Piece: 6

13 1 1
                                    

Gil keluar dari kamarnya karena sudah beberapa kali di panggil oleh kedua sepupunya bergantian untuk turun dan makan malam bersama. Saat turun dan ke ruang makan ternyata semua sudah kumpul. Remaja berambut dark brown itu duduk berhadapan dengan ke dua sepupunya yang masih saja berdebat tentang siang tadi.

"Ugh perih, merah juga tadi gue liat." Bj merengut kesal sambil mengaduk-ngaduk makanannya.

"Salah lu sendiri, mancing gue sama si Zazas. Gitu tuh akibatnya." balas Azaska.

Gil memutar malas bola matanya, para sepupunya itu memang tidak memiliki otak. Sesama sepupu main tumpang tindih.

"Sudah kumpul semua ternyata. Derial duduklah kita makan malam bersama, sebelum kau pulang." ujar Ayah Gil yang menghampiri meja makan.

Lelaki berambut pirang itu mengikutinya di belakang, terduduk di samping kiri Gil dan berhadapan dengan Azaska.

"Bawa pasangan homonya?" Gil sekilas menatap Derial lalu pada Ayahnya. Pria berusia 45 tahun itu menghela nafasnya.

"Jaga ucapan kamu, Senopati." tegur Ayahnya. Gil memutar malas bola matanya lagi, lalu menyuapkan makanan yang sudah di ambilnya tadi.

"Om emang mau nikah lagi?" tanya Bj, langsung meringis karena mendapat sentilan di dahi oleh Azaska.

"Jaga bicara lu." bisiknya.

"Eh, maaf Om." Bj kembali diam dan menyuapkan makanannya lagi.

"Enggak, dia sekretaris Om. Lagi pula mendiang Tante kalian masih tetap di hati kok gak akan pernah terganti." jelas Ayah Gil.

"Bunda emang di hati, tapi di otak selangkangan terus." sindir Gil.

Meja makan itu kini menjadi sedikit tegang karena perang dingin antara Ayah dan anak tersebut.

"Senopati, udah Ayah bilang jaga ucapan kamu. Bisa 'kan?" tegurnya lagi.

"Zas, mulai besok si Varen jadi asisten gue." ujar Gil, tak peduli pada ucapan Ayahnya.

"Iya gue tau."

"Siapa Varen?" sela Ayahnya Gil. Pemuda berambut dark brown itu hanya diam kembali melanjutkan makanannya. Azaska menatap Gil yang sepertinya tak peduli meski harus di ceritakan.

"Itu. . Temen Azas, Om. Wakil ketua osis yang waktu itu kita ceritain." sahut Azaska.

"Senopati, udah Ayah bilang. Kamu jauhi anak itu. Sejak kapan kamu jadi kayak gini? Ayah gak mau kamu jadi belok. Masih banyak Sen, perempuan di dunia ini. Apa kamu mau Ayah cariin buat kamu? Anak kolega Ayah juga cantik-cantik. Untungnya apa coba hubungan sesama, dosa sih iya." jelas Ayahnya murka. Gil bangkit, menatap tajam Ayahnya.

"Jangan jadi orang sok suci deh ngomongin tentang dosa. Lu pikir ngewe tiap hari, ganti-ganti jalang, gak dosa? Dapet pahala? Cih, munafik lu. Dan inget ini, namanya Varen bukan anak itu." geram Gil

Brak!

Gebrakan pada meja membuat orang-orang di sana dan beberapa pelayan yang ada langsung terdiam. Ayah Gil bangkit dan menatap anaknya, hampir saja tangannya terangkat untuk menampar Gil.

"Kenapa? Mau nampar? Lu berani nampar anak buat bela jalang lu? Cih! Sialan lu semua!"

Bruk!

Kursi yang di duduki Gil, di tendangnya ke belakang sampai patah. Gil kesal, dia langsung pergi tanpa menghabiskan makanannya.

Ayah Gil mendudukan dirinya, mengusak rambutnya frustasi. "Maaf semua. Kalian lanjut aja makannya." pria dewasa itu beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar.

I'm Yours Your Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang