Appointment 11

343 65 7
                                    

Memory

Shen Wei , 8 tahun

Anak laki-laki tampan dan lucu itu tidak tahu hendak pergi ke mana. Dia ingin menemui ayahnya, tapi ia kebingungan dan sendirian di jalan raya yang ramai dan menakutkan.

Gerimis mulai turun sore itu. Shen mengawasi tetesan air hujan jatuh di kap-kap mobil yang berlalu lalang.
Dia memegang tali ranselnya erat-erat.

Titik-titik air hujan semakin membesar hingga akhirnya menjadi hujan deras. Menerjang pepohonan, mengaburkan cahaya lampu dari kendaraan.

Shen memicingkan mata ke arah hujan, nampak penuh tekad. Berusaha mati-matian melihat ke sekitarnya.

Setahunya, untuk mencapai rumah kakek dan nenek, dia harus naik bus. Tapi ia tidak ingat jelas bus yang mana. Dia hanya ingat samar-samar bahwa di badan bus itu terpampang foto Andy Lau dalam ukuran besar sedang memegang kaleng minuman.

Shen mengepalkan tangan dan berjalan menembus hujan, dia merasa yakin bahwa lampu tanda penyebrang jalan sudah menyala, maka ia nekad menyebrang.

Tiba-tiba terdengar suara berisik yang menyakitkan telinga. Bunyi klakson panjang dari arah samping.

Mata Shen buta sesaat oleh tembakan cahaya menyilaukan. Dia spontan menutup wajah, meringkuk karena takut.

Dia tidak bisa mengingat jelas peristiwa itu. Yang dia ingat beberapa jam berikutnya adalah nuansa putih di sekitarnya.

Shen berada di rumah sakit, entah siapa yang membawanya kemari, dan atas alasan apa.

Kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Kilasan peristiwa bagaikan benang kusut yang sulit terurai. Hanya ada satu bayangan samar berdiri di dekatnya, tepat di samping ranjang rumah sakit yang serba putih.

Berdiri tegak, seorang pria setengah baya berwajah ramah mengembangkan seulas senyum padanya.

Dia tidak mengenal pria itu, dan pria itu juga tidak mengenal Shen Wei, karena ia mendengar pria itu bertanya.

"Siapa namamu, Nak?"

Shen Wei mengedipkan mata lemah.

"Aku Shen Wei." Dia bersyukur masih mengingat namanya di saat tak ada satu pun memori berkesan yang melintas.

Jalanan basah disiram hujan.

Sendirian, tersesat.

Rasanya dia sudah menjelma jadi anak malang yang sering menjadi tokoh utama dalam kisah dongeng anak-anak.

Tetapi, anak malang dalam dongeng selalu berakhir bahagia dan menemukan kisah cinta yang indah dan pasangan yang sempurna.

Bagaimana dengan dirinya?

Pria itu tersenyum lebih ramah lagi, berusaha menawarkan kesedihan dalam hati Shen kecil.

"Di mana rumahmu? Orangtuamu?" dia bertanya lagi.

Shen Wei menggeleng, tak tahu harus menjawab apa. Air mata perlahan menggenang, menetes di wajahnya yang pucat.

"Kau tersesat?"

Shen Wei mengangguk samar.

Pria itu menyentuh kening Shen, dari sikapnya yang lembut, jelas sekali dia menyukai anak yang tersesat ini.

"Kau nyaris tertabrak mobilku di jalanan. Untunglah kau tidak mengalami luka serius. Jika kau tidak memiliki tempat untuk pulang, bagaimana kalau kau ikut denganku?"

Shen Wei terperanjat, dia tidak percaya ada orang yang menginginkannya, setelah dicampakkan oleh orang tuanya sendiri yang tercerai berai dihempas gelombang frustasi.

𝐌𝐲 𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐢𝐚𝐭𝐫𝐢𝐬𝐭 (𝐆𝐮𝐚𝐫𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐅𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang