Apa aku terlihat sangat gugup hari ini? Wajahku terlihat tegang saat di depan cermin. Mungkin ini efek yang aku alami karena kompetisi violinist muda hanya tinggal menghitung jam.
Dua puluh jam lagi, kompetisi bergengsi untuk para violinist muda akan digelar. Ini kali pertama aku mengikutinya dan hal itu membuatku gugup. Ditambah lagi hadiah yang akan didapatkan sang pemenang nanti adalah sesuatu yang sangat aku impikan.
Sebuah konser tunggal akan digelar untuk sang pemenang nanti. Aku memiliki harapan besar untuk kompetisi ini. Selain kepopuleran yang akan direngkuh, kebanggaan juga akan mengiringi sang pemenang.
Sudah setahun aku mempersiapkan semuanya. Aku berlatih dan terus berlatih untuk bisa mengikuti kompetisi ini.
Usahaku tak sia-sia, kompetisi tahap awal bisa kulalui dengan mudah dan aku sangat antusias untuk memenangkan kompetisi tahap akhir ini.
"Oh Bong Yi," panggil seseorang dari luar kamarku.
Aku beranjak dari meja rias dan segera menghampiri orang yang memanggil.
Saat membuka pintu kamar, gadis berkaca mata dan berambut panjang telah berdiri di depan pintu. Dia adalah Sung Ji Eun--teman sekaligus manajerku.
"Ah, Ji Eun. Ada apa?"
"Bong Yi, ayo kita pergi sekarang. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," ucap Ji Eun seraya menarikku keluar kamar.
"Tunggu, siapa yang ingin menemuiku?"
"Kau akan tahu saat bertemu dengannya, ayolah." Ji Eun terus memintaku untuk mengikutinya.
"Kalau begitu, aku pamit dulu pada Ibu."
"Pergilah, Bong Yi," ucap Ibu yang rupanya telah berdiri di belakangku. Aku sama sekali tak sadar Ibu ada di belakang.
Ibu telah mengizinkanku pergi dengan Ji Eun, jadi aku harus mengikuti temanku ini. Sebenarnya aku lelah, harusnya sekarang istirahat, tetapi malah harus keluar rumah.
Sebenarnya, siapa yang ingin menemuiku. Aneh sekali, apalagi Ji Eun tak mau memberi tahu siapa yang akan aku temui.
Di dalam mobil Ji Eun, aku merasa gelisah. Entah apa yang membuatku seperti ini. Semoga saja semua berjalan dengan baik seperti harapanku.
Ji Eun menghentikan mobilnya di hotel RV, akupun merasa sangat bingung. Kenapa Ji Eun membawaku ke hotel?
"Nona, Sung Ji Eun?" tanya staff hotel yang bertugas di depan pintu hotel.
Ji Eun mengangguk seraya memberikan kunci mobilnya pada pria itu.
Aku mengikuti Ji Eun walau kebingungan. Siapa kiranya yang ingin menemuiku? Kenapa harus di hotel?
"Ji Eun, tunggu. Kenapa kita kesini?"
"Pemilik hotel ini ingin menemuimu. Kau tahu kenapa? Dia ingin memberikan tawaran yang menarik untukmu. Dia adalah ketua panitia kompetisi violinist muda."
Ketua panitia? Kenapa dia ingin menemuiku?
Aku dan Ji Eun berhenti di kamar nol nol nol satu. Di pintu itu tertulis "special people"
Aku dan Ji Eun perlahan masuk ke ruangan itu. Di sana seorang pria tengah duduk di sofa sambil membaca koran. Jika dilihat dari belakang, pria itu berumur sekitar tiga puluh atau empat puluh tahun.
"Oh, kalian sudah datang," ucap pria itu menyambut aku dan Ji Eun.
Rasa tidak nyaman mulai aku rasakan. Senyum pria itu terasa aneh, seperti ada maksud lain dari undangannya padaku.
"Nona Sung Ji Eun. Bisa kau keluar, aku ingin bicara dengan Nona Oh Bong Yi." Ucapan pria itu sebenarnya sedikit kasar. Ia mengusir Ji Eun dan hanya ingin bicara denganku.
"Ma-maaf, Tuan Joo Jae Suk. Aku manajer Oh Bong Yi. Jadi, pembicaraan apapun yang berhubungan dengan kariernya aku harus terlibat."
"Tapi, aku hanya ingin bicara dengan Nona Oh."
Aku memberikan kode pada Ji Eun untuk mengiyakan permintaan Tuan Joo Jae Suk. Aku mencoba tenang saat Ji Eun keluar walau sebenarnya rasa takut menghampiri, terlebih lagi hanya ada aku dan pria ini di dalam sini.
"Aku ingin menawarkan kontrak ekslusif padamu, Nona Oh Bong Yi." Tuan Joo menyodorkan sebuah map merah padaku.
Aku membuka map itu dan masih tidak mengerti isi kontraknya. Tak ada perihal atau semacamnya yang dicantumkan, hanya ada nama dan biodata singkat, dan terakhir kolom tanda tangan.
"Tuan Joo. Ini kontrak tentang apa?" Aku harus memastikan lebih dahulu sebelum setuju menandatanganinya.
"Kontrak itu adalah gerbang kesuksesan dan juga gerbang uangmu," ucap pria di depanku seraya tersenyum.
Aku merasa senyuman itu memiliki arti yang buruk. Semoga saja perasaan burukku tidak benar.
"Aku masih tak mengerti maksud, Anda, Tuan."
"Intinya, saat kau sudah tanda tangani kontrak ini dan mau melakukan pekerjaan yang aku berikan, secara otomatis kau akan jadi pemenang di kompetisi besok, " jelas pria itu lagi dan masih dengan senyum tadi.
"Tapi, Tuan. Aku rasa tak bisa menandatangani kontrak ini. Anda tahu? Ibuku mengajarkan untuk hidup dengan jujur. Jika aku menandatanganinya, itu artinya aku melakukan perbuatan salah, bukan?"
"Tak ada yang salah dengan uang dan ketenaran, Nona Oh Bong Yi."
"Tak ada yang salah jika dilandasi kejujuran, Tuan. Maaf, aku tak bisa menerima kontrak ini. Menang atau kalah, biar takdir yang menentukan." Aku kembalikan map merah yang ada di depanku pada Tuan Joo Jae Suk.
"Tapi takdirmu ada padaku." Dia menatapku dengan pandangan sinisnya.
Tak ada yang bisa kulakukan untuk menghilangkan tatapan itu padaku, karena kejujuran adalah prinsip yang selalu Ibu tekankan padaku.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan keluar meninggalkan pria itu. Belum sempat membuka pintu, aku mendengarnya tertawa. Akupun menoleh, memastikan apa yang dia tertawakan.
"Kau bilang kejujuran? Tak ada yang bisa mengalahkan uang dan ketenaran, termasuk kejujuran." Tuan Joo Jae Suk kembali tertawa di depanku.
Percuma jika aku menanggapi pria seperti itu, jadi aku lanjutkan saja langkah keluar dari ruangan kotor itu. Ruangan yang digunakan untuk negosiasi kotor akan tetap kotor walau terlihat sangat bersih.
"Bong Yi, apa yang kalian bicarakan?" tanya Ji Eun begitu aku keluar.
"Negosiasi kotor," jawabku seraya berjalan meninggalkan ruangan.
"Negosiasi apa? Katakan dulu."
Aku tak menghiraukan pertanyaan Ji Eun dan terus melangkah menjauh. Aku terburu-buru hingga tak sengaja menabrak seorang pria yang sedang membawa dua cup kopi, dan akhirnya bajuku kotor karena kopi itu.
"Maafkan aku, Nona," ucap pria yang mengenakan masker hitam dan berjaket hitam itu.
"Tidak apa-apa, Tuan. Aku tidak apa-apa. Aku bisa bersihkan di toilet."
"Ini, pakai sapu tanganku untuk membersihkannya." Pria itu memberikan sapu tangan abu-abu dengan inisial "JBR".
Aroma mint tercium saat pria itu mengeluarkan sapu tangannya. Aku suka aromanya, segar dan menyejukkan.
Apa yang aku pikirkan? Kenapa seperti ini? Pria itu saja berlalu pergi, kenapa aku terpesona hanya karena aroma mint darinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Scandal
ActionOh Bong Yi memiliki impian menjadi violinist terkenal. Ia harus mengubur mimpinya demi mengungkap fakta kematian sang ibu. Takdir mempertemukannya dengan Jung Ba Reum, pria malang yang kehilangan sang kakak. Mereka saling menguatkan dan bekerjasama...