"Dor!"
Jaemin menatap Jeno malas saat anak itu menggebrak mejanya, sama sekali tidak terkejut. Lalu Jeno duduk di kursi depan meja Jaemin dan menghadap ke belakang—ke arah Jaemin.
"Aish kau ini. Setidaknya pura-puralah terkejut. Tidak seru sama sekali." gerutu Jeno.
"Memaksa sekali," Jaemin menggumam pelan. Omong-omong ia sedang mengerjakan tugas bahasa yang dilupakannya, karena tadi malam Jeno menginap di rumahnya. Jadi, apa Jeno sudah mengerjakan? Tentu saja anak itu menunggu Jaemin selesai lalu menyalinnya. Untungnya pelajaran bahasa kali ini adalah jam terakhir.
"Hei, kau belum memberitahuku?!" Jeno bertanya dengan nada tinggi.
"Apa?" Jaemin tidak begitu peduli, dan tidak mengalihkan pandangannya dari buku.
"Kau belum memberitahuku siapa yang kau sukai!"
Jeno tersenyum jahil. Jaemin sontak berhenti menulis. Kenapa Jeno membahasnya lagi? Padahal tadi malam sepertinya dia sudah melupakannya.
"Kenapa kau sangat ingin tahu?"
"Karena kau sahabatku, aku harus tahu semua tentangmu. Aku juga memberitahumu tentang Renjun."
"Benar, aku sahabatmu." Jaemin tersenyum masam.
"Aku tidak memberitahumu selama ini karena orang yang aku sukai sangat bodoh. Aku malu." lanjutnya.
"Selama ini? Sejak kapan kau menyukainya?" Jeno tidak percaya.
Jaemin berpikir sejenak. "Sejak bertemu dengannya, saat SMP."
Ekspresi Jeno terlihat tidak percaya. "Lama sekali! Kau benar, dia bodoh. Padahal beruntung sekali dia kau menyukainya, bagaimana bisa dia mengabaikan orang sepertimu!" Jeno heboh sendiri.
Jaemin tertawa mendengarnya. "Benarkah? Apa kau juga merasa beruntung kalau aku menyukaimu?"
"Tentu saja!" jawabnya tanpa berpikir.
Jaemin tersenyum miris. "Baiklah, aku menyukaimu."
"Apa?!" Jeno sampai berteriak mendengar ucapan Jaemin.
"Bercanda. Kenapa kau serius sekali sih?" Jaemin tertawa, yang mungkin terdengar agak dipaksakan. Tapi yang jelas Jeno tidak menyadarinya.
"Kau benar, kenapa aku serius sekali," Jeno ikut tertawa.
"Apa dia tahu kau menyukainya?" tanyanya lagi.
Jaemin menggeleng. "Tidak. Dia tidak tahu."
"Mengapa tidak mencoba memberitahunya?"
"Tidak. Mungkin dia akan pergi jika tahu aku menyukainya. Dia bahkan memberitahuku siapa orang yang dia suka."
Jeno mengangguk bodoh. "Jadi dia menyukai orang lain huh," ucapnya.
"Permisi-permisi. Bisa tolong pergi dari singgasanaku tuan?"
Itu Renjun yang baru datang. Kursi yang ditempati Jeno sebenarnya adalah kursi Renjun. Sedangkan kursinya sendiri ada di sebelah kiri Jaemin.
"Kau sudah datang rupanya," Jeno bangkit lalu duduk di kursi sebelah kiri Renjun—milik Haechan.
Renjun tidak merespon, dia melirik ke meja Jaemin.
"Hei, kau belum mengerjakan? Tumben sekali." ucapnya, begitu melihat tugas yang dikerjakan Jaemin.
"Aku lupa." singkat Jaemin tanpa mengalihkan pandangan.
Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Dalam hati Jaemin tersenyum, karena Jeno kembali ke tempatnya. Saat istirahat biasanya Jeno meminta bertukar tempat dengan Haechan untuk lebih mudah mengobrol dengan Renjun. Jujur saja, Jaemin tidak suka itu.
Istirahat.
Jaemin memakan rotinya sambil sesekali menengok ke arah pintu. Ia sedang menunggu Jaehyun. Dia bilang akan mengantarkan gambarannya ke kelas Jaemin saat jam istirahat pertama. Jangan sampai seniornya itu lupa. Jam pelajaran seni adalah tepat setelah istirahat.
Jaemin mengeluarkan ponselnya dan menelepon Jaehyun.
Tidak diangkat.
"Jaemin, ada yang mencarimu!" teriak Renjun dari depan pintu kelas. Jaemin melihat di depannya ada Mark dan Jaehyun, yang tentu saja membawa sketchbooknya yang bersampul Ryan itu.
Jaemin tersenyum gembira, lalu berlari menghampiri mereka.
"Sudah jadi? Kukira kau lupa. Aku baru saja meneleponmu." Jaemin lega, akhirnya gambaran Jaehyun sampai juga.
"Ponselku tertinggal di kelas," Jaehyun menyerahkan sketchbook di tangannya kepada sang pemilik.
Jaemin segera mengambil dan membukanya.
"Wow,"
Jaemin seperti tidak percaya melihat gambaran Jaehyun. Dia tidak main-main saat mengatakan bisa menggambar.
"Kau benar-benar menggunakan model manusia sungguhan?" tanya Jaemin, yang dibalas anggukan oleh Jaehyun.
"Ini bagus sekali. Kau sangat berbakat Hyung! Ngomong-ngomong, siapa ini?"
Yang digambar Jaehyun adalah seorang lelaki manis yang mengenakan hoodie dan memakai earphone.
"Itu Taeyong, temanku dari Amerika. Kemarin dia sampai di Korea tanpa memberitahuku. Dan tadi malam dia datang ke rumahku." jelas Jaehyun.
Jaemin hanya mengangguk-angguk.
"Terima kasih!"
Jaehyun hanya tersenyum dan mengusak rambut Jaemin pelan.
"Baiklah, aku akan kembali ke kelas. Mark! Kau ikut kembali atau tidak?!"
Mark yang dari tadi asyik mengobrol dengan Renjun sedikit tersentak mendengar panggilan Jaehyun yang nadanya agak meninggi.
"Baiklah-baiklah. Santai saja, bel masuk masih agak lama."
"Renjun, aku ke kelas dulu. Jangan lupa nanti pulang bersamaku."
Jaemin dan Jaehyun hanya saling tatap dan menggelengkan kepala melihat dua makhluk di depannya sedang jatuh cinta.
Mereka semua tidak menyadari, ada seseorang yang sedang diam menatap mereka dari dalam kelas.
"Beruntungnya kalian," gumamnya.
Dia bahkan sama sekali tidak menyadari jika orang yang ia katakan beruntung itu adalah orang yang sama yang begitu menginginkan dirinya.
•
•
•
-TBC-
12/05/2021

KAMU SEDANG MEMBACA
SAHABAT || NOMIN✓
FanfictionTernyata itu sakit, sangat sakit. Tapi siapa juga yang mau berada di posisinya? Jaemin sungguh ingin keluar dari zona menyebalkan ini. Ia benar-benar ingin berhenti menyukai Jeno sahabatnya sendiri, dan membiarkan dia bersama orang yang disukainya. ...