"Beri tepuk tangan yang meriah untuk pasangan yang berbahagia ini!" seru MC yang sedang berdiri di samping kita.
Aku, seorang gadis bernama Raya Aikko Putri Ganendra yang baru berusia 17 tahun telah menyandang status baru yaitu menjadi seorang tunangan. Tentu saja tunangan dari teman masa kecilku. Dia Dafandra Alden Endrawira. Teman semasa kecil dulu yang merangkap menjadi tetanggaku. Dan juga, Dafa itu adalah cinta pertamaku. Shhttt.... jangan bilang ke siapa-siapa ya, entar Raya malu hehehe.
Awalnya aku kira kedua orang tuaku hanya bercanda saat Dafa datang ke rumah berserta kedua orang tuanya. Namun, kedua orang tua kita bilang jika mereka serius ingin menjodohkan kita berdua. Sempat kulihat ekspresi wajah milik Dafa yang ternyata juga sama terkejutnya denganku. Dan seminggu setelahnya, adalah hari pertunangan kita. Dan hari itu adalah hari ini.
Aku menyenggol lengannya sedikit, bermaksud ingin mengingatkan. "Fafa, senyum dong. Dilihatin banyak orang loh ini."
Ya, Fafa, aku suka memanggilnya dengan sebutan Fafa, sedangkan Dafa suka memanggilku dengan Yaya. Itu adalah nama panggilan kita dulu saat masih kecil. Lucu kan kita hehehe.
Dafa menoleh, tak berapa lama dia hanya mengernyitkan alisnya ke atas. Membuatku mendengus kesal. "Iya senyum. Gini nih, nih senyum namanya," kataku menarik kedua sudut bibirku, mempraktikkan sebuah senyum lebar, hingga membuat gigi kelinciku terlihat.
Senyumku tak bertahan lama, saat tangan kanan milik Dafa mendarat tepat di depan mulutku. Aku mendongak ke atas, merasa kesal saat kudapati wajahnya yang masih datar, tanpa ekspresi.
"Nggak usah senyum," ujarnya terdengar tegas. Aku terdiam begitu lama, kenapa sih Dafa itu tidak pernah senyum. Padahal senyum itu termasuk ibadah kan?
"Masa Yaya, harus kelihatan sedih? Kan ini hari spesial buat aku," ujarku sedikit kesal dan berharap jika Dafa juga berpikiran yang sama sepertiku.
"Biasa aja."
Perkataannya memang sederhana dan terdengar tak peduli, namun sangat menyakiti hatiku. Inilah yang kutakutkan selama seminggu ini. Rasa takut yang hanya berdasarkan persepsiku sendiri. Mungkin, aku tergolong gadis yang nekat karena mencintai seseorang yang sangat dingin bahkan tak pernah terbuka dengan diriku.
"Em, mau minum? Entar gue ambilin," tanya Dafa membuatku segera menoleh ke arahnya. Tanpa kusadari aku tersenyum lebar, mendengar tawarannya.
"Susu kotak rasa coklat!" ajuku bersemangat. Memang saat aku merasa kesal, aku selalu minum susu kotak. Dan rasa yang menjadi kesukaanku adalah rasa coklat.
Dafa tak menjawab, hanya kedua matanya yang memandangku semakin tajam.
"Ini di pesta, Yaya. Nggak ada yang namanya susu kotak. Kalo mau entar pulang, gue beliin."
"Tadi nawarin," cibirku kesal dan Dafa hanya berdecak.
"Mau minum apa?"
"Nggak jadi. Mau pulang aja," jawabku cepat. "Gendong...." rengekku.
"Pestanya belum selesai, jangan rewel."
Aku melipat kedua tanganku didepan dada, memalingkan wajahku darinya. "Yaya udah bosen. Mau pulang. Pokoknya pulang,"
"Nggak bisa, Yaya. Nurut!" tegas Dafa membuat bibirku terlipat ke dalam. Jika sudah seeprti ini, mana bisa aku melawan lagi.
"HEI, KALIAN!"
Teriakan seseorang membuatku mendongak, aku tersenyum lebar saat melihat dirinya yang sedang naik di atas tangga. Tanpa sadar aku berlari ke arahnya. Merentangkan kedua tanganku ke depan. Aku langsung melompat memeluk dirinya. Dan untung saja dia sudah siap dengan aksiku ini.
"Kak Gavin, Raya pengen pulang. Raya pengen pulang. Pokoknya mau pulang," rengekku yang terendam oleh tubuhnya yang tinggi. Orang yang sedang aku peluk ini adalah Kak Gavin, kakak kandungnya Dafa.
Kak Gavin segera melepas pelukanku, "Hei, ada apa? Kok minta pulang. Pestanya belum selesai loh."
Aku mendongak ke atas. Terdiam beberapa saat setelah melihat senyum menenangkan milik Kak Gavin. Kadang aku merasa heran, Kak Gavin adalah orang yang memiliki kepribadian yang lebih ramah dan murah senyum. Tapi kenapa Dafa memiliki kepribadian yang dingin dan pendiam? Bahkan kedua orang tuanya tak ada yang memiliki sifat seperti Dafa. Tapi, bagaimanapun juga, aku tetap cinta kepada Dafa. Entah mengapa, Dafa memiliki pesona khusus dan berhasil membuatku terpesona.
"Raya kesel sama Dafa," aduku yang menunjuk ke arah Dafa.
Kak Gavin hanya menggeleng, kemudian menarik tanganku, membawa ke arah Dafa berada. Segera aku berontak, melepaskan tangan kanannya Kak Gavin yang memegang erat pergelangan tanganku.
"Nggak mau Kak, Raya nggak mau. Raya mau pulang. Huaaa.... Papi, Mami"
Cengeng? Biarkan saja. Aku memang sangat kesal dengan Dafa. Mungkin hanya untuk kali ini.
"Nah, kalo udah punya tunangan, cocoknya berdiri di sini," kata Kak Gavin, yang sudah menempatkan diriku di tempat semula. "Nggak usah nangis, entar jelek loh, kayak badut."
Aku menunduk diam saja, tak menanggapi perkataannya Kak Gavin. Mendengar Kak Gavin yang sedang berbiacara dengan Dafa, aku acuhkan saja. Masih merasa kesal dengan Dafa.
"Ya udah, gue turun dulu ya, Daf, Raya nya dijaga," kata Kak Gavin membuatku mendongak. Membola saat melihat Kak Gavin berjalan menjauh.
"Kak Gaviinn...." panggilku merengek ingin mengejarnya. Aku tak mau ditinggal berduaan lagi dengan si kutub itu. Saat aku ingin malangkah, tangan besar menahan bahuku.
"Udah diem di sini bentar. Entar gue beliin susu kotak yang banyak," ujar Dafa yang sukses membatalkan niatku semula. Membuatku langsung tersenyum senang.
"Janji?"
"Hmm."
Aku tersenyum mendengar balasannya. Hingga akhirnya, kita berdiri di atas panggung sampai acara selesai. Bagaimana aku tak jatuh cinta kepadanya, saat dia tahu segala hal yang bisa membuat moodku membaik lagi. Dan sebenarnya, ini adalah hari terbaik untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIELO [TERBIT]
Novela Juvenil"Cinta tak selalu dilambangkan dengan bunga mawar, tetapi bisa juga dengan langit" CIELO diambil dari bahasa Italia yang berarti "langit". Memiliki banyak makna termasuk keabadian cinta didalamnya. Warnanya yang menenangkan ternyata berefek member...