sebelas

500 99 28
                                    

Kalau ditanya apa enaknya punya anak gadis semua, Teguh akan jawab:

"Gila, anjing. Lo pernah nggak sih ngerasain yang namanya leyeh-leyeh sambil menanti lebaran? Gue tiap tahun begitu, Bro!"

Kok agak kurang ajar ya?

Tapi Teguh tidak berbohong.

Kala teman-temannya banyak mengeluh soal pesanan kue, lampu hiasan lebaran, dan tetel bengek lainnya, Teguh hanya akan memberi cengiran polos.

Dinda, Marsha, dan Rena sudah terbiasa mengurus semuanya sejak SMP.

Teguh hanya perlu menyediakan biaya dan membayar zakat fitrah.

Sisanya?

Leave it all to the girls.

Rena sangat kritis soal dekorasi jadi anak itu pasti akan sibuk sendiri membeli hiasan dan pernak-pernik macam-macam untuk hari lebaran.

Mulai dari lampu gantung sampai berbagai macam tempelan dinding.

Dinda akan mengurus parsel-parsel yang akan dibagikan ke saudara mereka. Dengan adanya Johnny, sekarang Teguh pun tak perlu mengantar anaknya berbelanja.

Mulai dari kardus, beras, sampai snack sudah disiapkan.

Si bungsu, Marsha, kelewat concern soal makanan. Terakhir kali mereka memesan makanan, Teguh sakit perut dan anaknya itu marah-marah.

Jadi, yah, masakan untuk hari lebaran juga sudah siap.

Sungguh indah dunia ini.

"Assalamualaikum, Om!"

"Wa'alaikumsalam. Tania? Masuk aja sini!"

Tania melangkah masuk sambil menenteng martabak, "Tania bawa martabak, Om. Boleh ya tuker sama Dinda?"

"Boleh banget, dong!"

"Lo kira gue barang?" Dinda muncul, sudah rapi, "Papa juga. Kok iya-iya aja, sih?"

"Ya kan rezeki nggak boleh ditolak, Din."

"Ya iya sih."

"Kamu mau takbiran di rumah Kuncoro lagi?"

"Iya, Pa. Nggak apa-apa?"

Teguh tersenyum menanggapi, "Santai, Din. Lagian ada adek-adekmu di rumah."

"Yaudah, Dinda berangkat, ya?" si sulung mengecup pipi Teguh singkat, "Johnny nanti mau ke sini. Nemenin Papa main catur katanya."

"Iya. Hati-hati yaa!"

"Jangan lupa kirim parsel yang buat Tante ya!"

"Iyaaaa!"

Teguh masuk kembali ke dalam setelah memastikan bahwa Dinda sudah pergi dengan aman.

Ia melangkah ke ruang keluarga, melewati Rena yang sedang menaiki tangga untuk memasang lampu gantung di jendela.

"Rena, mau dibantuin nggak?"

"Gapapa, Pa. Aku bisa, kok!"

"Beneran? Papa bantuin gantungin ya?"

"Nggak usah, Papa. Sebentar lagi selesai kok."

Masuk lebih dalam, wangi masakan memenuhi indra penciumannya. Marsha sibuk mengaduk panci dengan wajah serius.

"Masak apa, Ca?"

"Tinggal opor doang sih yang belom, Pa. Caca tahun ini nggak masak rendang gapapa, kan?"

"Gapapa, Ca. Ini ada martabak, nih."

Cerita Kita!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang