Lingka pikir kedatangannya ke rumah Samudera akan terasa mencekam, terlebih mendengar nada bicara Bunda Samudera yang terdengar judes, tapi itu cuma pikiran buruk di otak Lingka. Kenyatannya keluarga Samudera jauh lebih ramah dan heboh. Membuat kecanggungan yang sempat merambat itu seketika memudar. Lingka sebenarnya bukan tipe orang yang mudah beramah tamah dengan siapapun. Namun, dalam hal ini berbeda.
Sebisa mungkin Lingka berusaha mengendalikan rasa gugupnya dihadapan Bunda Samudera. Seperti sekarang, gara-gara Samudera yang bercerita panjang lebar kalau Lingka pintar sekali memasak membuat Lingka terjebak dalam dapur untuk mengajarkan Arin—Bunda Samudera—memasak Ayam bacem seperti buatan Ibu di rumah.
Sedangkan Samudera sudah menghilang dibalik tangga.
"Kamu udah berapa lama deket sama Aru." Suara Arin terdengar di samping Lingka. Satu fakta yang Lingka tahu kalau Samudera di rumah lebih sering dipanggil Andaru atau Aru, tadi ia sempat kebingungan mendengar seluruh anggota keluarga yang memanggil-manggil Samudera dengan nama Aru.
"Belum lama Bun, baru tiga bulan." Rasanya awkward sekali berada dalam satu ruangan bersama Bunda Arin. Ibu tiga anak yang masih terlihat muda itu juga menyuruhnya memanggil dengan sebutan 'Bunda'
"Pacaran?" Tanpa mengalihkan tatapan dari ayam yang sedang dicuci, Arin bertanya.
"Enggak Bun," balas Lingka pelan.
"Bagus, enggak usah pacaran dulu. Fokus belajar yang bener ya." Meskipun dengan senyum yang terpasang di bibir Arin, tapi Lingka bisa merasakan ada aura berbeda di sana. Lingka hanya mengangguk saja, lagipula siapa juga yang mau jadi pacar Samudera.
Suara langkah kaki terdengar diikuti sosok Samudera muncul. Cowok itu sudah berganti pakaian menggunakan kaos hitam dan celana selutut.
"Pemandangan masa depan nanti." Samudera berceletuk setelah mendudukan diri di kursi dapur.
Degusan Arin terdengar. Membawa piring berisi ayam bacem buatannya bersama Lingka ke atas meja. "Masa depan-masa depan, sekolah yang bener."
"Lah iya sekolah sambil mikir masa depan." Tangan Arin mengacak gemas rambut putra sulungnya.
"Bunda," pekik Samudera.
"Apaan ya teriak-teriak." Semua mata langsung terfokus pada sosok yang tiba-tiba muncul.
Arsyad datang bersama anak kecil dalam gendongannya. Melihat keributan yang diciptakan Istri dan anaknya bukan hal asing. Mata Arsyad beredar, dahinya berkerut melihat sosok asing di ada di tengah-tengah keluarganya.
Samudera terlihat mengusap rambutnya dengan wajah masam.
"Dia siapa?" Pertanyaan dari Arsyad membuat Samudera tersadar.
"Kenalin Yah, Lingka temen aku." Lingka hanya mempunyai tersenyum tipis, yakin kalau sosok pria yang bertanya adalah Ayah Samudera.
Arsyad menganggukkan kepala. "Temen apa temen?" Ada nada menggoda di ujung pertanyaan. Arin mendengus kemudian berlalu.
Samudera tak membalas Ayahnya, ia justru beralih pada sosok bocah perempuan yang berada di gendongan Ayahnya. Nala—adik kedua Samudera yang baru berusia empat tahun—Samudera mengambil alih Nala.
Bocah itu menurut memeluk erat Kakaknya. Samudera menghujami Nala dengan ciuman gemas. "Kakak kangen sama kamu gemoy."
Nala terkikik geli. "Aku juga kangen Kakak."
Arsyad tertawa pelan."Sana kangen-kangenan sama Kakak." Setelahnya Arsyad beranjak meninggalkan ketiga orang itu.
Perhatian Samudera beralih pada Lingka begitupun Nala. "Ini adek gue yang paling bontot, namanya Nala. Ada lagi satu adek gue nomor dua namanya Angkasa, tapi dia enggak ikut ke sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Lingka! [ON HOLD]
Teen Fiction[Follow dulu baru bisa baca] Banyak yang bilang kalau Lingka itu menyeramkan, putih pucat, berambut panjang berantakan dan penghuni taman belakang yang terbengkalai. Tak ada yang berani mendekat. Awalnya hidup Lingka damai meksipun tanpa teman, samp...