Love Letter (5)

320 43 26
                                    

"Kau berbakat, Bae Joohyun. Kau harus menunjukkan itu. Aku hanya menyemangatimu saja."

Aku pun tersenyum kepadanya.

"Terima kasih. Ayo sama-sama bekerja keras."

"Tentu saja" balasnya dengan senyuman hangat seperti biasa.

Malam ini langit sangat indah. Senyuman Kim Seokjin begitu hangat seperti cahaya bulan yang menerangi malam. Jika Seokjin adalah bulan, aku tidak masalah jika harus terus menunggunya bersinar dan menatap ke arahnya setiap malam.

Haha, apa-apaan kau ini Joohyun ah?

Sudah cukup mengkhayalnya. Sekarang kau harus segera pulang.

Itulah yang kuucapkan pada diriku sendiri setelah sadar bahwa aku sudah terpesona terlalu lama oleh senyuman Seokjin. Bisa jadi dia memang seperti ini ke semua orang, bukan hanya kepadaku saja.

Jangan terbawa perasaan, Bae Joohyun.

Aku lantas bangkit untuk berdiri.

"Sudah mau pulang?" tanya Seokjin.

"Iya. Tadinya aku kan memang langsung pulang. Tapi kau terlanjur menangkap basah aku yang meninggalkan minuman untukmu" jawabku.

Seokjin pun terkekeh mendengar jawabanku.

"Kalau begitu ayo pulang bersama."

"Eh?"

"Kenapa?"

"Ah, itu... Aku tidak yakin kalau rumah kita searah."

"Tidak masalah. Kita bisa berjalan bersama menuju halte bus. Lagipula, tidak enak jalan sendirian. Kalau ada kau, setidaknya aku punya teman mengobrol."

Aku berpikir sejenak. Ini sebenarnya kesempatan. Tapi, jujur saja aku terlalu malu lama-lama berdekatan dengan Seokjin. Aku tidak ingin dia tahu tentang perasaanku padanya.

"Bae Joohyun?"

"Ah, ya?"

"Tunggu di sini ya. Aku ambil barang-barangku dulu. Jangan coba-coba kabur, ya. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau kabur."

"I—iya, aku akan menunggumu" akhirnya aku hanya bisa pasrah menuruti ajakan Seokjin untuk pulang bersama.

Jika kalian membayangkan aku dan Seokjin pulang bersama akan menjadi sebuah adegan romantis yang indah, kalian salah. Semua itu hanya bisa terjadi di dalam drama. Nyatanya, aku dan Seokjin hanya berjalan kaki sebentar menuju halte yang tidak jauh dari sekolah kami. Hanya itu saja.

"Oya, pementasannya kapan?" tanya Seokjin saat kami tengah berjalan.

"Minggu depan" jawabku.

"Semoga aku tidak ada jadwal latihan. Aku akan menontonnya."

"Eh, jangaaan" sahutku sesegera mungkin.

"Kenapa?"

"Itu—maksudku jika kau tidak bisa datang untuk menonton pementasannya, kau tidak perlu datang."

"Tenang saja, aku akan mengusahakan untuk datang. Lagipula aku penasaran bagaimana saat kau mementaskan Black Swan nantinya."

"Waktu itu kau kan sudah melihatku saat audisi."

"Itu berbeda. Aku sudah bilang padamu, aku masih ingin melihatmu menari. Jadi, aku pasti akan mengusahakan agar bisa melihatmu di atas panggung."

"Kau tidak perlu memaksakan diri."

"Tentu saja tidak. Aku akan menantikan pementasannya. Semangat, ya."

"I—iya, kau juga semangat latihannya."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 16, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

7 Days with JinreneWhere stories live. Discover now