Chapter 17

115 3 0
                                    

"You know? Tadi aku berbicara banyak hal dengan Boruto. Dia termasuk anak yang ramah jadi enak berbicara dengannya", kata Henry.
"Baguslah kalau kau mulai membuat koneksi denganna Henry", kata Blanc.
"Memangnya hal apa saja yang kau bicarakan dengannya Henry?", tanya Petit.
"Banyak hal. Mulai dari masa kecilku dan masa - masa ketika aku masih aktif bermain dulu. Dia juga membalasnaya dengan menceritakan masa lalumya. Dia berkata bahwa masa laluku dan masa lalunya mirip. Kami sama - sama hanya diasuh oleh seorang ibu, tetapi dia diasuh oleh ibunya sejak kecil. Mirisnya dia ragu kalau ibunya yang sekarang adalah ibu kandungnya hanya karena wajahnya tidak mirip dengannya".

"Itu berarti dia tengah mencari - cari orang tua kandungnya", kata Blanc.
"Memang kemana orang tua kandungnya Monsieur Boruto? Bagaimana bisa ia hanya dirawat oleh seorang single mom, yang bahkan bukan ibu kandungnya sendiri?", tanya Petit.
"Jadi begini ceritanya yang kudengar dari salah satu rekannya di PSG. Alkisah, ayah kandung Boruto meninggalkan Boruto di teras rumah Madame Historia saat Boruto masih bayi. Dia meninggalkan catatan yang berbunyi bahwa istrinya sudah meninggal dan kondisi keuangannya begitu buruk. Perusahaannya bangkrut dan uangnya hanya cukup untuk makan seorang saja. Surat itu diakhiri dengan ia memberi nama Boruto tanpa marga, sebelum akhirnya ayah kandungnya menghilang di tengah malam", kata Zidane.
"Hmmm... bisa disimpulkan ibu kandung Boruto sudah meninggal...", ujar Petit.
"Bisa jadi bro", kata Blanc.
"Itu berarti satu kepastian soal salah satu orang tua kandung Boruto sudah didapatkan walau menyakitkan, yaitu ibu kandungnya sudah meninggal", kata Henry. "Malang sekali nasibmu Boruto. Sudah ditinggal ibu kandungmu, sekarang kau pun masih mencari siapa ayah kandungmu", batin Henry sedih sembari meneteskan air mata lalu mengusapnya cepat.

"Oui, sekarang tinggal siapa ayah kandungnya Boruto inilah yang menjadi masalah besar", ujar Zidane.
"Kau benar kapten. Memang hal itulah yang jadi masalah besarnya sekarang", kata Petit.
"Apakah ada di antara kita yang pernah bertemu dengan seseorang yang mirip Monsieur Boruto belakangan ini?", tanya Zidane sembari bertopang dagu dan melirik rekannya bergantian.
"Kurasa tidak kapten", jawab Blanc.
"Monsieur Blanc benar", kata Henry
"Kita pun tidak bertemu siapa pun orang yang mirip Monsieur Boruto, selain Boruto saja belakangan ini", kata Petit.
"Haah, hanya urusan kecil tetapi ini benar - benar memusingkan kita semua...", keluh Zidane sambil mengelus kepala plontosnya pusing dengan pelayan yang sudah menyediakan kopi di meja mereka.
"Sudahlah kapten, mending kita ngopi dulu saja daripada semakin stress hanya karena masalah ini saja".

"Masalahnya ini menyangkut jati diri Boruto sebagai seorang anak. Si Boruto ini ingin tahu sekali siapa orang tua kandungnya. Aku hanya tidak ingin anak itu mati penasaran gara - gara hal sekecil ini saja", kata Zidane dengan nada tegas sekaligus cemas.
"Aku paham kapten, tetapi sebaiknya kita bahas ini lain kali saja. Lagipula masa remaja itu termasuk masa di mana seseorang mencari jati diri juga bukan?", tanya Petit.
"Kau benar juga, Petit", ujar Blanc.
"Setuju nih dengan Monsieur Petit", ujar Henry.
"Baiklah... baiklah, mungkin aku terlalu terbawa suasana ya?".
"Tidak apa - apa kapten. Kau hanya begitu peduli pada anak itu dan kami semua mengerti", kata Petit.
"Lagian aku sudah mendengar penuturan Monsieur Boruto sendiri. Jadi secara tidak langsung aku pun sudah terhubung dengan anak itu", kata Henry.

