana itu, memang lumayan jauh dari sini tapi tidak masalah. Biar saya antar." Katanya membuat Ayyara tersenyum. Cantik, walau tertutup luka.
"Apa tidak merepotkan bapak?"
Pria itu membacanya lagi dan tersenyum. "Tidak, daripada kamu sendirian disini. Ayo."
Ayyara mengangguk, pria dihadapannya membantunya untuk menaiki motor. Kursi rodanya diletakan di depan pria itu. Terlihat kesusahan namun dia tetap mengusahakannya. Ayyara merasa tidak enak dan terharu secara bersamaan. Ternyata masih ada orang sebaik pria ini.
"Siap?" Pria itu bertanya diangguki oleh Ayyara dan senyumannya merekah. Melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Gadis itu menikmati terpaan angin malam yang dingin, dia merasa hangat didekat pria itu. Ayyara tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah, pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini oleh seorang pria. Dan pria yang membantunya ini justru malah orang asing.
Jika saja dirinya bisa berbicara, mungkin dia sekarang sudah menanyakan berbagai pertanyaan pada pria ini. Seperti dimana tempat tinggalnya, apakah dia memiliki anak se usianya atau tidak. Nanti dia akan menanyakannya saat sampai dirumahnya.
Pria itupun hanya diam sepanjang perjalanan, ia pun menghargai Ayyara karena gadis itu tidak bisa berbicara.
Kini keduanya telah sampai dihadapan rumah megah gadis itu. Pria itupun menurunkan kurso roda Ayyara dan membantunya untuk duduk disana.
"Disini kan rumahnya?" Dia bertanya, diangguki oleh Ayyara, tidak lupa dengan senyumannya yang manis.
Gadis itu mengeluarkan kembali note kecil di dalam sakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYYARA [Revisi]
Fiksi Remaja"Aku bisu." "Aku tidak bisa berjalan." "Ayahku telah meninggal dan aku dianggap pembunuh oleh keluargaku sendiri." "Ibuku tak pernah menyayangiku, dia hanya menyayangi adik-ku." "Hingga aku dipertemukan dengan tiga lelaki yang membuat perasaanku men...