"Ini sudah semuanya. Apa kau sudah menentukan pilihan?"
"Entahlah..." Jimin mendesah lelah dalam perjalanan menyusuri sekolah.
Taehyungpun memicingkan mata seketika pada teman barunya ini. Jadi usahanya untuk mengantar dan menjelaskan semuanya sia-sia begitu saja?
"Kau tidak tertarik pada semua kegiatan klub yang sudah kujelaskan secara detail tadi? Oh ya ampun Jimin-ah. Kalau begitu sia-sia saja tenagaku. Kau benar-benar payah," cerca Taehyung dengan alis yang sudah hampir bertautan.
Jimin melotot tak terima. "Aku payah? Hey, Taehyung-ah. Memangnya siapa yang menyuruhmu mengantarku ke sana kemari sambil mengoceh tanpa henti?" tanpa sadar suara Jimin meninggi.
Tapi bukannya berkilah, Taehyung justru berubah menatap polos padanya, lalu mengerjapkan mata beberapa kali. Ia kemudian menyungging senyum itu lagi, senyum yang terlalu lebar. "Itu karena aku memang sangat baik. Aku tidak mau anak baru ini kebingungan dan tersesat di sekolah. Kau saja yang tidak tahu terimakasih." Sungguh mengherankan. Taehyung mengucapkan kalimat sarkas itu dengan senyum lebarnya seolah tengah menghibur seorang kawan.
"Haisss mulai lagi." Jimin refleks memukul bahu Taehyung hingga sang empunya mengaduh kecil.
Disadari atau tidak, rasa asing dan segan yang menumpuk dalam hati Jimin sejak pagi perlahan luntur oleh keanehan anak itu. Walau lebih banyak dibuat sebal oleh bualannya, diam-diam Jimin bersyukur bahwa dia bertemu Taehyung dua jam yang lalu. Kalau tidak, mungkin Jimin akan benar-benar tersesat dan pulang larut malam. Dan dia juga tidak akan berkenalan dengan siapapun di hari pertama sekolahnya.
"Ya, Jimin-ah. Memangnya kau tidak punya minat pada bidang tertentu begitu?" Kali ini Taehyung berbicara serius.
"Hmmm... Sebenarnya... Aku sangat ingin menari. Tapi..."
Taehyung yang berjalan sambil memasukkan kedua tangan ke saku celananya, menengok pada Jimin. Ia penasaran menunggu ucapan Jimin selanjutnya.
Jimin yang menyadari itupun menatap Taehyung sekilas. "Sudahlah, lupakan saja."
Sontak alis Taehyung menukik tajam. Ia lalu mendorong bahu Jimin hingga anak itu sedikit terhuyung. "Kau ini kenapa, sih? Labil sekali seperti anak perempuan!" cicit Taehyung.
"Apa? Seenaknya saja kau!" sahut Jimin tak terima.
"Terus apa? Jadi laki-laki itu harus tegas. Jangan lembek dan gampang menyerah begitu. Dasar."
"Arrrgh. Iya iya. Sebenarnya aku sangat ingin menari, tapi aku takut ayahku marah kalau ketahuan. Dia sangat tidak setuju kalau aku menari. Dia ingin aku jadi anak jenius seperti anak bosnya." Jimin berbicara cepat dengan nada tinggi sembari mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Oooh... Begitu..." Taehyung manggut-manggut dengan tangan mengelus dagu.
Setelah diam beberapa menit, Jimin kembali mengernyit. "Astaga... Responmu cuma begitu saja? Lalu kenapa kau bertanya, bocah?!" kesalnya.
"Hey, hey Jimin-ah. Apa kau benar-benar suka menari?" Seakan protesan Jimin hanya angin lalu, Taehyung justru balik bertanya.
"Ah? Ng... Aku pernah memenangkan kompetisi beberapa kali waktu masih di Busan.. Karena Ayahku bekerja di sini, jadi dia tidak tahu."
"Nah..." Taehyung tersenyum bijak, lalu memegang pundak Jimin. "Apa lagi yang kau pikirkan? Ikut klub tari saja. Kau pasti akan jadi penari hebat nanti."
"Tidak bisa. Sudah kubilang Ayahku tidak akan setuju," tolak Jimin disertai gelengan cepat kepalanya.
"Memangnya yang menjalani kehidupanmu itu kau atau Ayahmu?" seloroh Taehyung dengan nada datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Summer Rain! (Kim Taehyung)
FanfictionKim Taehyung itu memiliki sifat terlampau unik, bagai alien yang terdampar di bumi. Ia tinggal sebatang kara dalam sebuah rumah kayu, lalu menjadikan rumah itu sebagai Mars-nya sendiri dan mengumpulkan teman-teman aliennya di sana. Namun, sebuah ins...