"Rupanya tidak sia - sia kau bicara berdua dengannya ya, Henry", kata Zidane sambil menepuk bahu Henry.
"Oui Monsieur Zidane. Lagipula nasib kami berdua nyaris sama. Jadi aku mngerti perasaannya", kata Henry.
"Baiklah, ayo kita berikrar bersama bahwa mulai hari ini kita akan bantu Boruto mencari tahu siapa ayah kandungnya. Dan kita akan melakukannya bersama - sama!!", teriak Zidane dengan semangat berkobar.
"Yeaaaaaaaaaahhhh!", teriak ketiga legenda lainnya dengan tangan mereka yang terkepal ke atas sebelum mereka masing - masing menikmati kopi yang sudah disediakan.

Saat ini skuad Prancis tengah dalam perjalanan pesawat menuju Munchen, untuk dua pertandingan pertama grup F Euro 2020 melawan Jerman dan Portugal.
"Tak terasa Euro 2020 sebentar lagi akan dimulai dan pelatih sudah memberitahu kami semua kalau kami akan melawan Jerman dan Portugal di Munchen, Jerman", batin Boruto. "Baru pertandingan pembukaan sudah menghadapi Monsieur Neuer dan dan Monsieur Ronaldo, tetapi memang inilah salah satu resiko menjadi pesepakbola pro yang membela timnas. Meskipun aku belum tentu bermain, mengingat statusku di klub yang hanya jadi pelapis-dattebasa". Boruto lalu tertawa simpul sambil memejamkan mata.

"Tolong panggilkan Monsieur Boruto, aku memiliki sesuatu hal penting untuk dia ketahui", bisik Deschamp. Asisten pelatih mengangguk mengerti lalu berjalan ke kursi Boruto. Ia menepuk bahu Boruto yang tengah memejamkan mata.

PUK!

"Siapa yang menepuk bahuku?", tanya Boruto sambil melihat sekelilingnya dan menemukan asisten pelatih berdiri di depannya.
"The coach wants to tell you something important, so please come with me", kata asisten pelatih. Boruto mengangguk lalu berdiri dari kursinya dan berjalan menuju kursi pelatih Deschamp.
"Ada hal penting apa yang ingin anda beritahu sehingga anda memanggilku, pelatih?", tanya Boruto.
"Boruto, ada kabar baik untukmu. Kau akan main di laga melawan Jerman dan Portugal di fase grup Euro 2020", kata Deschamp.
"Really?". "Aku tidak bercanda nak".
"Akhirnya impianku untuk melawan Monsieur Neuer dan Monsieur Ronaldo tercapai. Arigatou-ttebasa, pelatih Deschamp", batin Boruto senang dengan senyum lebar yang menampakkan barisan giginya.
"Aku mengerti kebahagiaanmu itu nak, sekarang kembalilah... kembalilah ke tempat dudukmu dan beritahu rekan - rekanmu".
"Baiklah, pelatih". Boruto lalu bergegas kembali ke tempat duduknya dengan perasaan bahagia bukan main.

"Ada apa Boruto? Kenapa kau senyum - senyum sendiri begitu?", tanya Lloris heran. "Tunggu dulu, biar kuingat - ingat...". Lloris membuat pose berpikir, "Kau pasti akhirnya mendapatkan yang kau mau yaitu bertarung dengan Monsieur Neuer kan?".
"Oui, dan bukan hanya itu saja, kapten. Aku juga akan bermain di starting lineup saat timnas kita bersua Portugal, aku benar - benar bahagia-ttebasa", kata Boruto dengan nada sangat senang.
"Waah, félicitations, Boruto", kata Mandanda dengan nada senang. "Namun ingatlah, jangan sia - siakan kesempatan yang sudah pelatih beri padamu. Karena kalau kau terlalu bersemangat, terkadang hal itu bisa membuatmu tidak fokus".
"Monsieur Mandanda benar nak. Jadi, walaupun kau berhasil membuat debut internasionalmu di laga besar sebaiknya jangan terlalu bersemangat. Kau harus tetap menjaga fokusmu pada pertandingan nanti".
"Baiklah, terima kasih sarannya kapten... Monsieur Mandanda", kata Boruto sambil melirik ke mereka berdua.
"Sama - sama Boruto". Boruto lalu memutuskan untuk tidur dengan kepala yang bersandar di bantal bangku pesawat dengan perasaan bahagia yang masih nampak jelas.
"Akhirnya calon penggantiku akan melakukan debutnya. Aku turut berbahagia untukmu, Monsieur Boruto", batin Lloris senang. "Cepatlah dewasa Boruto, karena aku dan Monsieur Mandanda sudah terlalu tua untuk ini". Lloris lalu menyenderian kepalanya di bantalan kursi pesawar dan memejamkan matanya.

TBC...

Vote and Comment, Please!

Goalkeeper's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang