Pertemuan Pertama

85 11 1
                                    

Terima kasih sudah setia menanti updet-an Author. Jangan lupa komen dan votenya ya!

 Jangan lupa komen dan votenya ya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pada pemberhentian bus di pinggir jalan, seorang laki-laki muda berambut hitam legam itu merapatkan jaket usangnya. Menyembunyikan seragam sekolah yang masih dikenakan. Sesekali ia mendengus menatap langit sore itu. Matahari tampak sudah lelah dan meninggalkan warna jingga di antara awan. Sedang angin yang sejuk berhembus, menggoyangkan ujung-ujung daun pohon ginkgo di sekitarnya hingga ke jalan raya.

Sudah dua jam lamanya laki-laki muda bernama Jung Kook itu berdiri terkaku menatap jalan. Beberapa kali bus berhenti mengangkut penumpang. Namun ia tidak berangkat. Seakan ujung kakinya terpaku di sana. Hingga ia pun berakhir menunggu sendirian. Menanti sebuah keajaiban.

Tangannya yang mengepal kini terbuka. Menunjukkan kepingan koin yang tersisa. Tidak cukup untuk membeli tiket pulang kembali ke Busan. Sedangkan, perutnya sama sekali belum terisi seharian.

Kata nekat adalah ungkapan yang tidak pernah terlintas di benak Jung Kook sebelumnya. Selama hidupnya empat belas tahun terakhir ini. Tak pernah sejengkal pun ia meninggalkan kota Busan, kota kelahirannya. Namun kali ini, entah dorongan dari mana. Ia memutuskan membolos dari sekolah, dan meninggalkan kota Busan sendirian.

Jung Kook pergi ke Seoul. Berbekal sedikit pengetahuan perihal pameran yang diadakan di kampus yang diimpikannya serta uang seadanya. Ia pun disambut gedung-gedung megah yang membuatnya menganga sepanjang perjalanan dengan bus kota. 

Matanya yang lugu itu pun berbinar-binar kala akhirnya dapat melihat sendiri seperti apa gedung jurusan arsitektur itu. Berdecak kagum oleh hasil karya mahasiswa yang dipamerkan pada lorong gedungnya. Semakin meninggikan ingin untuk melanjutkan kuliahnya disana, meski ia tahu pasti akan amat sulit bertahan hidup seorang diri ditengah kejamnya ibu kota.

Jung Kook terlahir dari keluarga sederhana. Setidaknya cukup membuatnya merasakan nikmatnya nasi pulen, sup toge dan telur dadar sebagai sarapan. Sehingga ia cukup sadar diri untuk tidak menuntut sesuatu yang berlebihan dari orang tuanya. Selama ini, ia tidak pernah memaksakan kehendak. Namun kali ini berbeda.

Meskipun masih sangat muda, Jung Kook menemukan mimpinya, ia ingin menjadi seorang arsitek. Bocah berumur empat belas tahun itu tergila-gila oleh rancang bangun desain semenjak ia mengunjungi sebuah pameran arsitektur di Busan. Namun ia tahu, meneruskan kuliah di jurusan arsitektur tidaklah murah. Gaji ayahnya yang sebagai pegawai administrasi di pabrik tidak akan cukup membiayai mimpinya.

Pikirnya setelah ia membolos sekolah dan menghadiri pameran di Seoul, akan menjadi hal terakhir yang bisa di lakukannya. Setelah ini, Jung Kook harus memendam mimpinya. Ia harus berpikir realistis untuk memikirkan masa depannya. Sama seperti keinginan orang tuanya. Berharap Jung Kook akan menjadi seorang pegawai pemerintah. Dimana masa tuanya kelak terjamin. Setidaknya tidak seperti nasib kedua orang tuanya yang rawan finansial karena sulitnya mencari pekerjaan.

Love in SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang