Bagian 18 : Fitnah dan Hukum Cambuk

3.9K 203 29
                                    

"Gak! Gue gak boleh lari!"

Aku akhirnya berhenti setelah cukup jauh berlari. Tak sadar, aku sudah berdiri di depan asrama, rupanya aku secara tidak sadar kembali ke tempat seharusnya.

"Gue harusnya tanya sama dia, kenapa dia pelukan sama ibu sambungnya," kataku sambil menghapus air mata. Kenapa juga aku sampai menangis begini. Cengeng!

"Tunggu!" Aku tiba-tiba memikirkan sesuatu. Tentang perkataan Reyhan.

"Apa gue yang goblok, bukannya kalau udah jadi ibu sambung, itu tandanya Rey dan wanita tadi memiliki ikatan keluarga?!"

Namun seingatku Reyhan bilang wanita itu dan dirinya bukan mahram. Mendadak aku jadi sibuk memikirkan apa itu mahram?

"Rumaysha!"

Mataku membulat tapi aku tidak mau berbalik. Aku segera masuk ke dalam asrama dan menutup pintu sebelum Reyhan ikut masuk.

"Aysha buka pintunya!"

"Tolong biarkan aku sendirian Mas!"

"Aysha! Saya tidak tahu apa yang kamu pikirkan. Tapi apa pun yang sudah kamu lihat, itu tidak berarti apa-apa!"

"Diam Mas! Aku gak peduli sama sekali! Aku cuman butuh waktu untuk sendiri!"

"Assalamu'alaikum, Gus Reyhan."

Aku mendengar suara orang lain di luar. Entahlah siapa yang datang, yang jelas dia memanggil Reyhan.

"Ya, waalaikumsalam," jawab Reyhan.

"Kiyai memanggil antum, mohon segera ke pondok sekarang."

"Astaghfirullah." Reyhan kedengarannya bingung. Antara harus menemuiku atau menemui abinya.

"Baik, saya akan kesana sebentar lagi."

"Kalau begitu ana permisi, wassalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku masih bersandar dibalik pintu, berharap Reyhan pergi dan tidak mengajakku berbicara dulu. Jujur ini sangat mengejutkan. Aku masih  terbayang dengan pemandangan tadi.

"Aysha, saya harus menemui Abi. Saya harap nanti kamu mau berbicara dengan saya. Aysha, saya janji akan mengatakan semuanya dengan jujur."

Asal-usul Reyhan saja aku tidak tahu. Aku memang tidak banyak mengetahui apa pun tentang siapa Reyhan dan juga keluarganya. Pernikahanku dengan Reyhan sangat rumit dan aku kesulitan sekarang. Apa boleh aku menyerah, aku ingin pulang ke rumah Ayah.

"Aysha, saya pergi dulu ya. Tolong tenangkan diri kamu dulu. Wassalamualaikum."

Suasana hatiku sedang kacau. Aku masuk ke dalam kamar setelah melepaskan kerudung yang aku kenakan seharian. Senyumku perlahan hilang, padahal hari ini aku mulai berdamai dengan keadaan. Aku sedikit memiliki keinginan untuk menerimanya sebagai takdir hidupku, menerima Reyhan menjadi suamiku.

"Kenapa."

Pertanyaan itu yang terus bersarang di otakku.

"Kenapa wanita itu memeluk Reyhan."

"Kenapa dia berkata cinta. Apa dia gila? Mereka jelas keluarga."

Entah karena aku yang bodoh. Sehingga pemahamanku tidak sampai ke sana. Aku pun mulai penasaran bagaimana perasaan Reyhan tentang wanita bernama Humayra itu.

"Kenapa gue peduli. Kalau memang Reyhan cinta juga sama perempuan itu ... ya, biarin?"

Namun air mata ini tidak dapat dihentikan. Aku malah menjadi kian melemah. Aku mulai takut, apa mungkin aku akan kehilangan Reyhan?

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang