Identity Clue 7: Challenge

0 0 0
                                    

Aku duduk di bawah hujan. Argh, kenapa aku tidak bawa payung?! Aku jadi harus menunggu kurang lebih 15 menit menurut perkiraanku sampai hujan selesai. Udara sejuk sekali, aku bahkan tidak segan untuk melepas jaket yang kukenakan, membiarkan angin semilir melewati tiap helai rambutku perlahan. Nikmat yang harus kita nikmati selagi gratis. 

"Ah, halo.. kenapa dengan kalian? Kenapa tidak bisa bertemu terus? Sudah 5 tahun, lho.." aku mengangkat telepon dari Maia dan langsung membuka suara. Aku rindu mereka. Aku kesepian dan tidak ada teman di sini. Tapi sayangnya aku hanya bisa menanyakan kenapa kita bertiga tidak bisa bertemu. Menyebalkan. 

"Ah, aku sedang sibuk, ada wawancara buku baru, buku ke 15, hehe.." Lyara nyengir lebar, sepertinya dia sungguh-sungguh, aku bisa melihat beberapa flash karema yang membuat layar panggilannya kedap-kedip menyilaukan. Aku hanya menghela nafas pelan, tapi tersamarkan oleh suara hujan. Syukurlah. Tapi sepertinya ada seseorang lagi yang menyadarinya. 

"Aku.. ada pertemuan untuk, pokoknya aku juga sibuk kalau kau tahu." Potong Maia, layar panggilannya tidak seramai dan sesilau Lyara dan tidak teduh seperti aku yang duduk di bawah hujan. Tenang. Seperti kepribadiannya yang entah.. tenang atau diam. Keduanya sulit dibedakan. "Kau, cepat lakukan yang harus kau lakukan dan jangan terlalu banyak menghela nafas."

"Ah, o.. oke, ah! Hujan sudah berhenti, aku tutup, ya.. dah!" Aku tersenyum pahit. Sekarang aku sendiri lagi. Bersama pikiranku yang mulai mengkhawatirkan banyak.. hal. 

Buku kelima belas? Lyara? Apa ini? Yang aku khawatirkan tempo waktu itu benar-benar terjadi, apa kekhawatiranku yang lain segera terjadi.. juga?

Di depanku ada genangan air yang cukup dalam dan bersih juga jernih. Tanpa disadari, kota dan kampusku sangat bersih, jalan rayanya saja kalau digenangi air tidak butek seperti air kali. Aku terdiam, menatap diriku lewat pantulan air. Diriku yang tengah berdiri tanpa tujuan, tapi banyak pikiran aneh dan tidak penting dan hanya mengikat kakiku untuk tetap diam di tempat. Diriku yang tidak pernah maju dan baru menyadarinya setahun lalu, ketika "mungkin saja" kesempataku untuk melangkah akan hilang. 

Tetesan air hujan membuat genangan air itu bergerak dan membentuk gelombang-gelombang. Sebentar, aku melihat sesuatu. Aku berjongkok dan melihat seekor semut yang tengah membawa temannya yang.. mati mungkin, ia tidak bisa melewati genangan air yang besar dan dalam ini, betapa beruntungnya dia tiba-tiba ada sehelai daun kecil, sangat kecil jatuh ke depannya, lalu tanpa ragu ia melompat sambil membawa temannya yang mati itu. 

Mudah sekali, itu yang kupikirkan sampai ada sebuah insiden yang cukup mengerikan bagi semut kecil itu. Oh tidak! Ia terpeleset dan jatuh ke genangan, sedangkan daun dan temannya yang mati itu sudah berlayar jauh darinya karena hembusan angin kecil. Semut itu nampak panik, tiba-tiba ia terdiam kaku. 

Apa dia mati? Apa yang harus kulakukan? Aku hanya menonton saja daritadi. 

Tidak. 

Dia diam agar bisa mengambang dengan tenang dan tidak tenggelam. Lalu ia membiarkan angin meniupnya perlahan karena ia tidak bisa berenang mungkin. Cerdas sekali. 

Aku terdiam. Semut saja bisa bertahan dari genangan kecil ini. 

Bagaimana denganku? Aku bahkan belum masuk ke genangan itu, aku hanya ketakutan melihat dalamnya genangan itu dari pinggiran. 

Ternyata semut itu bernasib sama denganku, dia sendirian dengan temannya yang sudah mati. Aku sendirian dengan mentalku yang sudah terpuruk duluan. 

Aku harus mengatasinya sendirian tanpa bergantung pada siapapun. Aku harus yakin pada diriku sendiri. 

Dan dengan itu tantangan pertama bahkan seterusnya mampu kulalui, meski itu tidak mudah. Masih banyak yang bisa dan harus kulakukan. Waktu tidak akan berhenti meski aku memintanya berhenti sampai nangis darah. 

Trust and DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang