Chapter 4 Risa Sudah Berubah

63 8 2
                                    

Usia ku saat ini 26 thn, aku belum pernah menjalin hubungan serius seperti pacaran dengan siapapun. Pernah aku menyukai dan sempat dekat dengan dua teman lelaki ku dulu ketika SMA dan kuliah namun hanya dekat saja tidak ada perasaan lebih tepatnya. Apabila aku memiliki perasaan sebatas hanya ingiin berpacaran mungkin itu yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan. Tidak banyak pengalaman ku akan akan sebuah hubungan pasangan.

Aku anak satu-satunya di rumah, dan aku hanya tinggal bersama Ibu berdua saja. Ayah sudah tiada ketika aku SMP karena sakit jantung yang dideritanya. Sebetulnya, aku mempunyai Adik namun karena suatu kejadian yang mengakibatkan keguguran dan akhirnya adik ku sudah lebih dulu pergi ke surga, itu jawaban ibu dulu ketika aku bertanya akan adik ku, seingatku jawaban itu masih teringat sampai SMP.

Aku menikmati hidupku, hidup seorang wanita remaja yang sedang pubertas tanpa merasakan yang namanya pacaran. CUkup hanya dengan engenal lawan jenis dengan status hanya berteman tidak lebih. Bodoh dan polos, itu kata yang tepat untuk ku. Aku mendapat banyak cinta dan kasih sayang dari ibuku, orang tua ku satu-satunya saat ini. Bapak seorang PNS, maka ada uang tunjangan setiap bulannya untuk kehiduoan kami berdua. Walaupun aku anak satu-satunya, ibu tidak pernah memanjakan ku. Aku meminta ketika aku perlu, dan jika ibu tidak ada uang aku tidak akan merengek untuk terus meminta. Aku kuliah di kampus swasta yang biasa saja yang biayanya tidak begitu mahal. Maka dari itu salah satu kesulitan ku ketika melamar kerja, latar belakang kampus ku tidak begitu di kenal, dan itu menjadi bahan pertimbangan.

Saat ini pengalaman bekerja ku hanya 3x itupun dengan magang ketika kuliah. Bukan perusahaan besar, namun sangat membuatku bangga bahwa aku bisa sedikit memberikan gajiku kepada ibu. Aku sangat mencintai ibu, karena hanya ibu yang aku miliki. Dan aku selalu berharap ibu akan selalu hidup dengan ku bahkan ketika aku sudah menikah nanti, itu salah satu harapanku.

Namun harapan itu tidak terlaksana, dan ibu mengikhlaskan aku untuk tinggal bersama Dana berdua tanpa Ibu. Akupun dengan berat hari meninggalkan ibu, walaupun masih berada di kota yang sama namun udara yang kami hirup berbeda karena sudah tidak di tempat tinggal yang sama.

Malam itu, aku ingat pukul 8 malam, aku dan Dana sepakat untuk mengobrol sebentar, tujuanku untuk meluruskan ada apa dan kenapa Dana menjadi seperti ini. Apakah ada sesuatu yang salah dengan diriku.

Malam itu terasa sangat sunyi, kesunyian malam itu ditemani dengan rintikan hujan di luar jendel terdengar jelas. Aroma jasmine pewangi ruangan pun tercium sangat harum. Malam itu kami mengobrol di sofa berwarna cokelat, dekat tempat tidur kami, tepatnya di sebrang tempat tidur.

Aku tuangkan minuman hangat yaitu kopi susu kesukaan Dana.

Aku sangat gugup dan takut untuk memulai pembicaraan, ketika niat baik ku akan kulakukan. Suara Dana berdeham lalu memulai permbicaraan kami malam itu. Ini merupakan pembicaraan kami yang cukup dalam semenjak pernikahan kami.

"Aku mau kita cerai!", kalimat pertama dari Dana membuatku terdiam penuh tanya, menarik napas sedalam mungkin. "Kenapa?", hanya satu kata yang keluar dari mulutku.

"Sorry Risa, sebetulnya aku punya pacar yang sudah bersamaku selama satu tahun ini, aku tidak ingin berbohong kepadamu, lagi", nadanya cukup tegas dan yakin, apa yang diucapkan Dana sungguh menusuk hatiku. "Lalu?" jawabku singkat.

"Namanya Dina, kami sudah berpacaran selama satu tahun, aku mengenalnya sebelum mengenal dirimu, aku sudah pernah mengenalkan kepada Ibu tapi ibu tidak menyukainya", penjelasan panjang Dana tidak berarti bagiku.

Semua hal membahagiakan dalam pikiranku hilang, aku tidak dapat menerima apa itu cinta dari sebuah pernikahan.

Pekerjaanya selama ini pasti bohong, pasti waktunya dia habiskan bersama perempuan itu. Malam itu tidak ada penjelasan detail dari Dana. Tanpa menanyakan bagaimana pendapatku, dia sungguh egois. Dia hanya memikirkan dirinya dan tentu pacarnya, bahkan sepertinya, tidak terlintas dipikirannya tentang diriku.

"Kamu tidak mau memutuskan pacar kamu demi aku istrimu?" tanya ku sendu.

"Aku mencintai Dina Ris, setelah perceraianku, aku berencana akan menikah dengannya, aku tidak peduli tentang Mama, yang ku tahu aku mencintai Dina!", katanya panjang tanpa menoleh padaku yang masih terduduk di sofa. Dana berdiri dan melangkah jauh dari posisi duduk kami sebelumnya, dan pembicaraan terhenti malam itu. Tidak ada alasan untukku, bahkan Dana tidak memberikanku waktu, dia egois sunggung sangat egois dan saat itu aku membencinya. Rasa sakit dia berikan dalam sekejap, bahkan aku tidak mampu mentapa wajah ibu.

Sejak saat itu, tepatnya sejak perceraian kami, aku memutuskan hubungan dengan seorang laki-laki bernama Dana. Ibu sangat sedih dan kecewa akan apa yang dilakukan Dana padaku. Aku sungguh marah dan tidak akan memaafkan atas yang dia perbuat padaku.

Tuhan memberikan ku semangat baru dan menjadikanku pribadi yang baru, tempat bekerja yang sangat nyaman dengan tampilanku saat ini dengan berkerudung yang menutupi rambut dan bagian tubuh lain yang biasanya tidak tertutup.

Semakin hari, sangatlah nyaman. Kerudung membuatku merasa lebih baik. Aku sedikit demi sedikit melupakan masa laluku, tentunya dengan bantuan dari Ibu. Hal-hal baik dan positif dari ibu membantuku. Tidak pernah terucap dari mulutnya sumpah serapah atau hal-hal buruk tentang Dana, mungkin menurut ibu menerima adalah jalan terbaik. Karena kita tidak tahu bagaimana rencana tuhan, banyak hikmah disetiap kerjadian, tentunya hikmah positif dan baik.

Aku nyaman dengan situasi saat ini, menenangkan dan aku bahagia. Tidak pernah terlintas seberapa jauh moment ini ku rasakan. Akankah ada cinta lagi untuk ku dan menemukan sesosok lebih baik dari Dana tentunya. Aku berharap ada kebaikan lain yang Tuhan gariskan untuk ku, menanti di ujuang jalan sana, tentunya kebahagian yang tak ternilai.

Marriage AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang