~PROLOG~

351 32 4
                                    

Jika cinta adalah dongeng yang indah, mengapa harus ada rasa sakit di dalamnya?

▪︎¤▪︎¤》♡♡♡《¤▪︎¤▪︎

Di belahan dunia yang terdapat empat jenis cuaca, seorang perempuan cantik tengah berlari secepat kilat. Menelusuri hutan belantara yang kini tengah dituruni hujan lebat. Suasana sepi dan gelap menyulitkan ia untuk mencari bantuan. Entah bagaimana kisahnya ia bisa menjadi tawanan para bedebah yang kini berusaha mengejar. Para lelaki yang menjadi anak buah seorang rentenir itu tengah kalap dengan kemauannya sendiri. Tentu saja dengan arahan yang telah diperintahkan oleh majikan mereka.

"Tuhan, aku mohon tolong aku,"
lirihnya dalam hati.

Peluh keringat dan wajah pucat gadis itu mewakili rasa takutnya. Padahal sekarang cuaca dingin tengah menusuk kalbu, bersamaan dengan butiran air yang menerpa kulit putihnya itu.

Tinggal bersama wanita tua renta yang merupakan nenek kandungnya sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Semenjak kepergian orang tua 18 tahun yang lalu, ia sudah menyandang stasus sebagai yatim piatu. Namun, semangatnya tak pernah padam walau dunia enggan berpihak barang sedetik saja.

"Anetha! Berhenti! Mau lari ke mana lo!!"

Anetha Valerine Aurora. Nama indah yang diberikan sang ayah tiga tahun sebelum ia meninggalkan dunia, bersama sang istri yang ikut serta menemani ke mana pun ia berada. Kecelakaan tragis itu berhasil merengut nyawa keduanya dan meninggalkan sosok kecil yang kini menjelma menjadi gadis cantik yang tak pernah di pandang oleh sebagian manusia disekelilingnya.

Tak ada yang menolong walau ia berteriak sekuat apa pun, tak ada yang mendengar atau benar-benar mendengar suara ketakutan yang kini keluar dari dalam mulutnya.

Hutan itu benar-benar seperti perangkap untuk menjebaknya dengan sisa tenaga yang tak banyak lagi.

BRAAAK!!!

Tubuh gadis itu terjatuh akibat ranting kayu yang tertutup salju. Hingga menghasilkan luka lebam di sebelah kaki kirinya.

"Awwww!!!" pekiknya sembari menoleh ke belakang.

Dua orang laki-laki berwajah sangar berkacak pinggang dan berdiri di hadapannya. "Serahin suratnya sekarang jugaaa, atau lo mau mati di tangan kita??!!"

Gadis itu menggeleng, "Nggak akan pernah!!! Punya hak apa kalian dengan surat ini??!! Surat ini bukan milik kaliaaan!! Tanda tangan ayah saya terpampang jelas di sini, jadi saya yang lebih berhak untuk menyimpannya!!!"

Kedua tangan itu mendekap erat berkas penting sepeninggalan sang ayah. Berkas satu-satunya yang tersisa demi mencukupi kebutuhan hidup ia dan nenek kesayangannya.

"Ayah lo udah mati, bego!!! Dia udah jadi tengkorak di dalam tanah!! Serahin surat rumah itu karena kakak lo yang banyak hutang itu udah menjual rumah kalian ke bos kita!"

DEG!

Mulut Netha terkatup rapat. Ia marah sekali mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh para lelaki di hadapannya ini.

Kak Lyora, semua ini pasti ulahnya!

"Asal kalian tahu, Kak Yora udah nggak tinggal lagi sama kita sejak lima tahun yang lalu!!! Dia lebih milih hidup sendiri dan pergi meninggalkan keluarganya. Jadi kami sama sekali tidak ada hubungan apa-apa lagi!!!" ucapnya meninggi.

Jangan salah, seorang Anetha Valerine Aurora tak akan pernah takut dengan manusia manapun yang berani menganggu hidupnya. Sedari kecil ia sudah diajarkan untuk mandiri, bersikap tegas, dan mempunyai pribadi yang berani walau dengan latar belakang tak mencukupi.

"Kita nggak peduli!!! Surat itu sudah menjadi hak milik Bos Arman, dan keluarga miskin lo cuma dikasih uang sisa dari hasil penjualan rumah ini!!" Kedua lelaki berperut buncit dengan kalung perak di lehernya itu semakin berjalan mendekati Netha. Membuat gadis cantik itu menelan ludah dan beringsut mundur ke belakang.

Ayah, Ibu, Tolong...

ia memejamkan mata. Berharap seseorang dapat menolongnya. Namun ini bukan sebuah pertunjukan dongeng yang memunculkan sosok lelaki gagah dari arah tak terlihat oleh bayangan netra.

BUGHHH!!!

Satu kepalan tangan hadir di saat ia mengharapkan hal demikian. Membuat para bedebah itu sedikit terkejut dengan kedatangan seorang lelaki secara tiba-tiba.

BUGHHH!!!

BUUUGH!!!!!

BUUUGGGHHH!!!

Belum sempat melawan, tiga pukulan sekaligus berhasil mengenai mereka tanpa terkecuali. Lelaki di hadapan ini kuat sekali. Hingga membuat wajah-wajah sangar itu lari kucar-kacir tak berani bertingkah lagi. Mereka takut mati sebelum membahagiakan orang-orang yang disayangi.

Masih dalam mata terpejam, merangkul surat-surat penting dalam genggaman, Netha merasakan hal-hal yang janggal. Tak ada lagi suara para anak buah rentenir itu di hadapannya.

Seketika ia membuka kelopak mata perlahan. Walau takut, ia tetap memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi saat ini.

Sepi. Tak ada siapa pun lagi. Hanya suara kicauan burung gagak di tengah malam yang hening ini.

Ke mana mereka semua? Kenapa tiba-tiba menghilang?

Kepala gadis itu mengedar ke segala penjuru. Namun cuma ada ia seorang diri tanpa satu makhluk pun yang terlihat di sana.

***

"Kamu baik-baik aja, Anetha? Nenek khawatir."

Setelah sampai di rumah, ia di sambut cemas oleh anggota keluarga yang tersisa. Nek Sal, sosok tua renta berumur 79 tahun itu berhambur memeluknya.

"Netha nggak apa-apa, Nek. Maaf karena baru pulang sekarang. Mereka udah pergi dan nggak tahu lari ke mana. Yang terpenting, surat ini masih berada di tangan kita."

Nenek Sal mengangguk menanggapi ucapannya. Walau masih ada kecemasan dalam diri, tapi ia bersyukur cucu kesayangannya bisa selamat dari kejaran para anak buah rentenir itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka tiba-tiba meminta surat peninggalan ayahmu?" Suara sang nenek lirih bergetar, menandakan ciri khas wanita seusianya.

"Kak Yora jahat, Nek. Dia tega menjual harta Ayah tanpa sepengetahuan kita! Padahal selama ini, melihat batang hidungnya saja tidak pernah!!! Kenapa dia jadi semakin kejam sama kita??!"

Napas gadis itu naik turun. Ia masih marah saat mengingat kebusukan kakak kandung yang berusia tiga tahun lebih tua darinya. Kakak kandung yang tidak pernah menganggap keberadaannya, kakak kandung yang mementingkan kesenangan sendiri tanpa peduli dengan orang lain. Dan itu membuat Netha muak.

"Sampai mati pun, Netha nggak akan pernah kasih surat ini ke siapa-siapa termasuk Kak Lyora!!!" Suara itu penuh penekanan. Ia berjanji dengan diri sendiri akan menjaga apa pun yang tersisa dari orangtuanya yang telah tiada. Karena hanya itulah yang dapat ia lakukan untuk mempertahankan itu semua.

Namun ia juga penasaran, siapa sosok yang telah menyelamatkannya di waktu bersamaan? Tidak mungkin para preman itu berlarian meninggalkannya tanpa sebab. Pasti ada alasan dibalik itu semua. Siapapun dia, Netha merasa sangat berhutang budi padanya.

▪︎¤▪︎¤》♡♡♡《¤▪︎¤▪︎

Holla!

Bertemu lagi dengan project dadakan! Cerita yang udah aku garap kurang lebih dua bulan belakangan ini, namun sebelumnya bukan di platform dunia orange, hehe.

Karena ada satu dari lain hal kendala yang terjadi, pada akhirnya aku memutuskan untuk update di sini.

Jangan lupa utamakan ibadah,
Happy reading, enjoy! 🖤

SNOW WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang