"Do you wanna make a cake?" I asked him.
I know he'd ask 'why dont we just buy it, making it from scratch takes time you know?'
"Kenapa ga beli aja? Bikin kue gitu bukannya lama banget ya?" Gema masih fokus pada Star Wars yang sedang kami putar di TV. Dia menyandarkan kepalanya di pangkuanku.
"Kamu kan tau betul kalau ini bukan tentang kuenya tapi tentang kita ngabisin waktu sama-sama..." Aku usap rambutnya. Dia menengadah, aku ambil bulu mata yang menempel di pipinya dengan halus. "Make a wish!" Gema menutup matanya dan meniup bulu mata yang aku sodorkan ke depan mulutnya. "Mau ya?"
"Deal, tapi udahnya nonton The Notebook?"
"Euggghhh that stupid movie again?" Aku mengerling, tapi bagaimana bisa aku menolak permintaannya. Aku tak mau menolak permintaannya.
"Soalnya pas nonton itu selalu ada gangguan, kali ini aku mau nonton dari awal sampai akhir tanpa gangguan!"
"Deal. But by making cake aku maksud kamu bantuin, bukan cuman nontonin oke?"
Gema memutar bola matanya dan bangkit dengan malas. Aku menyaksikan dia yang pergi ke dapur, membuka lemari-lemari penyimpanan dan menarik bahan satu per satu tanpa diminta. Sejak aku bertemu dengannya enam bulan lalu, ada rasa hangat yang membalut hatiku. Ada rasa rindu yang selalu membuatku ingin menyentuhnya, mendekapnya. Tapi aku harus menahan diri, dan itu membuatku lebih menginginkannya.
Aku mencintainya, tapi aku terus bertanya pada diriku sendiri apakah aku pantas mendapatkannya. Yang jelas, dia sedang terluka dan aku tak mau cintaku atau hadirnya diriku malah menjadi garam yang membuat lukanya semakin pedih. Aku dari semua orang harus tau lebih baik akan hal semacam itu. Aku hidup dalam hal semacam itu.
Aku tak mau melewati garis batas hubungan kami, tapi terkadang tubuhku tertarik padanya tanpa aku sadari. Seperti kutub utara tertarik pada kutub selatan, dan tak ada yang bisa kulakukan akan hal itu.
Apakah aku pantas mendapatkannya?
"Kamu yang ngajak ko malah kamu yang leha-leha?" Bahkan nadanya yang sinis membuatku jatuh lebih dalam. Entah sadar atu tidak ada senyum yang tersungging di bibirku ketika aku bangkit.
Membuat adonan bukanlah hal yang berarti. Aku tak bisa menahan rasa geliku melihatnya yang menuruti perintah-perintahku dengan wajah yang cemberut, tanpa protes sama sekali.
"Kita sebenernya bisi pesen tau!" Katanya sambil memasukan kue yang kita buat ke dalam oven.
"Rasanya bakal beda kalo kita sendiri yang bikin, kamu entar bakal tau. Lagipula, selama kamu sama aku, aku pengen kamu nyobain banyak hal baru. Siapa tau kamu nemu hobi baru kan? Dan sekalian bisa nambahin ke list 'Our Thing'"
"Kaya dansa ke Chopin?"
"Exactly. Dan hubungan itu ya give and take kan, meskipun pada akhirnya tetep bakal aku terus yang masak karena aku cinta sama kamu. Tapi aku juga mau lah nyobain masakan kamu."
Aku tak mendengar jawaban dalam beberapa saat. Shit, I made a big mistake.
"Maaf, aku ga bermaksud. Kata-kata itu keluar gitu aja."
"Ga apa-apa." Gema tak berani menatap mataku. "I just feel sorry, that's all."
Tiba-tiba kecanggungan turun dari langit ke udara, menggantikan setiap oksigen yang kami hirup membuat suasana menjadi sesak dan samasekali tak nyaman.
"Aku berharap terigu ini Bubuk Floo*, supaya aku bisa lempar ke api dan aku ngilang dari sini saking awkwardnya." Aku mencoba mencairkan suasana. Gema tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kintsukuroi
RomanceEmpat tahun lalu, Gema Bimana ditinggalkan oleh cinta pertamanya. Suatu hari dia mendapatkan sebuah pesan dari orang itu. Tanpa sapaan, tanpa menanyakan kabar, tanpa basa-basi, orang itu datang kembali seperti hujan yang tak sama sekali diramalkan...