Usai perceraian Marni dengan suamimya, Marni terusir dari rumah. Marni mengalami gangguan jiwa usai kejadian beberapa waktu lalu, saat dirinya dipaksa menandatangani surat gugatan perceraian. Kini Marni menjadi gelandangan. Rambut yang tak lagi terurus, baju yang kotor, dan tingkah laku aneh. Kadang ia tertawa sendiri, menangis penuh luka, dan meluapkan kekesalannya seorang diri. Marni tak mempedulikan gunjingan ataupun anak kecil yang mengoloknya. Pikirannya kosong, berjalan tanpa arah, namun anehnya selalu berkeliaran disekitaran rumah suaminya dulu. Seolah-olah ada kebahagiaan setiap kali menatap rumah dan keluarga baru suaminya.
Sementara itu, kandungan Tinah semakin besar saja. Asnawi terlihat sangat senang ketika hendak berangkat kerja, mengelus perut istrinya dulu yang mengantarnya di depan pintu.
"Anak Ayah, jangan nakal ya. Ayah mau berangkat kerja dulu. Jangan tendang perut mama mulu. Nanti mama kesakitan," ucap Asnawi mengajak perut istrinya bicara.
"Hati-hati, Ayah," ucap Tinah menirukan suara anak kecil.
Kebetulan saat itu Marni lewat di depan rumah mereka. Marni memandang mereka dari luar pagar. Ia tertawa senang, mengelus perutnya yang rata. Tak sengaja Tinah melihat Marni, ia mengernyit geli melihatnya.
"Kenapa, Tin?" tanya Asnawi.
"Ada gembel di depan rumah kita. Kamu usir aja, aku nggak suka."
Asnawi menoleh ke belakang, tampak Marni melambaikan tangannya senang. Asnawi menampilakan wajah sangarnya, ia berjalan ke arah Marni yang berada di luar pagar.
"Pergi!"
"H-hah?"
"Pergi! Istri saya tidak suka melihat kamu! Cepet pergi atau saya panggilkan satpam!" betak Asnawi.
Marni menatap sewot, perlahan langkah getirnya menjauh dari sana. Sesekali menoleh ke arah Asnawi dengan tatapan luka. Setiap kali melihat wajah suaminya, ada rasa sakit yang membumbung tinggi. Marni kembali menangis, berjalan lurus entah ke mana.
Hari berganti hari, bulan pun berganti bulan. Tinah sudah melahirkan dan kini bayinya berusia 2 bulan. Dan terulang lagi, Marni senantiasa memantau keluarga bahagia Asnawi dan Tinah. Melihat mereka bahagia dengan bayinya, membuat Marni merasa senang. Seolah-olah kebahagiaan itu adalah miliknya. Tinah yang menggendong bayi itu adalah dirinya.
***
Hari semakin senja, namun sekitarnya empat orang anak masih betah bermain di dekat hutan. Mereka bermain petak umpat. Ketika satu dari mereka menutup matanya, maka ketika anak lainnya lekas bersembunyi. Anak itu menghitung mundur, ketika hitungan terakhir ia kembali membuka mata. Anak tersebut mulai mencari satu persatu temannya dan dua dari mereka berhasil di temukan. Tinggal satu lagi yang harus ia cari.
Sementara anak tersebut mencari satu temannya lagi, kedua anak yang berhasil ditemukan memilih pulang duluan sebab orangtua mereka datang menjemput. Hingga anak tersebut tersesat, ia terlalu jauh masuk ke dalam hutan. Anak itu menangis keras sebab takut dan hari mulai gelap.
Marni yang tak sengaja lewat di sana tak sengaja melihat anak tersebut. Hatinya senantiasa terharu ketika melihat anak kecil. Lekas Marni mendekati anak itu dengan maksud ingin membantu.
"Halo, sayang. Kenapa menangis?" tanya Marni tersenyum lebar, membuat anak tersebut makin mengencangkan tangisannya. Ia takut akan penampilan Marni macam orang gila yang sangat jelek.
"Mama ...."
"Ini Mama, sayang. Yuk, Mama antar pulang!" sahut Marni antusias ingin meraih tangan anak itu. Namun anak itu menempisnya. Anak tersebut hendak lari lagi ke dalam hutan, dengan sigap Marni menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Urban Misteri : WEWE GOMBEL
HororKisah dimulai dengan latar belakang Bukit Gombel, Kota Semarang tahun 1980; Pasangan Asnawi dan Marni sudah sebelas tahun menikah tanpa dikaruniai anak. Suatu ketika Asnawi selingkuh dengan sahabat Marni dan memiliki anak. Marni sangat sedih dan han...