XXII : My Dear, Please Come to Me

681 94 65
                                    

Kecewa? Tentu saja. Tetapi Jeongyeon tidak dapat menyalahkan siapapun.

Seharusnya ia tidak memaksakan diri untuk bertemu Park Chanyeol di sore hari. Bahkan usahanya dalam menunggu lelaki itu untuk dapat menemuinya di lobi rumah sakit berujung sia-sia. Park Chanyeol yang berprofesi sebagai dokter ahli bedah tentu saja tidak memiliki waktu luang walaupun di akhir pekan seperti ini.

Sambil mendesah berat, Jeongyeon melirik jam yang tertera di layar ponselnya. Pukul sembilan malam lebih beberapa menit. Bahu gadis itu merosot lemah mengetahui hal tersebut. Ia kembali menolehkan kepalanya ke arah samping menatap hujan yang turun dengan sangat deras dari balik kaca taksi yang ditumpanginya.

Jeongyeon sudah mencoba menghubungi Taehyung berulang kali untuk mengabari bahwa ia masih dalam perjalanan menuju rumah. Tetapi, ponsel lelaki itu sibuk terus. Apa Taehyung masih menghindar dan menjauhinya? Setelah lelaki itu mengetahui isi amplop coklat yang diletakkannya sebelum ia pergi petang tadi?

Tidak mungkin. Jeongyeon cukup yakin Taehyung tidak akan bersikap acuh padanya setelah mengetahui isi dari amplop tersebut. Mungkin lelaki itu terlalu sibuk sampai ia tidak sempat melihatnya, batin Jeongyeon untuk menghibur diri.

Taksi yang ditumpanginya berhenti perlahan di perempatan jalan saat lampu lalu lintas berwarna merah sedang menyala. Jeongyeon melirik kembali ke arah jalanan yang masih diguyur hujan deras disertai angin kencang. Guntur juga menggelegar hebat malam itu. Sebentar lagi. Dalam beberapa menit ia akan sampai di rumahnya.

Tangan Jeongyeon mengelus perutnya dengan lembut. Semoga Taehyung sudah melihat isi amplop coklat tersebut saat ia kembali nanti. Membayangkan Taehyung tersenyum begitu mengetahui lelaki itu akan menjadi seorang Ayah dari malaikat kecil yang dikandungnya membuat sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman. Semoga setelah itu, hubungan mereka akan membaik kembali dan ia tidak perlu memohon pada Park Chanyeol untuk menarik kata-katanya yang menyalahkan Taehyung.

Lamunan Jeongyeon buyar dalam sekejap saat badannya sedikit terhuyung ke arah depan karena taksi kembali berjalan. Kepalanya hampir saja terbentur kursi di depannya. Dengan cepat Jeongyeon membenarkan posisi duduknya dan meminta sopir taksi untuk tidak mengemudi dengan laju.

Baru saja Jeongyeon selesai berbicara dengan sopir tersebut, tiba-tiba terdengar hantaman yang begitu keras dari sebelah kiri sisi penumpang. Tepat di pintu samping Jeongyeon berada. Hantaman dari sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi itu membuat pintu taksi hancur berantakan. Kemudian taksi tersebut terseret jauh hingga terbalik di jalanan yang dibasahi hujan.

Darah berceceran di mana-mana. Dan percikan-percikan api kecil terlihat mulai menyala.

***

Taehyung mengusap wajahnya yang tertunduk dalam dengan kasar. Kakinya menghentak-hentak ke lantai tidak sabaran. Peluh membasahi dahinya dan napasnya tersengal-sengal. Sesekali tangannya menyeka air mata yang bergulir di kedua pipinya tanpa bisa ia cegah.

Ruang tunggu yang ada di depan ruang operasi itu kecil dan sunyi. Penerangan disana juga tidak seperti di ruang tunggu utama di lobi rumah sakit. Praktisnya, pencahayaan disana sedikit redup. Tidak banyak orang yang menunggu disana. Hanya ada Taehyung, Namjoon, dan adik perempuan Jeongyeon —Ryujin.

Suasana di ruang tunggu itu begitu mencekam. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Ketiganya terlalu larut dalam kecemasan yang tidak pasti. Namjoon beberapa kali menepuk bahu Taehyung untuk menenangkannya. Sedangkan Ryujin yang duduk di bangku tunggu diseberang dua lelaki tersebut, hanya dapat menangkupkan kedua tangannya menutupi wajah agar isak tangisnya tidak terdengar siapapun.

Rules of Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang