Keputusan Ana

34 14 53
                                    

Paginya Rangga benar benar pergi, tidak memberikan kabar sebelum aku bangun dari tidurku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paginya Rangga benar benar pergi, tidak memberikan kabar sebelum aku bangun dari tidurku. Perasaanku marah terhadap dirinya, benci kepadanya. Dan juga benci kepada diriku yang dengan bodoh mempercayai ucapan manisnya.

Lantas sekarang apa?

Dengan tergesa aku kembali mencari dirinya, tidak mendapatkan kabar apapun setelah dua minggu aku menghubungi teman dekatnya. Di saat itu, semua janji manis yang ia berikan dan juga cincin yang masih melingkar di jariku tidak ada gunanya sekarang.

Aku hanya ingin menemuinya, walaupun sekali saja. Aku hanya ingin meminta pertanggungjawaban atas dirinya, pikiranku kalut saat itu. Ide ide negatif muncul di kepalaku, jika dia tidak ingin menikahiku. Aku ingin menggugurkan janin ini jika janinnya berhasil hidup di rahimku.

Persetan dengan Rangga, hidupku hancur sekarang! Kuliahku berantakan. Aku tidak mungkin kembali ke Jakarta dan menceritakan semua yang terjadi kepada orang tuaku. Itu tidak mungkin! Pasti Ibu akan kecewa dan sakit hati karena aku tidak bisa menjaga diriku dengan baik di Bandung.

Mimpiku hancur seketika, satu bulan aku berusaha menata kembali hatiku. Walau dengan kondisi yang tidak baik, Aisyah teman kampusku yang berhasil menarikku dari dalam jurang api. Wanita berkerudung panjang yang aku percayai sekarang.

Aku tahu apa yang aku lakukan dengan Rangga adalah zina dan itu adalah dosa yang besar. Berhubungan di luar nikah, dan bodohnya aku terlalu terlena dengan ucapan manisnya.

"Aku hamil, Syah. Dia jahat, Syah. Aku mau pertanggungjawaban darinya! Aku benci Syah. Aku gak sanggup lagi untuk hidup!" nada bicaraku bergetar, air mataku seketika banjir dengan deras. Aisyah memelukku erat, wanita itu menyuruhku untuk mengucapkan istigfar berulang kali.

Bibirnya tiada henti mengucapkan kata kata bijak yang membuatku sedikit tenang, "bunuh diri itu dosa Na, buang jauh jauh dari hal itu. Allah gak memberikan cobaan kepada hambanya diluar kemampuan manusia Na, kamu pasti bisa! Aku akan tetap berada di samping kamu" Aisyah mengelap air mataku. Menatap wajahku lekat lekat, aku mempercayakan semuanya pada Aisyah. Menaruh harapan besar bahwa Aisyah bisa membantuku keluar dari lubang hitam ini.

"Kita sholat asar dulu, nanti kamu ikut kajian ya," aku diam. Pikiranku masih kosong. Namun ajakan Aisyah membuat tubuh ini mengikuti langkahnya menuju musola di dalam kampus.

Sejak mengenal Aisyah hidupku kembali seperti semula. Namun, aku telat menyadari ini semua. Aku hamil! Usia kandunganku dua bulan, bodohnya aku tidak menyadari bahwa aku tidak datang bulan selama dua bulan lamanya. Lagi pula tidak ada tanda tanda mual ataupun gejala lainnya seperti orang hamil kebanyakan. Aku hanya sedikit merasa kelelahan dan pegal pegal bagian pinggang.

Perutku semakin membesar dan aku tidak sanggup memikul aibku sendirian. Semua orang mengintimidasi diriku. Luka yang dulunya menutup kini kembali terbuka dengan lebar, aku benci Rangga! Aku benci padanya. Seharusnya pria itu tidak dilahirkan di dunia ini. Jika aku tahu hidupku akan seperti ini. Mungkin aku akan meminta Tuhan untuk tidak dilahirkan ke dunia, agar tidak perlu bertemu dengan pria yang seperti Rangga.

Setitik harapan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang