****
Satu minggu kemudian. Hari ini adalah hari sabtu, hari pernikahan sepupu ku. Aku terpaksa harus menghadiri pernikahannya. Sejak kematian Paman ku, keluarga mereka sering kali melibatkan keluarga ku. Dahulu keluarga mereka sangatlah sombong. Kejadian yang tak terlupakan adalah ketika tante Sindi tidak mau menginjak kamar mandi ku. Katanya kamar mandi di rumah ku seperti kandang ayam. Angkuh sekali. Sekarang, dia lebih sering mandi di dalam kamar mandi ku dan dia sering menginap di rumah ku. Jika dia bukan istri Paman ku, pasti sudah ku cabik-cabik wajahnya. Tapi sayangnya, saat itu aku masih berusia tujuh tahun. Krakk... Suara pintu kamar menyadarkanku dari dendam yang sedang berselimut dalam pikiranku.
"Kak Yasmin," kata ku. Aku melihat kak Yasmin tersenyum dari cermin. Dia berdiri di belakang dan memeluk ku dari belakang.
"Sungguh kau lebih cantik dari rembulan." pujinya sembari tertawa kecil dan mencubit pipiku.
"Rembulan itu tidak cantik. Hanya saja sinarnya yang membuatnya terlihat indah, Kak." jawab ku dengan cemberut. Kak Yasmin terus menertawakan ku. Selesai aku berdandan. Aku mengandeng tangan kak Yasmin keluar. Seluruh keluarga ku sudah bersiap. Ternyata mereka menunggu ku. Padahal sedaritadi aku sudah siap. Hanya saja aku melamun di depan cermin.
"Eh... Nay,,, benarkah ini Naya?" tanya kakak pertama ku, kak Riska. Aku langsung mengerutkan dahi ku. Tak paham dengan apa yang dikatakan kak Riska. Oiya aku belum memperkenalkan keluarga ku. Aku adalah anak bungsu. Aku memiliki satu Ayah, satu Ibu dan dua kakak ku yang manis. Kakak pertama sudah menikah dan sudah memiliki dua anak kembar, Dia sangat beruntung sekali bukan. Hamil pertamanya dianugerahi dua anak. Sedangkan kakak kedua ku, kak Yasmin. Dia belum menikah, usianya 24 tahun. Sekarang Dia disibukkan dengan S3-nya setelah menyelesaikan S-2. Kak Yasmin adalah wanita karir. Katanya, Dia masih ingin mengelilingi dunia sebelum menikah. Di pikirannya hanya belajar, kerja dan travelling. Nah... Sedangkan aku, Aku memiliki prinsip yang sama seperti kak Yasmin. Hehe... Aku suka mencontek prinsipnya.
Ayah memanggil ku untuk segera masuk ke dalam mobil. Aku tidak suka sekali Ayah ku harus gengsi jika bertamu ke rumah tante Sindi yang merupakan orang kaya.
"Kenapa harus menyewa mobil, Yah? Kita kan punya tiga sepeda motor dan itu sudah cukup kan." gerutu ku setelah masuk ke dalam mobil. Ayah tak mengubris ku. Dia hanya diam saja. Begitu juga dengan Ibu ku.
Di dalam mobil, Aku memandang langit yang seolah mengikuti mobil ku. Entah mengapa waktu begitu terasa cepat. Aku ingin sekali kembali pada masa kanak-kanak yang hanya tahu bermain saja. Di kehidupan orang dewasa terlalu banyak kisah yang memuakkan.
Sesampai di rumah tante Sindi, kami langsung turun dari mobil. Ada beberapa papan bungan yang tertulis ucapan selamat untuk mempelai pengantin. Hari itu kami datang pukul 06.00 Wib. Masih terlalu pagi. Namun, Aku tak bisa mendapatkan udara segar di kota ini. Pelaminan yang dihiasi beberapa bunga menarik perhatian Ku yang tengah berjalan melewatinya. Tak tahu mengapa, diluar terlihat sepi. Aku melihat beberapa orang tengah berdiri di depan pintu rumah tante Sindi. Keluarga Ku sudah masuk ke dalam, kecuali Aku yang memilih duduk di luar di meja makan. Ting... Suara pesan dari handphone Ku.
"Selamat Pagi nona Kanaya Putri Anjeli, saya ingin memberitahukan kepada Anda. Jika berkas Anda dapat kami pertimbangkan. Mohon besok pagi, pukul 10:00 wib datang ke Perusahaan kami untuk wawancara." Rasanya Aku senang sekali. Meski baru tahap wawancara. Aku sangat senang. Aku segera masuk ke dalam rumah tante Sindi untuk memberi tahu kabar gembira ini. Pasti kedua orang tua dan kakak Ku sangat senang. Langkah kaki Ku berbunyi sebab Aku memakai gelang kaki. Dari kecil Aku tak pernah melepaskan gelang kakiku. Langkah terakhir memasuki rumah, Aku mendapati suara isakan yang terdengar jelas di telingaku. Beberapa orang melihat ke arahku yang baru datang. Aku juga melihat mereka dengan kebingungan. Kemudian mereka menenangkan seseorang yang tengelam dalam pelukan Ibuku. Bukan hanya Ibuku saja, semua bibiku juga memeluknya yang masih terus saja menangis. Tadinya Aku ingin memanggil kedua kakakku. Melihat situasi di dalam rumah seperti ini. Aku memilih duduk di samping kedua kakakku. Tentu saja kejadian ini mengundang tanda tanya dalam benakku. Di hari yang bahagia ini, mengapa tante Sindi menangis? Apakah Dia tak mau berpisah dengan putranya?****
KAMU SEDANG MEMBACA
Balai Rindu
General FictionCerita tentang perjodohan tanpa direncanakan oleh kedua pihak keluarga. Perjodohan ini dilakukan untuk menyelamatkan kehormatan keluarganya. Akankah mereka berdua saling menerimanya? Oke sebelum kalian baca jangan lupa vote, follow, dan letakkan di...