"Pa," panggil Starla, "Starla mau bicara sebentar."
Darmawan yang sedang membaca koran pun melirik ke arah Starla, lalu pandangannya kembali fokus ke halaman berita ekonomi.
"Mau bicara apa?" tanya Darmawan sambil membalik koran ke halaman berikutnya. Suara berat dan serak Darmawan mendadak membuat nyali Starla ciut.
Starla menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Bagaimana pun juga ia harus memberitahu papanya.
"Begini, pa... Soal perjodohan itu.."
"Jadi kalian sudah menentukan tanggalnya?"
Starla menggeleng cepat, "Bukan,pa. Starla mau membatalkan perjodohan ini,"ucap Starla tegas dan mantap.
Mendengar itu, Darmawan lantas menutup koran dan melemparkan ke atas meja dengan kasar. Wajahnya merah menahan amarah.
"Apa kamu bilang?!" Darmawan melotot. Sorot amarah terpantul jelas di manik matanya.
"Starla tidak menyukai Petra, begitu juga dengan Petra, dia mencintai orang lain,"jelas Starla singkat.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Papa mau ketemu dengan ibunya Petra," putus Darmawan sepihak.
"Pa, ini hidup Starla. Papa boleh ngatur hidup Starla, tapi ijinkan Starla mencintai pria pilihan Starla," mohon Starla.
Darmawan memandang Starla dengan pandangan menyelidik.
"Siapa pilihan kamu? Anak kampung itu?!" bentak Darmawan.
"Ya. Starla mencintai Yordan. Dari dulu sampai sekarang," ucap Starla mantap. Matanya berkaca-kaca menahan semua rasa sesak di dalam dada.
"Yordan pria baik, pa. Dia orang yang tepat untuk Starla. Starla yakin akan bahagia hidup dengan Yordan."
Darmawan menggelengkan kepala, tidak bisa menerima keputusan putrinya.
"Pokoknya papa tetap mau bertemu ibu Petra! Titik!" seru Darmawan tanpa bisa dibantah lagi lalu meninggalkan Starla yang masih terpaku di sana.
***
Petra baru saja keluar dari kamar mandi ketika panggilan telepon dari mamanya berbunyi.
"Ada apa, Ma?" tanya Petra setelah telepon terhubung.
"Mama hanya ingin mengonfirmasi..." suara Alin terdengar risau bercampur khawatir. Sementara Petra menunggu kelanjutan kalimat mamanya yang menggantung tanpa mengeluarkan satu patah kata pun.
Selang beberapa detik, hanya terdengar helaan napas berat dari ujung telepon membuat Petra bertanya.
"Ini ada apa sih, ma. Mau bicara apa?"
Sekali lagi terdengar embusan napas berat mamanya, namun kali ini Alin membuka suara.
"Tadi, papanya Starla telepon. Katanya Starla dan kamu tidak mau melanjutkan perjodohan ini?" tanya Alin yang sudah kembali tenang. "Papanya Starla mau ketemu kita secepatnya. Kamu bisanya kapan?"
Petra tahu, cepat atau lambat kedua orangtua mereka pasti akan tahu mengenai hal ini. Petra menarik napas dalam-dalam untuk menjernihkan pikirannya.
"Nanti Petra kabari lagi ya, Ma. Petra akan jelaskan semua pada Pak Darmawan," tutup Petra sebelum memutus sambungan telepon.
Petra bersandar pada sofa, memandang langit-langit kamarnya. Ia lantas menutup wajahnya dengan kedua tangan. Beban pikirannya pun semakin bertambah.
"Pasti bisa lewatin ini semua," gumam Petra menguatkan diri.
***
Di waktu yang sama, pukul setengah delapan pagi, Petra menjadi pengunjung pertama cafe corner. Matanya menerawang jauh ke luar gedung, namun pikirannya melayang ke tempat lain. Tangannya hanya bergerak mengaduk-aduk kopi di atas meja, tanpa ada niatan meminum kopi tersebut.
Lamunan Petra terputus ketika seorang wanita berkemeja abu-abu dibalut dengan blazer hitam dan rok span masuk ke pintu utama gedung. Tatapan mata Petra terus mengikuti Yosika dari wanita itu masuk sampai melewati meja resepsionis.
Sementara itu, Yosika berusaha mengendalikan dirinya untuk pura-pura tidak tahu keberadaan Petra. Padahal, dari arah jendela luar cafe corner yang berhadapan dengan jalan raya, Yosika sempat melihat Petra termenung, entah memikirkan apa.
Namun, apa daya, keinginan selalu kalah dengan niat. Pikiran Yosika memang mengatakan jangan menoleh ke arah Petra, tetapi hatinya yang sudah dipenuhi niatan sebaliknya, malah menoleh ke arah cafe--sekadar mencari sosok pria yang dikaguminya.
Alhasil, mata Yosika dan Petra saling bertemu. Hanya sepersekian detik, Yosika memutus kontak mata. Jantungnya berirama cepat tak karuan. Ia melangkahkan kaki cepat menuju lift. Perasaannya berkecamuk ketika mendapati Petra tidak mengejarnya.
Apakah Petra benar-benar melupakanku? Apakah perasaannya padaku telah hilang? Yosika mengembuskan napas panjang. Kenapa semuanya jadi seperti ini?
Petra belum juga beranjak dari tempat duduknya. Pandangan matanya terus mengikuti Yosika hingga wanita itu masuk ke dalam lift. Sampai sosok Yosika tidak terlihat lagi, perlahan sorot mata pria itu berubah sendu. Petra ingin sekali mengejar Yosika. Tetapi, jika ia lakukan sekarang, tentu penolakan yang akan ia dapat. Akan lebih baik jika ia menyelesaikan satu per satu persoalan yang menjadi beban pikirannya selama ini.
"Saya akan mendapatkan kamu lagi, Yos. Tunggu saya," ucap Petra penuh tekad.
***
12th May 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush on You [Terbit]
RomanceSejak pertemuan pertamanya dengan Petra di sebuah acara kantor, Yosika tidak mampu melupakan pria itu. Dia tergila-gila pada Petra yang kaku dan berhati es. Berbagai cara Yosika lakukan agar Petra jatuh cinta padanya, tapi tetap saja, Petra tak ped...