Bunyi bel pergantian jam pelajaran terdengar, membuat semua murid kelas sebelas IPA 1 membereskan barang-barangnya untuk bergegas menuju perpustakaan."Ayo, Nin!"
"Duluan Sa, gue nyari sesuatu dulu."
"Gapapa? Gue tungguin deh."
"Gak usah, Sa. Lo duluan aja, gak lama kok."
Sasa mengangguk. "Yaudah gue duluan. Cepetan nyusul."
"Iya," balas Ninda sambil terus mencari barang yang dia butuhkan.
Setelah hampir lima menit lamanya, Ninda tak bisa menemukan barang tersebut. Membuat dia pasrah kemudian mengambil tas yang sudah dia letakkan di atas meja lalu berjalan seorang diri menuju perpustakaan.
Ninda langsung menyentakkan tangan kanannya saat ditarik seseorang di koridor dekat lapangan.
"Sorry," ucap Jay yang ternyata berada di belakangnya.
Jay mendekat, mengambil sesuatu dari saku celananya kemudian menyisir rambut Ninda dengan tangannya.
Ninda termundur, namun Jay masih tetap melanjutkan kegiatannya, memasang jepit rambut di kedua sisi kepala Ninda.
"Udah, jadi nanti lo gak bakal kerepotan megangin rambut terus."
"T-thanks"
"Yourwell. Gue tahu lo gak bakal bisa fokus kalau ada yang ngalangin pandangan lo. Apalagi sekarang rambutnya pendek, gak bisa diiket kayak biasa."
Ninda hanya tersenyum tipis saat mendengar kata-kata yang diucapkan laki-laki yang pernah menyicipi bangku sekolah Amerika itu.
"Gue duluan."
"Bareng aja, Al."
"Aw!"
Seseorang dengan bola basket di tangannya, menabrak bahu kanan Ninda saat dia hendak membalikkan badan.
"Sorry, gak sengaja gue. Makanya kalau mau uwu itu milih-milih tempat dong, udah tahu koridor sini banyak yang lewat," ujar Leo berlalu begitu saja tanpa melihat atau melirik sedikitpun.
Ninda memegang bahunya. Leo menabrak dirinya cukup kuat, namun dia hanya menganggukkan kepala pertanda baik-baik saja saat ditanyai keadaan oleh Jay.
Dia pergi dituntun Jay di sisi kirinya. Padahal dia sudah menolak, tapi cowok itu tetap saja ingin membantunya.
Matanya melirik ke lapangan, tempat Leo dan anak kelasnya yang sedang pelajaran olahraga itu bermain bola basket. Dia menatap lurus ke depan, lalu benar-benar pergi dari tempat itu.
"Le, itu Ninda?"
"Yep."
"Lo.. Gapapa?"
Leo memantulkan bola basket yang ada tangannya cukup keras. Mebuat semua orang yang berada di lapangan terkejut dan menoleh dengan cepat ke arah Leo dan Jidan.
"Gapapa? Jelas-jelas gue ada apa-apa."
"Lo ngerti gak, Ji? Posisi gue sekarang kayak apa?!" lanjut Leo masih dengan emosi yang sangat kentara diraut wajahnya.
Jidan meringis, "gue gak pernah ada di posisi lo, jadi gue gak ngerti."
Leo berdecak sebal, "Gak guna."
Leo berjalan ke sisi lapang. Untungnya, guru olahraga mereka sedang tak hadir, menjadikan mereka jamkos untuk 3 jam pelajaran ke depan.
Jidan menggeleng melihat sikap Leo. Dia kemudian menyusul Leo yang kini sudah duduk dengan kedua tangan memegang kakinya yang ditekuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
22 (On Hold)
FanfictionLeo, anak basket si bucin game kelahiran 22 November dan Ninda, anak paskibra si bucin Korea kelahiran 22 Desember. Apakah keduanya akan akur jika dipersatukan?