Prolog (Jose's Version)

33 5 1
                                    

5 tahun yang lalu, tahun terakhir di SMA...

Hari-hari terakhir di masa SMA terasa menyebalkan. Panas di udara dan hati ini mulai tidak tertahankan. Mana cewek yang kemarin bosenin lagi. Nambah-nambahin beban aja.

Jose Laurent, pelet para wanita yang beberapa kali hampir di drop out dari sekolah. Kata teman-temanku, para guru sudah angkat tangan dengan tingkahku. Bukankah sudah tugas guru untuk mengurus muridnya? Aku juga bersekolah disini dengan spp lunas tanpa menunggak. Jadi ini hakku untuk bersikap semauku.

"Jos, gak nonton basket dibawah?" tanya Owen, temanku sejak SMP.

Dari semua teman dekatku, mungkin hanya Owen yang bisa tahan dengan sikapku yang bandel dan emosional. Mungkin karena itu kami langgeng dalam pertemanan.

"Gak, males. Bolos aja yok,"

Owen menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia sebenarnya sudah biasa denganku yang selalu ingin membolos, tapi masa acara sekolah yang hanya berisikan lomba-lomba pun aku juga membolos? Oh tentu saja. Bukan Jose namanya kalau tidak memiliki niatan untuk bolos setiap saat.

Aku mengode beberapa temanku yang lain untuk ikut aksi bolosku. Bukan karena aku tidak ingin bolos sendirian, tapi jika teman-temanku ikut, aku punya teman untuk dihukum bersama saat ketahuan bolos.

"Ke SMA M aja, lagi lomba-lomba juga disana. Katanya banyak adek kelas cangtip (cantik)," ajak Nathan, teman satu tongkronganku.

"Bebas,"

Sekalian cari bebeb baru. Batinku.

Dari tempat biasa, pagar belakang sekolah, kami semua mulai memanjatnya satu persatu. Sebelum giliranku, aku memakai hoodie abu-abuku dan menoleh ke arah Owen.

"Yakin gak ikut?" tanyaku.

"Gak, Adel bisa marah kalau gue ketahuan bolos,"

Adel adalah pacar Owen yang galak dan tegas. Ia tidak akan segan-segan menghajar Owen dengan beribu kata mutiara begitu Owen ketahuan berbuat nakal.

Aku tertawa kecil sebelum akhirnya memanjat pagar tersebut.

***

Jarak SMAku dengan SMA M tidak terlalu jauh, kira-kira 5 menit naik mobil. Sampai di sana, aku masuk dan duduk dipinggir lapangan bersama teman-temanku dari SMA M juga. Masih mengenakan hoodie abu-abu, aku mengedarkan pandangan ke kiri dan ke kanan, mencari ciwi-ciwi cantik yang bisa menjadi targetku selanjutnya.

Tidak butuh waktu lama, mataku bertemu dengan mata seorang gadis cantik yang tersenyum manis saat bertatapan denganku dan memalingkan tatapannya ke arah lapangan beberapa detik setelahnya.

"Psst, yang itu namanya siapa?" aku bertanya kepada Rion, temanku dari SMA M.

"Yang mana?" Rion masih mencari-cari gadis yang kumaksud. "Oh itu. Anak baru tuh, namanya Emily. Banyak yang mau gebet tapi dia kayaknya lagi suka sama Ivan,"

"Ivan? Ivan Bernedy? Mantannya Gaby?"

"Iya, Gaby yang lo rebut dari dia,"

Ivan Bernedy, siswa pintar dan cool yang banyak disukai oleh cewek-cewek di sekolahnya. Dulu, ia mempunyai seorang pacar bernama Gaby yang cantik dan lugu. Tapi pada akhirnya putus karena Gaby lebih memilihku daripada Ivan. Semenjak itu, hubunganku dengan Ivan menjadi kurang baik. Ya, ya, itu salahku. Lagi pula apa hebatnya Gaby? Sudah bagus dia kujauhkan dari cewek membosankan itu.

Aku menyenggol tangan Rion. "Minta kontaknya,"

"Hah? Siapa?"

"Emily. Gua mau kontaknya,"

Her ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang