12. 🥞

21.3K 3.4K 241
                                    

Aku menghela napas panjang, melirik Sonia yang sudah duduk di sebelahku. Sebelumnya, aku sudah mengirim pesan singkat di grup khusus karyawan perempuan, grup yang kami buat hanya untuk seseruan saja, di luar grup resmi kantor. Aku meminta sedikit waktu mereka untuk kumpul di mushola saat jam istirahat, saat para lelaki jum'atan.

Dan disinilah kami sekarang, aku berada di depan, teman-temanku menunggu dengan penuh tanda tanya, meninggalkan tiga orang tetap di bagian frontline, melayani beberapa nasabah perempuan yang masih ada, meskipun sudah jam istirahat.

Di tanganku sudah ada segepok undangan. Wajah mereka tentu berbinar melihat itu. Sengaja kubalik, supaya namaku dan Bara tak terlihat.

"Mbak Kaylaa?"

Wajah Ria, dan beberapa rekan sesama jomblo tampak berbinar. Berbeda dengan Bu Retno yang memasang wajah datar-datar saja. Aku tersenyum, sedikit kikuk campur malu.

"Terima kasih ya, sudah meluangkan waktu untuk kumpul sebentar, aku mau membagikan apa yang ada di tanganku sekarang."

"Uhh, Mbak Kay nih, diam-diam ternyata proses."

"Diam-diam menghanyutkan."

"Diam-diam otw halal."

Kericuhan khas cewek ketika ada temannya hendak menikah, undangan yang kubawa sudah menarik perhatian mereka.

Aku tersipu, melirik Sonia yang sepertinya sudah siap siaga dengan respon teman-teman kami nantinya. Matanya mode awas, lagaknya udah kayak satpol PP aja. Ya kali mereka mau jambak rambutku Son, nggak mungkin kali, pengen di SP Bara?

"Mau cerita dulu, apa dibagikan dulu?"

Pertanyaanku tentu mengundang respon tanda tanya rekan-rekanku, mau nyebar undangan aja pakai acara kumpul dan konferensi pers segala. Emang mau nikah sama siapa? Artis?

"Bagi dulu aja kayaknya Kay," usul Sonia, "Sini kubantu." tanpa menunggu persetujuanku lebih dulu, dia berdiri, mengambil undangan di depanku dan membagikannya satu-satu.

Respon pertama yang kulihat dari teman-teman yang sudah menerima undangan tentu saja melotot tak percaya.

"Syailendra Bara Samudera?Kayak nama Pak Bara ya."

"Pak Bara nya kita Mbak?"

"Eh, seriusan ini? Bukan Bara yang lain?"

Semua mata menatap minta penjelasan. Aku hanya mengangguk.

"Iya, Pak Bara nya kita," jawabku kalem.

"KOK BISAAAA????"

"Aduh gak tahu ini, antara kaget, sedih campur seneng, gimana dong ini?"

"Mbak Kay pakai dukun apaaa?"

"Mbak Kay bukan pihak ketiga kan?"

"Yang dilihat Lia jangan-jangan waktu itu, beneran Pak Bara sama Mbak Kayla?"

"INI SERIUSAN???NGGAK HOAX??"

Ricuh, sesuai dugaan. Aku hanya meringis, udah mirip artis yang ditodong minta penjelasan kebenaran fakta. Padahal, kami bukan Aurel dan Atta Halilintar. Serius, tinggal dadah-dadah ala putri Indonesia saja, tapi aku takut kena timpuk mukenah dan sajadah.

"Tenang-tenang." Kedua tangan Sonia terangkat, gayanya udah mirip bodyguard merangkap asisten. "Dengerin penjelasan dari Kayla dulu ya."

Hadirin yang ricuh mendadak senyap, semua mata memandang padaku, menunggu penjelasan. Kuhela napas dalam-dalam, mengedikkan bahu.

"Semua berjalan begitu tiba-tiba," tuturku pelan, "Dulu, saat masih jadi mahasiswa, kami pernah dekat, tapi kemudian berpisah, Pak Bara melanjutkan study di Jogya dan memulai karir di sana, sekian tahun lamanya kami ketemu lagi, di sini, dengan posisi dia duda, dan aku masih perawan yang belum terikat dengan siapapun."

serendipity (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang