Li(ck)brary

532 42 4
                                    

LI(ck)BRARY

*Genre* : bl, Mature, NC 17+, Campus live, lime

*Pairing* : Kongpob - Arthit

WARNING....!!!

Hot scene ahead

Note: semua percakapan bercetak miring diucapkan dalam hati

######

Setelah "insiden" Arthit mengumumkan hubungan mereka beberapa bulan lalu di acara "Thank you Party", kini Arthit dan Kongpob menjalani hubungan sebagaimana pasangan lainnya, seperti kencan di akhir pekan, memberikan perhatian satu sama lain, dll. Sebagai senior sekaligus kekasih yang baik, tak jarang juga Arthit membantu Kongpob untuk menyelesaikan tugasnya, seperti yang akan ia lakukan saat ini.

***

Hujan deras tengah mengguyur kota Bangkok. Di sebuah perpustakaan yang sepi pengunjung, hanya terlihat dua orang di dalamnya. Sang penjaga perpustakaan yang tampak larut dalam tumpukan buku-buku di mejanya dan seorang pemuda tampan yang terlihat cemas.

Wajah pemuda tampan itu terlihat resah menunggu kedatangan senior sekaligus kekasihnya, Arthit, yang sudah berjanji akan membantunya untuk menyelesaikan tugas kalkulus. Matanya bergantian memandang jendela luar dan pintu masuk perpustakaan. Kakinya tidak berhenti bergerak cemas di bawah meja hingga suara derap langkah kaki dan napas terengah terdengar oleh indera pendengarannya. Sosok yang ditunggu akhirnya muncul. Arthit yang menyeberangi pintu menggunakan almamater merah yang terlihat basah dan rambut sedikit berantakan menjadi pemandangan Kongpob saat ini. Hembusan napas lega dan senyuman segera merekah di wajahnya. Tentu saja untuk saat ini, entah nanti.

Kongpob's POV

"Maaf, Kong, aku terlambat. Tadi ada tugas tambahan dari dosen." Kata Phi Arthit sambil meletakkan tasnya di atas meja. Ucapan Phi Arthit tiba-tiba terhenti karena mungkin menyadari arah mataku tidak tertuju padanya melainkan pada jas almamaternya yang basah.

Deg

Dadaku berdesir. Rasanya tiba-tiba ada yang mengganjal di tenggorokanku.

"P'Arthit...."

Aku hanya bisa memandang Phi Arthit yang basah. Ini benar-benar bencana, lihatlah tetesan air yang mulai turun dari rambut, ke pipinya, hingga lehernya. Itu terlihat .... Tidak, tidak, tidak. Aku harus mengendalikan diri.

"Au, Kong. Ke mana arah matamu itu?" tanya Phi Arthit.

Tanpa Phi Arthit sadari pipinya memerah sampai ke telinga. Ini selalu menjadi pemandangan terindah bagiku. Tetesan demi tetesan air dari rambutnya itu bergerak perlahan, menghilang di balik pakaian Phi Arthit, dan mataku semakin sulit beralih dari sana. "Fokus, Kong. Fokus!"

"Ti-tidak ke mana-mana, Phi," ucapku canggung.

Phi Arthit mengerutkan keningnya, "Sudahlah, ayo kita kerjakan tugasmu, Kong," ucapnya sambil berjalan dan duduk di sampingku.

Aku melirik ke sekeliling, terlihat sepi. Mengapa perpusatakaan sepi sekali? Ke mana orang-orang? Bukankah minggu-minggu seperti sekarang ini mereka harusnya memenuhi perpustaakan untuk menyelesaikan tugas-tugas akhir semester? Kesunyian ini malah membuatku semakin memikirkan hal yang tidak-tidak saat ini.

Suasana tempat ini sepi dan dingin tapi mengapa tubuhku malah semakin panas? Bagaimana mungkin aku berkonsentrasi jika disuguhkan pemandangan seperti ini? Ya Tuhan, Buddha! Mengapa engkau menyiksaku?

"Eer... Phi Arthit khrap. Jas Phi Arthit basah. Lebih baik Phi melepasnya... lagipula masih ada kaus di dalamnya, kan?" kataku ragu.

Li(ck)braryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang