33: Loving You is a Lossing Game

1.9K 293 116
                                    

Tak lantas turut pulang bersama rekanannya yang lain, Sehun memutuskan untuk sejenak menghuni ruang latihan. Alibinya adalah untuk menuntaskan gerakan tarian yang masih belum bisa ia kuasai sebab sepanjang latihan hari ini pikirannya terkencar-kencar.

Duduk ia di salah satu sudut, menyandarkan punggung pada kaca besar yang mematri di dinding. Pandangannya terpaut pada layar ponsel yang ia genggam, yang mana menampilkan sebuah tayangan konser yang diadakan baru-baru ini.

Mengambil dua buah Ipod dan memasangnya pada kedua telinga, jemari Sehun mengetuk ikon putar. Layar menampilkan sosok gadis dalam balutan gaun yang begitu anggun, duduk di atas ayunan dengan sebuah microphone di tangan. Alunan melodi lagu menyapa lebih dulu, kemudian disusul suara merdu nan mendayu.

Tak butuh banyak waktu untuk Sehun mampu menangkap makna di balik serentetan lirik. Kepedihan jelas mendominasi suasana yang hendak dibangun oleh sang penyanyi solo. Mendadak Sehun ditubruk terka akan apakah sebetulnya lagu bertajuk Gone itu ditujukan untuknya?

Iya atau tidak, Sehun jelas tak tahu pasti. Tak juga ingin terlalu perduli.

"Sehun-ah!"

Kehadiran seseorang yang menyembul dari balik pintu ruang latihan seketika membuat Sehun mengakhiri aktivitas yang tadi sempat menghantarkan sekelumit rasa di dada. Ia bangkit usai mengantongi ponsel juga Ipod-nya.

"Sudah selesai latihan?"

Gadis bersurai hitam legam itu mengangguk bersama senyuman menanggapi pertanyaan Sehun. Menutup pintu ruangan, keduanya pun berlalu, berjalan sejajar menyusuri lorong gedung agensi.

"Mau makan di tempat biasa?" Kali ini Irene bertanya. Sehun menoleh sejenak, lalu menanggapi, "Boleh."

Sebetulnya ia cukup lelah dan ingin segera pulang ke asrama sekarang. Itu niatnya sebelum Irene meminta ditemani makan malam. Meski sudah berbulan-bulan lamanya, Sehun masih juga dibuat segan ketika merasakan genggaman tangan Irene mengapit jemarinya.

Restoran langganan Sehun. Tempat itu menyimpan kenangan yang kerap kali menghantu saat Sehun mendatangi. Ia teringat bahwasanya, dulu ia sering berkunjung kemari bersama Rosé. Setiap berbendaan di sana merekam canda juga tawanya bersama Rosé dengan sangat elok dan menyajikan reka ulangnya ke dalam benak Sehun tanpa berkesudahan.

Usai mengantarkan Irene ke kediaman gadis itu, Sehun langsung bergegas pulang. Mandi dan menggulung diri dalam selimut lalu terlelap adalah niatnya paling sempurna. Namun realitanya, ia terdiam dengan dua bola mata yang masih terbuka dalam pembaringan di atas ranjang.

Sebuah buku kumpulan puisi yang teronggok di atas nakas, Sehun kemudian meraih itu dan ia baca lembaran-lembaran di sana usai mengambil posisi duduk bersandar pada ranjang. Itu adalah buku pemberian Rosé di hari ulang tahunnya dulu, Sehun masih ingat jelas akan Rosé yang menyanyikan sebuah lagu dengan kelewat merdu, lalu sebuah kecupan hangat di kening yang Sehun berikan pada gadis itu, dan juga sosoknya yang berjalan anggun memberikan hadiah padanya yang kala itu berdiri di balkon restoran.

Buku ditutup. Sehun menarik napas dalam. Menyambar ponsel, hal yang pertama Sehun lihat adalah wallpaper yang menampilkan fotonya pada saat malam penerbangan lampion di Jeju. Foto itu diambil oleh Rosé, sudah berbulan-bulan lamanya tapi Sehun masih sebegitu ingat momen kebersamaan penuh suka cita sebelum akhirnya semesta membubuhkan jarak di antara mereka.

Membuka laci nakas, Sehun menemukan beberapa lembar foto polaroid. Yang paling usang adalah fotonya dengan Rosé di sebuah studio foto kuno kala itu. Kemudian, yang kini menjadi objek tatap Sehun cukup lama adalah sebuah foto yang menampilkan dirinya berdiri di samping sosok Rosé yang mengenakan hanbok. Satu lagi, foto yang diambil oleh Rosé tanpa sepengetahuannya: menampilkan punggungnya yang kala itu tengah berdiri memandang pekat malam di atas jembatan.

FAKE: The Scandal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang