Lebih baik berjuang untuk menuju puncak bersama daripada menunggu sebuah perjuangan di atas puncak sendirian.
-Bintang Gayfano
Turnamen basket telah usai, itu artinya 7 hari setelahnya adalah hari olimpiade dilaksanakan.
Sebelumnya, Bintang dan Bulan sudah belajar sendiri-sendiri. Dan hari ini, tepat satu hari sebelum hari olimpiade, keduanya berjanjian untuk belajar bersama lagi.
Dua orang seumuran itu sudah duduk manis di kursi beton yang tersedia di taman dekat sekolah. Keduanya memilih tempat ini karena setiap sore suasananya lebih tenang, dan para anak kecil lebih memilih bermain ke taman seberang karena tempatnya kidsable banget.
"Empat kali phi, tiga koma empat belas. Dua belas koma lima enam, itunya lima... dikali... hasilnya enam dua koma delapan puluh." Bulan bergumam menghitung jawabannya pada latihan soal.
"Tang, nomor delapan hasil lo enam dua koma delapan puluh bukan?"
Bintang yang juga tengah fokus mengerjakan latihan soalnya mengangguk setelah mengecek jawaban miliknya sendiri. "Enam dua koma delapan, Lan."
Bulan menoleh dan mengangguk. "Iya, nol nya kan disingkirkan."
Bintang mengangguk. Membenarkan jawaban gadis di sebelahnya itu.
"Lan, spil nomor sembilan."
"Bentar, gue baru nulis yang nomor delapan."
"Hm... Titik A nol koma empat dicerminkan berurut-urut terhadap garis X tiga, dan garis Y satu. Maka bayangan titik A adalah...."
Bulan yang sudah selesai mencatat soalnya menimbrung, membantu Bintang yang kesulitan. "Ck. Itu mah pelajaran kelas sembilan!"
"Iya... gue bingungnya tuh bagian ini, loh. Peletakan angkanya, gue lupa." Bintang menunjuk yang ia maksud.
Bulan mengangguk paham. Setelah itu ia mengajari Bintang, membuat materi yang katanya Bintang lupa jadi dipelajari lagi dan dapat dimengerti.
"Oh... iya iya...."
Pasalnya... olimpiade yang seharusnya mereka lakukan itu fisika. Namun, minggu kemarin diganti mendadak oleh Bu Ina karena katanya Ana kesulitan jika memahami ulang materi-materi matematika, dan bersedia jika diganti fisika. Padahal, fisika dan matematika tak beda jauh. Namun, lagi, kemampuan setiap orang itu berbeda-beda bidangnya.
Jadilah karena Ana kesulitan, dua orang itu mengganti dan mendaftar ulang nama mereka. Jika sebelum-sebelumnya mereka belajar fisika, maka kali ini mereka belajar matematika. Saling membantu dan bertoleransi.
Setengah jam berlalu, Bintang dan Bulan setuju untuk beristirahat sejenak. Mengisi ulang perut mereka dan memanjakan mata karena sedari tadi melihat rentetan soal ber-angka.
Tadi sebelum pergi ke taman untuk belajar, keduanya pergi ke kantin sekolah yang kebetulan belum tutup untuk membeli makanan dan minuman. Capek, seharian sudah belajar, dan harus belajar ekstra untuk olimpiade mereka.
Bintang membuka box chiken katsu nya, menuang saos, membaca doa, dan mulai menyantap makanannya. Sama hal nya dengan Bulan, ia membuka bungkus snack nya dan memakannya. Bulan memilih membeli snack karena perutnya masih merasa kenyang setelah ia makan berat saat jam makan siang tadi. Berbeda dengan Bintang, ia tak bisa istirahat karena masih harus mengurus formulir pendaftarannya dan Bulan.
"Perasaan kalo kita ketemu makan mulu," ujar Bintang ditengah-tengah makannya.
Bulan mengangguk kecil, menyetujui ucapan Bintang dengan mulutnya yang tak berhenti mengunyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patrick and Sabit
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca] "Fiks, no debat. Lo pacar gue, Bulan Anastasia." "Heh, ngaco ya lo!!!" Bulan Anastasia, gadis cantik yang selama 10 tahun terakhir ini menyibukkan diri untuk mencari sahabat kecilnya. Hingga tak sadar jika sifatnya b...