[ 30 ] Bukan Lagi Pemeran Figuran

2.5K 425 44
                                    

Adara kira satu dua kesempatan saat anak angkatannya yang tidak ia kenal memanggilnya dengan nama adalah sebatas kejadian acak. Namun, saat kejadian acak itu terus-menerus berulang, Adara mulai berani mengambil kesimpulan.

Namanya telah dikenali oleh satu angkatan.

Ada gelenyar aneh di dada Adara setiap kali seseorang menyebutkan namanya. Tidak pernah terpikirkan oleh benaknya bahwa ia yang akan bertanya nama seseorang, bukan sebaliknya. Jika Garda Bangsa adalah sebuah serial film dengan musim penayangan yang tidak pernah berakhir, tampaknya, Adara bukan lagi seorang pemeran figuran.

"Terus ya, gue nggak mau ada yang pake baju batik, plis!" Violin berdecak dengan tampang serius. "Pake kemeja polos is the least y'all can do! Gue nggak mau Sweet Seventeen gue jadi kelihatan kayak peresmian BUMN atau semacamnya," tambah Violin. Ia baru saja menerangkan dress code untuk warga kelas yang diundang ke acara ulang tahunnya. Merah marun.

Adara menggenggam kertas undangan yang penuh glitter keemasan itu sambil menatapnya penuh kekaguman. Ini pertama kalinya undangan sejenis sampai di tangannya. Beberapa kali sebelumnya, teman sekelasnya yang lain pernah mengadakan acara ulang tahun, tapi Adara tidak pernah diminta hadir. Kali ini, Violin bahkan memastikan beberapa kali bahwa Adara memang mau menghadiri acara tersebut.

Adara menggigit bibir. Mentalnya menjelajah lemari di kamar tidur, memeriksa apakah ada baju merah marun yang cocok untuk dipakai ke gelaran di aula salah satu hotel bintang lima seperti ini. Tidak perlu waktu lama, Adara ditampar oleh kenyataan: punya baju berwarna merah marun saja tidak, apalagi yang layak untuk acara megah!

Adara menghela napas panjang. Dimasukkannya undangan itu ke dalam tas. Ia harus ke perpustakaan sekarang, mengikuti pertemuan mingguan klub yang baru saja merekrutnya, klub jurnalistik.

Ini minggu kedua Adara resmi tergabung dalam tiga organisasi sekaligus. Selasa sore, klub jurnalistik. Rabu sore, klub buku. Kamis sore, Rohis. Adara tidak lagi bisa mengunjungi Lionel setiap hari. Bahkan, karena dua minggu lagi ujian tengah semester akan digelar, Yuni meminta Adara untuk fokus belajar saja dan datang hanya saat akhir minggu.

Adara kira, permintaan ibu Lionel akan membuatnya tidak nyaman dan pikirannya berputar-putar menanyakan apakah Lionel baik-baik saja. Nyatanya, kesibukan di Garda Bangsa berhasil menyita sebagian besar fokusnya. Apalagi, klub jurnalistik seperti menyajikan dunia baru untuk Adara. Anak-anaknya berisik, obrolan mereka sangat seru dan mencakup banyak topik, serta yang paling penting--klub ini menginginkan Adara menjadi bagian mereka sejak awal.

Kali ini, sedang berlangsung diskusi alot tentang konten apa yang sebaiknya diliput oleh seksi media dan diunggah ke kanal youtube mereka. Doni menyarankan mereka meliput gelaran Sweet Seventeen beberapa siswa Garda Bangsa, kemudian mengompilasinya menjadi satu video.

"Kata gue, ulang tahun anak Garda Bangsa nggak layak masuk portal berita kita, sih, apalagi masuk channel youtube! Itu udah ranah perseorangan setiap siswa. Bukan prestasi juga, kan?" Helga, gadis dengan mata tajam itu mengutarakan pendapatnya.

Adara menikmati ini. Ia suka sekali memerhatikan siswa-siswa pintar dengan argumen mereka masing-masing saling menunjukkan taring, sesuatu yang jarang terjadi di klub buku. Meskipun sampai saat ini Adara masih hanya menjadi penonton, atmosfer penuh inteligensi yang melingkupi anak-anak klub jurnalistik sudah cukup membuatnya merasa kecipratan kecerdasan.

"Exactly! Terus ya, itu tuh, mengiklankan hedonisme banget. Ya, it's okay buat ngadain Sweet Seventeen semewah mungkin, I did too, tapi nggak kepikiran sama sekali untuk ngaitin acara pribadi kayak gitu sama nama sekolah," ucap Shireen.

"Good point yang Shireen brought up barusan," Reinald buka suara, "tentang hedonisme. Itu gue rasa poin yang penting, because that's not what we want Garba to be known for--"

A Mismatch So Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang