Enam Belas

11.9K 880 49
                                    

Happy Reading and Enjoy~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading and Enjoy~

Melupakan nasihat orang itu agar sebaiknya membunuh Nathalie di depan keluarganya. Tom ingin Nathalie mati secepatnya, jika ia mati di tangan Arthur juga tidak apa-apa. Ia dan Nathalie akan bertemu di surga.

Dengan menyeret tubuh Nathalie yang lemah, Tom mengambil pisau yang tampaknya masih baru. Senyumnya terukir mengerikan. Ia  menjilat pisau itu dengan gerakan pelan, lalu tanpa aba-aba menancapkannya pada Nathalie.

Gadis itu bergerak cepat untuk menghindari serangannya. Nathalie segera menjauh dengan tertatih dan terisak-isak.

Tom terbahak. "Kau tidak bisa kabur, Sayang. Kita akan bahagia selamanya di surga. Kau cinta padaku, kan? Ayo, mati bersama."

Ia mengiris sedikit pergelangan tangannya. "Lihat, aku sudah memulainya. Berikan tanganmu padaku selagi aku memintanya baik-baik, kita akan menyatukan darah kita sebagai tanda cinta sejati."

Nathalie menggeleng pelan. Kedua mata Tom seketika menggelap, ia menarik paksa tangan Nathalie dan mengiris pergelangan tangan gadis itu.

Nathalie menangis tanpa suara, ia sudah terbiasa. Dulu dirinya juga mendapat banyak siksaan, ia tidak bisa berteriak minta tolong. Bibirnya kelu, seluruh tubuhnya melemas.

Tom menyatukan tangan mereka, menekan pergelangan tangan gadis itu agar darahnya mengalir lebih banyak. Matanya berbinar.

"Kini saatnya untuk mati bersama, baby."

Tepat saat Tom mengatakan itu, sebuah peluru menghantam tangannya yang memegang pisau.

Ia menjerit nyaring, rasa panas terbakar langsung menyebar di seluruh tangannya. Tom mendongak dengan wajah marah. Matanya menajam ketika melihat seorang pria bertuxedo hitam sedang mengacungkan pistol ke arahnya.

Nathalie langsung menoleh dan tangisnya pecah ketika melihat pria itu, tangan gadis itu terulur untuk meraih pria yang tampaknya bernama Arthur itu. Ini semakin menarik. Tadinya ia ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, tapi tampaknya ia harus mengubah tujuannya lagi. Tom akan mati dengan Nathalie dihadapan Arthur.

Tidak memedulikan tangannya yang tertembak, Tom merangkak untuk mengambil pisaunya yang terjatuh. Ia menarik pergelangan kaki Nathalie, tapi belum sempat menancapkan pisau di kaki wanita itu, satu peluru kembali mendarat di bahunya. Tom menjerit, tubuhnya tersungkur.

Arthur berjalan pelan, menghampiri Nathalie yang menatapnya penuh harap. Sebelum meraih gadis itu ke dalam pelukannya, ia kembali melayangkan satu peluru sebagai salam perpisahan. Bukan perpisahan selamanya, Arthur masih membutuhkan lelaki ini.

Ia menoleh ke belakang. "Masuk," katanya dengan suara kuat.

Beberapa bodyguardnya langsung masuk dan membawa tubuh Tom yang terbaring.

"Rawat dia dengan baik."

Setelah mengatakan itu, Arthur berjalan ke kamar sambil menggendong tubuh Nathalie yang bergetar.

Tadi ia hanya ingin melihat reaksi Nathalie saat menerima bingkisan yang dititipkannya. Seharusnya ia tidak menyuruh amatiran untuk mengantar makan siang gadis itu. Ah, tidak, seharusnya ia mengatakan tidak boleh pergi sebelum pintu terbuka.

Perasaannya tidak nyaman sejak meninggalkan Nathalie. Demi Tuhan! Gadis ini bahkan belum sembuh dari trauma akutnya, lelaki tidak dikenal itu datang dan menambah ketakutannya. Jika begini, bagaimana bisa membuat Nathalie ramah pada orang-orang sekitar.

Ia meletakkan Nathalie ke tempat tidur, tapi gadis itu langsung mencengkeram tuxedonya. Kedua mata Nathalie bergerak panik dan ketakutan. Membuat Arthur mau tidak mau membaringkan tubuh Nathalie beserta tubuhnya sendiri.

Keringat dingin mengalir di pelipis gadis itu, Arthur mengusapnya dengan lembut.

"Ada aku, tidak apa-apa, semua baik-baik saja." Ia berbisik pelan, sebelah tangannya mengusap-usap punggung Nathalie.

Ada kemungkinan keluarga Nathalie yang mengirim orang itu, tapi tidak masuk akal. Gadis ini sudah hidup lama sebagai budak, mengapa baru sekarang mereka mendatanginya? Jika diperhatikan baik-baik, lelaki tadi mengincar nyawa Nathalie.

Apa ini ada hubungannya dengan tatto yang dimiliki gadis ini?

Mungkin ia harus menemui David, pemilik kelab tempat Nathalie dijual. David bisa memberikan informasi mengenai gadis ini, tidak mungkin lelaki itu asal menerima wanita tanpa menyelidiki asal usulnya terlebih dahulu.

Perhatiannya kembali pada Nathalie yang meringkuk di dadanya.

"Apa lukisanmu sudah siap?" Ia bertanya sembari memainkan sejumput rambut Nathalie.

Bukannya menjawab, gadis itu malah terisak lebih keras.

"Ak-aku pi-pikir kau da-datang. Ak-aku ingin mem-berikan lu-kisannya, tap-tapi di-dia masuk. Hiks." Terbata-bata Nathalie mencoba menjelaskan.

"Iya aku tau, sudah jangan menangis lagi. Kau bisa buta jika kebanyakan menangis. Apa kau mau buta? Tidak bisa melihat apa-apa, hanya bisa melihat kegelapan."

Nathalie mendongak, hidungnya yang memerah akibat menangis membuatnya terlihat imut.

"A-apa aku bi-bisa melihatmu ji-jika aku buta?"

"Tentu saja tidak bisa. Dan jika kau buta, aku akan membuangmu."

Buru-buru Nathalie menghapus air matanya. Saat itulah Arthur melihat darah yang masih mengalir dari pergelangan tangan gadis itu. Ya Tuhan, bagaimana ia bisa melewatkannya.

Ia segera berdiri dan tubuhnya langsung ditahan. Nathalie menggeleng lemah.

"Aku akan mengambil obat untuk lukamu. Aku janji tidak akan pergi."

Arthur merasa hatinya terbakar, ia marah! Tadinya ia pikir gadis itu baik-baik saja. Bajingan itu sudah berani melukai miliknya.

Siapapun yang mengganggu, harus disingkirkan.

Bersambung ....

Dikit ya? Maaf ya, ya, ya, ya ~

Slave BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang