11. 🥞

21K 3.3K 211
                                    

Banyak yang tanya, "Kak kenapa serendipity nggak ada  judul perbab? Kenapa pancake? Apa Filosofi nya?
Jawabannya adalaaaaaah: nggak ada filosofi macam kopi 🤣😝 ya karena aku seringkali stuck di judul, daripada nanti judulnya tanpa judul ya mending gak dikasih judul. 😝 Sekian.  Atau kalau kalian iseng sambil nunggu bedug Maghrib, bikin judul perbab yang udah upload ya gpp 😆 syenang sekali akoh.

Ada juga yang tanya "Wah Bara ini seperti Bram beda status ya?"
Nggak juga, kalau Bram otaknya agak mesum meskipun open mind, ketutup sama inner nya yang kalem aja. Kalau Bara dia emang kalem, mesumnya lebih elegan, mungkin karena duda 😝nggak punya sahabat dekat macam Dipta, karena pernah dikhianati teman dekat, dia lebih memilih tetap jaga jarak aman dengan tiap orang, kecuali Kayla. Yach someday mungkin fekat dengan Roni, yang nempel mulu biar jalan cintanya dengan Sonia lancar.

Jika Bram seringkali memandang sesuatu masih dengan dasar teori yang dipelajarinya, maka Bara memandang sesuatu berdasar pengalaman yang sudah dilewatinya.

Happy reading. Mungkin jumlah part serindipity agak panjang dikit, tapi jangan paksa aku tiap hari up ya. Cukup doakan sehat dan ide terus mengalir yak.

Kalau udah ada draft, gak pake lama kok, tapi kalau stuck ya aku Q-time dulu, biar nemu ide yang nyambung dan feel nya dapet. 😊

*****

Setelah pembicaraan dua belah pihak keluarga. Kami sepakat, pernikahanku dan Mas Bara dilaksanakan seminggu setelah lebaran. Mama dan Ibu Ratih, ibunya Bara yang mengatur semua, aku dan Bara terima beres. Resepsi dan akad rencananya dilaksanakan di rumah Batu, nggak pake sewa gedung. Biar tetangga dsn kawan-kawan kami bisa bebas kondangan tanpa dibatasi waktu tertentu.

 Aku cuma diminta memilih model undangan, model kebaya, dan ingin sovenir apa, eksekusinya di handle Mama dan Bu Ratih. Dibantu Mas Kriss dan wedding organizer pilihan mereka. Aku sih nggak masalah, sangat terbantu malahan, setidaknya nggak terlalu dipusingkan dengan segala tetek bengek persiapan pernikahan yang hanya disiapkan dalam waktu satu bulan.

Rasanya nano-nano, deg-degan, cemas, khawatir. Bara hanya tertawa saja tiap melihat wajahku yang tegang, dasar, mentang-mentang ini pernikahannya yang kedua. 

"Surat resign mu udah masuk?" tanya Sonia saat kami selesai sholat dzuhur di Masjid tak jauh dari tempat kami bekerja, sembari rebahan, meluruskan punggung. Rasanya nyaman sekali. 

Aku dan Sonia lebih suka istirahat di Masjid ini, jauh dari teman-teman kantor, dan bisa sambil cerita banyak hal, tanpa takut ketahuan dan didengar rekan kantor. 

"Udah Son, aku resmi off dua hari sebelum pernikahan." 

"Management gak kaget?" tanyanya lagi.

"Bara yang ngurusi, aku cuma ngajukan surat resign saja."

"Uh Kaylaa." Sonia memelukku, "Kamu duluan akhirnya ya." 

Aku tersipu, menepuk-nepuk lengannya, "Jodoh bukan ajang perlombaan Sonia." 

"Iya, someday pasti aku juga merasakan gimana jadi kamu."

Aku tersenyum, meng - Aamiin- kan doanya. Kami memandang langit-langit Masjid, memilih rebahan di sudut paling belakang tempat jama'ah putri, supaya nggak mengganggu, jika nanti ada yang ingin sholat.  

"Pernah kepikir nggak sih, kalau kamu bakal balikan sama mantan?" tanyanya pelan. 

"Nggak pernah Son, hanya saja, dulu saat aku minta putus, sebenarnya, aku masih sayang, Bara baik, hanya dia suka marah kalau aku asyik di himpunan, nggak bisa bebas kalau ketemu teman-teman, selalu dicek apakah ada teman laki-laki atau tidak, padahal, kalau dia sibuk, bisa sampai dua minggu hilang. "

serendipity (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang