10. Mencoba Mengekang, Lagi

2 0 0
                                    

Hai!
Makasih udah singgah di cerita Rasta dan Rowena. Semoga kalian menikmati cerita mereka
>_<

-----------------------------------------------------------------

"Kau yakin ingin pergi sendiri? Jika kau mau menunggu sampai besok, aku akan meluangkan waktu untuk menemanimu"

"Tidak perlu Ras, lagi pun tidak banyak yang ingin kuambil, hanya beberapa foto dan benda pribadiku saja"

"Troy akan mengantarmu Wena, jangan pergi sendirian"

"Tak usah Ras, demi Tuhan aku bukan anak kecil. Tidak akan lama, sebelum petang aku sudah ada di rumah"

"Yasudah kalau begitu, kau ini keras sekali. Pakai mobil warna putih yang ada di garasi, mobilmu sedang dalam perawatan, nanti Troy yang memberi kuncinya"

"Waahh, terima kasih, hehe..."

Hari ini aku memutuskan untuk menutup tokoku sebab aku ingin pergi ke rumah lamaku.

Selain karna ingin mengambil beberapa barang, aku juga sekalian ingin mengecek keadaan disana mengingat aku meninggalkan rumah itu tanpa rencana sama sekali.

Aku baru meminta izin kepada Rasta saat sarapan, terlihat sekali dia terkejut karna rencana dadakanku ini.

"Sudah dapat apa yang dimau barulah tertawa, dasar Rowena..."

"Apaaa? Tidak sukaa? Marahh?"

"Tidak, biasa saja..."

"Bohong sekali, wajahmu terlihat kesal begitu"

"Yasudah. Aku berangkat, jika sudah tiba di rumahmu kabari aku, jika sudah pulang kabari juga"

"Yes sir!"

Rasta terkekeh melihat posturku yang sedang memberi hormat kepadanya. Lalu mengelus puncak kepalaku dan menarik tubuhku agar mendekat.

Dan satu kecupan kembali mendarat di keningku sebagai isyarat bahwa kami sebentar lagi akan berpisah pagi ini.

"Hati hati, ya?"

"Kau juga... Hati hati"

----

Rumah ini masih seperti dulu, namun kehangatannya sudah tidak dapat kurasakan lagi semenjak Ibu tiada.

Kepergian Ibu serta merta membawa separuh kehidupanku. Kini, merindukannya sudah menjadi rutinitasku tiap harinya.

Kuambil beberapa bingkai fotoku bersama Ibu, saat aku bayi, mulai berjalan, hari pertama aku bersekolah, sampai hari kelulusanku. Dan yang paling aku pandangi dengan lekat adalah foto di hari pertamaku bekerja.

Rasanya baru saja kami berpose didepan meja kasir tempat Ibu biasa menyambutku saat aku mendatanginya di toko.

Air mata yang sejak tadi menumpuk di pelupuk mata akhirnya berjatuhan juga. Aku tak kuasa menahan kepedihan ini lagi.

Rasanya sebagai anak, aku tidak seberguna yang seharusnya. Sejauh apapun aku memikirkannya lagi.

"Bu, maaf, Ro tidak bisa menjadi anak yang berguna untukmu.."

"...Ro,...hiks..."

"Tidak berguna...hiks..."

"Sampai akhir pun,"

"Ro tidak bisa diandalkan..."

Kutumpahkan semuanya disini, yang kupendam beberapa bulan terkahir ini.

Rasanya sesak, namun bersama dengan itu, ada kelegaan yang kurasa karna akhirnya aku bisa melampiaskan rasa sesak ini.

Hari ini aku hanya ingin sendiri, menjadi diriku sebelum hari ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kita Rasa dan PercayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang