05

5.9K 575 11
                                    

Jaemin berbaring menatap langit-langit kamarnya. Entahlah, akhir-akhir ini moodnya selalu berantakan. Ia tidak mau mengakui, tapi sejujurnya itu hanya karena seorang Lee Jeno. Perasaannya semakin kacau seiring dengan Jeno yang semakin dekat dengan Renjun.

Jaemin sedikit tersentak saat mendengar suara ketukan pintu yang terdengar agak tidak sabar. Ia segera bangun dan menuju ke depan untuk membukakan pintu. Meskipun sebenarnya ia takut dengan kemungkinan siapa yang datang ke rumahnya selarut ini, karena sekarang hampir jam sebelas malam.

Pada akhirnya Jaemin membukakan pintu dengan hati-hati dan sangat pelan, berusaha mengintip siapa yang berada di depan pintu. Tapi dengan segera orang tersebut membukakan pintu hingga Jaemin hampir saja terjengkang, dan langsung menerobos masuk.

Tapi akhirnya Jaemin menghela napas lega. Ternyata hanya sahabatnya, Jeno. Lelaki itu segera membanting tubuhnya di sofa ruang tamu. Jaemin melihatnya sedikit ngeri karena ekspresi wajahnya sedikit menyeramkan. Dia terlihat marah.

Jaemin mendekat dan duduk di sofa kecil di samping sofa tempat Jeno berbaring.

"Ada apa?" tanya Jaemin dengan suara pelan. Tiba-tiba ekspresi Jeno berubah menjadi sendu, terlihat sedih, dan Jaemin menyadari mata Jeno agak bengkak dan merah. Dia habis menangis. Seorang Lee Jeno menangis. Seketika Jaemin tahu apa masalahnya, karena hanya satu yang bisa menjadi penyebabnya.

"Mereka bertengkar lagi? Apa yang terjadi?" tanya Jaemin lagi. Jeno bangkit dari posisinya dan mendudukkan diri.

"Kau bahkan sudah hafal," jawab Jeno dengan senyum masam. "Kali ini mereka bahkan berdebat siapa yang akan pindah ke luar negeri. Dan tentu saja tidak ada yang berniat mengajakku ataupun tinggal di sini bersamaku." lanjutnya.

"Kemarilah," Jeno menepuk tempat di sampingnya. Jaemin pun bangkit dan duduk di samping Jeno.

"Geserlah sedikit," Jeno mendorang bahu Jaemin, yang di dorong hanya menurut hingga bergeser ke tepi sofa. Jeno merebahkan tubuhnya lagi dengan paha Jaemin sebagai bantal. Dia memang selalu seperti ini, dan tangan Jaemin selalu reflek mengusap pelan kepalanya.

Jeno menatap lurus ke mata Jaemin.

"Hanya kau yang benar-benar kumiliki," ucapnya kemudian dengan senyum manisnya. Jaemin hanya membalasnya dengan senyum samar. Perasaannya sangat kabur. Ia merasa kasihan dengan keadaan Jeno, tapi di sisi lain ia juga suka Jeno mengatakannya. Jeno memang memiliki dirinya seutuhnya, tapi apakah Jeno juga miliknya?

Dan akhirnya ia tersadar dengan realita kehidupannya lagi. Kenyatannya hanya Jeno lah yang ia punya. Jeno yang sedikit demi sedikit mulai memudar dari dunianya.

-TBC-

04/05/2021

SAHABAT || NOMIN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang