Brengsek!

12 6 0
                                    

"Kabari kalau mau dijemput. Nanti asisten ku yang jemput. Hari ini aku ada meeting." katanya sewaktu aku hendak melepaskan sabuk pengaman dan membuka pintu. "Enggak perlu!" jawabku dan membanting pintu mobilnya.

               ****

Aku berjalan menuju ruangan HRD. Pram memberhentikan langkah ku.
"Siap-siap yah. Jam 12 siang kita meeting di Restoran Melati. Berkasnya ada dimeja yah."
"Hah? Aku langsung diajak meeting?" tanyaku mengikuti langkah Pram.
"Iya Naya. Sekarang kamu jadi sekretaris saya. Patuhi apa yang saya perintahkan." katanya. "Panggil saya Bos." sambungnya.
"Bos? Bosok? Hahaha..." ledekku. Pram langsung berhenti dan memicingkan matanya.

                        ****

Di Restaurant. Aku dan Pram menunggu klien kami. Sudah pukul 12:15 Wib. Klien kami belum datang. Tiba-tiba handphone ku bergetar.
"Dari siapa?" tanya Pram.
"Sepupu ku." jawabku memberitahu nama si pemanggil. Untung saja aku tidak mengubah nama Rizki menjadi my dear, my husband atau lainnya. Melainkan sepupuku.
"Kamu udah mau pulang nggak?" tanyanya dari handphone.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh." kataku. Pram tersenyum melihatku.
"Kalau udah mau pulang kabari yah! Aku lagi mau meeting ini." Suaranya terdengar lebih jelas. Aku melihat Rizki ada di hadapanku. Dia juga terkejut melihat ku. Kami sama-sama terpelongo.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh." kataku sembari menutup handphone ku dan kumatikan. Rizki melihatku. Dia pun bersalaman dengan Pram. Dan aku hanya mengatupkan kedua tanganku. Mereka semua tersenyum melihatku.
"Alim yah." kata Rizki. Pram tersenyum mendengarnya.
"Dia sekretaris baru ku, Ki." kata Pram.
"Oiya? MasyaAllah." katanya.
"Maaf yah, Ki. Tiga hari setelah kamu menikah, aku mengajakmu meeting. Maaf juga tidak bisa hadir dipernikahan mu." kata Pram. Aku langsung terperangah. Pram mengenali Rizki karena sering bekerja sama dengan Perusahaannya. Astagfirullah, bisa kacau jika Rizki memberitahu kalau aku sudah menikah.
"Tak masalah. Kita mulai aja yah." jawabnya dengan penuh wibawa. Dua puluh menit kemudian setelah berdiskusi, suara azan berkumandang. Rizki melihatku yang sudah tidak fokus karena suara azan.
"Sebaiknya meeting ini kita lanjutkan setelah sholat zuhur saja." katanya. Pram juga menyetujui. Aku permisi untuk sholat zuhur. Sementara mereka bertiga menyantap makanan. Selesai aku sholat. Mereka juga sudah selesai makan. Rizki mengetahui aku belum makan.
"Mbak kalau mau makan yah makan saja. Meeting akan kita lanjutkan dua menit lagi." katanya.
"Maaf Pak. Tidak perlu menawarkan makanan jika memberi pilihan yang bukan pilihan yang tepat." jawabku. Dia malah tersenyum. "Maaf, Mbak. Maksudnya dua puluh menit." katanya lagi. Pram mengisyaratkan agar aku segera memesan. Rizki menjauh dari meja makan kami. Dia mendekati meja makan nomor 087. Aku melihat ada beberapa wanita yang tidak berhijab dan berpakaian seksi. Rizki duduk bersama mereka.
'Menjijikkan' batinku dalam hati.
"Rizki, sedang menemui teman istrinya." kata Pram yang mengetahui aku yang terus melihatnya.
"Kamu jangan melirik Rizki seperti itu, Nay. Dia sudah punya istri." kata Pram. Batinku ini anak tidak tahu bahwa akulah istrinya Rizki. Kemudian Rizki kembali duduk bersama kami dengan matanya yang merah. Aku memperhatikannya dan mendengar suaranya yang seperti orang habis menangis kemudian disimpan dalam hati agar terlihat tegar di hadapan aku dan Pram serta asistennya. Aku juga melihat bekas tamparan ku yang masih bisa terlihat meski sudah samar. Tak berlangsung lama, Rizki izin pamit karena ada keperluan mendadak dan menyuruh asistennya untuk melanjutkan meeting ini. Dia pergi tanpa melihatku. Pergi begitu saja bersama para wanita seksi tadi. Mataku terus menyorotinya sampai para wanita itu masuk ke dalam mobilnya. Pram langsung memberi isyarat kepadaku agar tetap fokus.

****

Aku pulang setelah sholat ashar. Pram mengingatkan ku untuk tidak begitu kepo dengan Rizki. Aku juga harus datang pukul 07:00 Wib sudah berada di kantor. Aku pulang dengan anggkutan umum. Sampai di rumah, garasi mobil kosong. Rizki belum pulang hingga larut malam dia belum pulang. Aku tertidur di atas sofa ruang tamu. Selamat tinggal di rumah tante Sindi, aku tak pernah membuka hijab ku. Jam 1 malam, Rizki membangunkan aku. Badannya bau alkohol. Aku yang tidak suka terus saja memarahinya dan menceramahi. Semua itu hanya dianggap omong kosong oleh Rizki. Setiap malam dia selalu begini. Hingga tak sengaja aku meminjam kamar mandinya. Apa yang aku lihat. Di kamar mandinya ada beberapa alat hisap untuk obat terlarang. Aku bisa tahu, karena semasa perkuliahan aku mengikuti organisasi BNN. Aku sangat jijik dengan Rizki. Hal ini tidak diketahui oleh Bunda dan Adiknya. Aku membakar semua obat-obat terlarang itu. Malam harinya, Rizki pulang dengan rambut yang acak-acakan. Dia hendak ke kamar mandi. Melihat tidak ada lagi obat-obat terlarangnya. Dia membangunkan aku.
"Nay, Nay, bangun. Naya!"
"Kenapa?"

Balai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang