- |0.1|

222 46 9
                                    

╬╬▣▢▢▣▢▣▢▣▢▣▢▣╬╬

▒▒▔▔ Berbicara ▔▔▒▒

⇓⇓⇓

Happy Reading!

Setiap pertemuan pertama, pasti akan ada yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Secara tidak sengaja, Yanagi hampir terus bertemu dengannya. Gadis yang tidak dekat dengan siapapun, bahkan lelaki itu tidak yakin kalau gadis penyendiri itu memiliki teman. Karena setiap waktu gadis itu akan menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan atau duduk di taman seorang diri.

Bagaimana Yanagi bisa tahu? Apa kini dia berubah profesi menjadi seorang penguntit?

Tentu saja jawabannya tidak. Semakin sering melihatnya, Yanagi cukup tahu dan terbiasa akan tingkah laku gadis itu. Namun, ada yang sedikit mengganjal di hatinya. Tentang reaksi gadis itu saat melihat lawan jenisnya. Yanagi tidak ingin berburuk sangka, tapi dari hasil pengamatannya. Sepertinya gadis mungil itu memiliki masalah tersendiri menyangkut lelaki.

Trauma, kah? Atau ada hal lain?

" Tidak pernah tersenyum ya..." gumamnya sambil melihat sosok gadis itu yang tengah tersenyum ceria bermain dengan kucing. Sudut bibirnya membentuk senyuman simpul. Setidaknya dari sebulan lalu, ini pertama kalinya Yanagi melihat gadis itu tersenyum.

" Siapa yang tidak pernah tersenyum?" sebuah suara mengejutkan lelaki bersurai magenta itu. Dia membalikkan tubuhnya sambil menggaruk pipinya canggung.

" Ah, etto... Tidak ada kok."

Lelaki di depannya hanya menaikkan sebelah alisnya, " Oh, souka." sahutnya seolah tidak ingin menanyakan lebih jauh. " Jangan lupa nanti sore kita kerja kelompok." kata lelaki itu sambil menepuk bahu Yanagi.

" Baiklah." Yanagi menganggukkan kepalanya di sertai senyuman tipis. Setelah lelaki itu pergi, Yanagi menolehkan kepalanya dimana gadis itu sudah tidak ada di tempatnya.

Bel masuk berbunyi, Yanagi segera duduk di tempatnya sambil menghela napas. Dia menopang wajah tampannya dengan tangan kiri.

Rasanya aku seperti menjadi seorang stalker sungguhan.... Pikir Yanagi sambil tersenyum kecil.

. ¦. ¦. ¦. ¦. ¦.

" Aku pulang dulu, ya. Terimakasih makanannya tadi." Yanagi berpamitan kepada pemilik rumah yang tak lain adalah teman sekelasnya.

Lelaki yang memakai setelan casual, di tambah kacamata yang membingkai wajah rupawannya itu berjalan santai menuju rumahnya. Iris sewarna dengan batu ruby itu mengedar ke sekelilingnya.

" Indahnya..." ucapnya yang memandang langit senja saat itu. Yanagi tersenyum kecil, melihat burung-burung yang terbang bebas di lukisan langit yang membentang luas di atasnya.

Tak pernah terlintas di benak lelaki itu, kalau dia akan bertemu dengan gadis yang beberapa minggu terakhir membuatnya penasaran di luar sekolah. Seolah magnet, matanya nyaris selalu menemukan celah untuk memandang gadis yang Yanagi pun tidak tahu namanya.

Kakinya berhenti melangkah, Yanagi mengedipkan matanya melihat satu perempuan yang duduk di taman sendirian. Bukan tampilan yang membuat Yanagi penasaran, tapi ekspresi wajah gadis itu.

Dia menangis?

Tanpa sadar Yanagi berjalan mendekati gadis penyendiri itu.

" Boleh aku duduk di sini?" dengan kesadaran penuh, Yanagi merutuki mulutnya yang tiba-tiba saja mengatakan hal seperti itu. Namun, melihat gadis itu menangis membuat hatinya sedikit iba.

Gadis dengan surai panjang yang selalu menutupi wajah cantiknya itu terkesiap. Dia menghapus jejak air mata di wajahnya cepat, meski Yanagi tetap bisa melihatnya dengan jelas.

" T-te-tentu saja..."

Kedua kalinya bagi Yanagi, mendengar suara lemah seperti cicitan itu. Gadis itu mengambil jarak lagi, jarak yang cukup jauh darinya.

Yanagi tersenyum, meski tahu gadis itu tidak melihatnya. " Terimakasih." ucapnya sambil mendudukkan tubuhnya di bangku itu.

Hening.

Kedua orang berbeda gender itu larut dalam lamunan masing-masing. Yanagi yang bertanya-tanya, dan gadis itu yang dalam zona ketidaknyamanannya.

" Um, kau boleh melanjutkannya... "

Mendengar perkataan lelaki itu, membuat gadis di sampingnya menoleh bingung. Tapi sedetik kemudian, gadis itu menunduk. Dia mengerti maksud lelaki yang tidak dikenal itu.

" Ti-tidak."

Yanagi tersenyum tipis, dia menolehkan wajahnya ke samping." Kenapa? Apa yang membuatmu menangis?" tak seperti Yanagi biasanya, sore itu dia bertanya seolah hal yang membuat gadis itu menangis mengganggu pikirannya.

Gadis itu semakin menunduk dalam, genangan air mulai menumpuk di kelopak mata jernihnya. Bibirnya bergetar ingin mengucapkan sesuatu, tapi tubuhnya menolak. Ada rasa takut juga gugup yang tidak bisa ia ungkapkan kepada lelaki di sampingnya.

Yanagi yang menyadari gerak-gerik aneh itu, akhirnya menyadari. Suatu hal yang selama ini menjadi pertanyaan di otaknya.

" Kau mengidap Androphobia, ya..." perkataan Yanagi mengejutkan gadis mungil itu.

Lelaki itu kembali tersenyum sampai matanya menyipit. " Yang artinya kau punya phobia terhadap laki-laki, kan? Apa aku salah?" pertanyaan sekaligus pernyataan itu mulus keluar dari mulut Yanagi. Beberapa hari mencari tahu, akhirnya lelaki itu menemukan jawabannya.

" B-bagaimana kau ta-tahu?" gadis itu tak bisa menampik rasa kaget ketika lelaki itu mengetahui kondisinya. Kerugian yang ia alami karena phobianya itu cukup mengganggu kesehariannya.

" Kalau begitu, kau menangis karena phobiamu?" seakan mengelak dari pertanyaan gadis itu. Yanagi mengalihkan perhatian gadis yang menunduk di sampingnya.

Tidak mungkin kan Yanagi menjawab 'Karena selama ini aku selalu memperhatikanmu.'. Bisa-bisa dia benar-benar akan di cap sebagai penguntit.

" Hu'um." gadis itu menganggukkan kepalanya sekali.

Lagi-lagi kesunyian menemani. Tak lama, sebelum Yanagi mengucapkan sesuatu yang akan merubah hidupnya dan gadis itu ke depannya.

" Mau ku bantu?"

Gadis itu melihat Yanagi dengan ekspresi tidak mengerti.

" Menyembuhkan phobiamu."

Eh??




















-TBC-

LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang