1 bulan sebelum kejadian
Awal semester, anak baru? Tidak, Fajri bukan anak baru. SMA, anak osis? Bukan, Fajri bukan osis. Sekolah, anak dari pemilik sekolah or konglomerat? Bukan juga, Fajri dari kalangan orang biasa. Berkecukupan, mungkin itu tepatnya. Anak basket? Famous? Nah kalo ini, Fajri suka basket, gak terlalu famous karna muka Fajri suka datar, dan kalo udah datar gitu mukanya minta di tampol.
Sama kayak temennya, Fiki. Si rambut mangkok. Nah kalo anak osis, baru nih si Fiki, famous sih lumayan, karna pintar, kadang gemoy, karna cakep, karna tinggi. Tapi Fiki males olahraga.
Fajri juga temenan sama si bayi nya anak ips, Zweitson. Zwei, son, soni, terserah deh manggil apa. Yang penting Zwei suka potret, dia ketua dari klub fotograper, biasalah anak estetik:)). Zwei suka basket juga, mukanya cute, penyabar, jarang marah, baik banget, pokoknya the best deh.
"Aji aji aji" biasa, bobroknya udah kumat, Fiki menggoyang goyangkan tubuh Fajri yang sedang men dribbel basketnya "jangan goyang goyang fiki," peringatnya "Mau main juga dong gua."
"Emang bisa? Emang mau? Emang gak main game?" ledek Zweitson, bayi juga nakal teman. Zweitson men shoot basketnya dan mendarat sempurna di dalam ring basket, di susul basket Fajri yang juga masuk kedalam ring. Fiki dengan percaya dirinya mengambil basket dan mendribbel ala ala fiki "liat nih ya?" sekarang giliran Fiki yang melempar basketnya ke dalam ring.
Damn..
"Ha? Eh? Weh? Masuk son!" ucapnya kegirangan, karna basket yang di lemparnya tadi masuk kedalam ring. Fiki bisa olahraga tuh kayak woa, hampir punah. Dan sekarang dengan mulusnya basket tadi masuk kedalam ring.
"Positive thinking aja Fik, mungkin tadi lu lagi beruntung." Kekeh Fajri sambil pergi meninggalkan lapangan basket karena waktu yang menunjukan hampir jam lima sore, dan dia harus segera pulang.
Ditengah perjalanannya menuju gerbang, ada anak gadis yang menghampirinya dengan tergesa gesa "Kak aji, Itu, kak ricky, di keroyok!" katanya terbata bata, Fajri hanya bisa menarik nafas kesal "iya, makasih infonya," dia berjalan malas menuju tempat 'pengkeroyokan'.
Sesampainya dilokasi, keadaan sudah mulai tenang, sudah tidak ada lagi aksi tonjok menonjok. 3 meter dari tempat Fajri berdiri, dia bisa melihat luka luka yang di terima Ricky dengan jelas. Disana ada Fenly, Gilang, dan Farhan yang sedang membantu Ricky.
"Siapa yang menang?" Tanya nya. Seketika orang orang yang ada di situ memperhatikan kedua kakak beradik yang sedang adu pandang, dengan wajah datar Fajri, dan wajah riang Ricky "Udah ringsek juga, masih aja berantem mulu. Sadar diri lah kalo gak bisa berantem gak usah berantem, hidup bukan novel yang selalu baik."
"Aji, abang lu abis dikeroyok, bantu bangunin kek, bantu dia pulang, jangan ngomel ngomel mulu, kayak nenek nenek," celetuk Farhan "Gua gak mau di tanya tanya sama umi tentang masalah dia, lo aja yang anter dia pulang." kata Fajri, setelahnya ia berjalan pulang.
Tak memperdulikan Ricky yang notabene nya sebagai kakak kandung, menurut Fajri itu wajar. Sifat seorang Ricky adalah kebalikan dari sifat Fajri. Fajri wajahnya suka datar, Ricky periang, Fajri gak suka berantem dan Ricky suka berantem, Fajri sehat dan Ricky,
Penyakitan.
"Assalamualaikum umi," sapanya ketika melihat umi sedang duduk duduk santai di depan rumah bersama ibu ibu lainnya "Aji udah pulang?" Kata sang umi sembari menyambut salam anak keduanya "kalo belum pulang, terus ini siapa umi?"
"Aji, Ricky mana? Gak pulang bareng?" Tanya salah satu ibu ibu disana, tepatnya mama dari Fikih Aulia
"Ngga tan, tadi langsung pulang abis main basket." Ujarnya. Tapi emang benar kan? Fajri langsung pulang abis main basket? "Yaudah, Fajri masuk dulu ya mi, tan." Pamitnya dengan sebuah senyuman.
Setelah mendapat balasan, Fajri melangkahkan kakinya kedalam rumah. Menuju kamar tercinta. "Enak ya, Fajri mah bisa main basket. Kalo fiki dirumah bu, kerjaannya teriak teriak mulu."
"Tapi teriak teriaknya kan enak bu, suaranya merdu." Kekeh ibu yang satunya lagi, mama Fina. Fina itu temannya Fajri dan Fiki, satu sekolah juga. Tapi Fina punya temannya sendiri di sekolah, jadi jarang gabung sama Fajri Fiki. Fina anak Voli, tingginya 167 cm. Tapi Fina gak bisa nyanyi. Kalau udah kumpul sama Fajri Fiki kadang kasian, Fina nya suka di bully
"Fin, Fin, konser yuk. Lagu ballad." Ajak Fiki "Ayo ayo. Dan bila memang tak bisa.." Saut Fajri, kedua lelaki itu bernyanyi. Sementara Fina, dia cuma menatap teman temannya dengan mata malas.
"Ayo Fin, deh.. malah diem" Fiki berkata dengan watadosnya, dia lanjut nyanyi "Tau nih Fin, nyanyi tuh gampang tau, ayo nyanyi!"
"Belum aja gua tonjok ya lu berdua!"
###
"Gakpapa Han, sampai sini aja." Ujar Ricky, dia mengambil tasnya yang semula dibawa Farhan.
"Emang kuat? Emang gak sakit? Emang bisa? Bahu lu kan luka, tadi kena beling." Farhan meringis kecil di akhir kalimatnya. Berantemnya Ricky itu gak wajar buat ukuran anak SMA. Biasanya cuma saling tonjok, tapi tadi ada yang mukul Ricky pakai botol kaca.
"Bisa kok han, thanks ya bro. Ntar gua traktir es krim." Kata Ricky, pria itu mungkin memiliki otot yang keras, tapi tetep aja sakit saat lukanya bergesekan dengan tasnya.
"Oke gua tunggu, dah balik sana, ntar umi lo nyariin lagi."
Setelah mengatakannya, Farhan pergi meninggalkan tempat Ricky berdiri untuk pulang. Melihat temannya sudah menghilang ditelan jarak, Ricky lantas meringis dan menurunkan tasnya dari bahu. Sebuah telfon masuk ke gawainya.
"Halo? Assalamualaikum?" Sapa Ricky.
"Temuin gua di belakang sekolah lo besok, atau, lo tau akibatnya kan?" Seseorang di seberang sana tersenyum kecil.
Panggilannya terputus, wajah Ricky kembali datar, tangannya mengepal.
Sorry jarang up, nunggu diserbu youn1t dulu nih wkwk
Kalo mau cepet up, vote dulu dong:))
Jangan lupa mampir ke cerita yang lainnya ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Purnama
Novela JuvenilMenyesal. Perkataan itu sudah tidak asing lagi, tapi hanya kesabaran dan harapan untuk memperbaikinya yang bisa mengubah penyesalan. Maulana Fajri, kisah ini tentangnya. Kisah dimana Fajri menyesali setiap scenario dihidupnya. Ia menyesal, tentu saj...