"Mau apa lagi lo kesini?" Tanya Valyn pada leader geng Vander.
Avan menatap tajam Valyn. "Dendam gue masih ada asal lo tau," sinis Avan. "Terus perihal gue kalah balapan tadi malem," lanjutnya.
Ya, tadi malam memang Valyn dan Avan sudah balapan dan dimenangkan Valyn.
"Kalah kok nggak terima. Apaan? Cowok bukan sih?" Tanya Lion sinis.
Rahang Avan mengeras, ia marah dan kesal. Setelah rencananya untuk mencegah Valyn datang kesini gagal, sekarang malah diejek. "AWAS KALIAN! SERANGGG!!!" Teriaknya bak ingin menyerbu sembako.
Dan terjadilah perkelahian antara Rainzors dan Vander. Suara pukulan dan tinjuan pun terdengar keras dimana-mana. Kedua kubu sama-sama kuat jika berkelahi. Hingga beberapa saat, suara sirine polisi datang mendekat.
"ADA POLISI! CABUT!" Teriak Avan lalu anggota Vander mulai berhamburan menuju motornya masing-masing. Dan saat mereka sudah tak terlihat, muncullah seseorang disana.
Seorang lelaki yang menenteng sebuah sirine mobil ditangannya. Segera ia mendekat dan mematikan suara sirine tersebut.
"Gimana? Sirinenya bagus kan?"
"Sial, gue udah panik polisi bakal serbu markas. Taunya lo!" Geram Panca-anggota Rainzors menatap kesal kearah Aldan yang datang membawa sirine dengan tak berdosanya. Tak lupa tas Valyn yang berada dibahunya.
"Ah ellah, bukannya makasih malah marah-marah. Ini tuh sirinenya Bina! Bukan punya gue!" Balasnya berteriak.
Yang lain sudah lelah dengan mereka, dan memutuskan untuk masuk kembali kedalam markas. Namun ada juga beberapa yang berpamitan ingin pergi atau ikut ke rumah sakit menjenguk Arka.
"Bebeb Binanya mana?" Tanya Panca memanasi Aldan.
"Nggak usah bebeb-bebeban anjir! Bina lagi ulangan dadakan! Gak diizinin keluar!"
"Sudahlah kawan! Mari kita menjenguk Arka!" Ajak Sandy sok bijak.
Valyn yang masih memakai seragam putih abu-abu dengan jaket jeans biru, diam saja sedari tadi. Sudah jengah dengan kecerewetan Aldan dan Panca. Ia lebih memilih pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Arka.
Aldan dan Panca saling menatap dengan tatapan permusuhan. Lalu saling senggol kaki satu sama lain. Setelah itu baru mengikuti motor Valyn, Sandy, dan beberapa anggota yang lain. Tak banyak, hanya sekitar 12 orang.
••--💎--••
"Thaka! Thaka! Pulu pulu! Gue ikut ya," pinta gadis SMP itu pada lelaki yang terlihat kesal karenanya.
"Apaan? Gak ada! Nanti mama marah!"
"Abang! Udah izin sama mama kok. Bener deh," pinta gadis itu lagi.
"Serah,"
Thaka berjalan dengan kesal menuju motornya yang terparkir didepan rumahnya diikuti Vania yang mengekor di belakangnya.
Tak butuh waktu lama, dua orang berbeda umur itu sampai di sebuah markas milik Traix. Vania—adik Thaka yang masih kelas 2 SMP terus mengekori Thaka.
Vania sangat bersemangat dengan membawa sekantong plastik penuh jajan. Sementara Thaka memutar bola matanya malas.
Brakk
Dengan tak berperasaan, Vania mendobrak pintu markas dengan keras. Membuat manusia didalamnya terlihat terlonjak kaget.
"ALLAHUAKBAR!"
"SETHAN!"
Semua menatap tajam kearah Vania. "Hehe, maaf." Ucapnya cengengesan.
"Untung lo adek pak bos, kalo bukan udah gue--" ucapan Leo terpotong kala Thaka berucap lebih dulu.
"Kalo bukan udah apa?" Tanyanya datar sambil berjalan masuk dan duduk di sofa yang ada disana.
"Eh, nggak apa-apa kok. Silahkan duduk Tuan Putri," ujar Leo tersenyum sangat lebar.
"Dahlah. Nggak jadi bagi-bagi jajan," kesal Vania setelah duduk di samping Thaka.
"E-eh! Nggak boleh gitu Vania... Berbagi itu indah." Ujar Dika mengedipkan sebelah matanya.
"Dih! Gantengan juga ketos di sekolah gue," balas Vania sambil tersenyum manis membayangkan ketua osisnya yang tampan. Dan hal itu tak luput dari tatapan tajam Thaka.
"Apa lo bilang? Ganteng? Gantengan juga gue," bangga Thaka pada dirinya sendiri.
"Lo tau nggak bang? Dia ketua osis, cogan, kaya tapi nggak se-kaya papa, nggak playboy kek temen-temen buaya lo, terus kalo senyum... MANIS BANGET MASYA ALLAH!" ujar Vania tersenyum tidak jelas setelah membagikan jajanannya.
Plak
Thaka menggeplak kepala Vania agar gadis itu sadar. "Bocil! Nggak usah main cinta monyet!"
"Ih! Apaan? Nggak seru ah," kesal Vania lalu beralih menatap Dika yang masih seru ngemil. "Bang Dik! Live IG yuk!" Ajaknya.
"Hayyuk lahh!" Tentu saja Dika sangat semangat menerima ajakan itu.
"Dahlah." Gumam Thaka melihat Dika dan adiknya yang membuat rusuh satu markas. Berlarian kesana-kemari. Yang lainpun hanya geleng-geleng kepala.
••--🌸--••
"Ka! Kok lo bisa masuk RS duluan? Belum diapa-apain sama Vander kan lo?" Tanya Sandy cerewet begitu sampai di ruangan Arka.
"Bukan karena Vander, gue digebukin preman jalanan." Terang Arka.
"Lah kok kalah?" Tanya Sandy lagi.
"Ya gimana? Mereka sepuluh orang, gue sendiri." Jawab Arka sedikit berteriak.
"Ada yang mau gue bicarain sama lo," ujar Valyn menatap Arka.
Yang lain mengerti dan langsung keluar dari ruangan itu.
"Lo bohong kan?" Tanya gadis itu dengan tatapan serius.
"Nggak. Emang bener gue dihajar preman." Jawab Arka serius juga. "Sumpah beneran Val! Gue jarang pulang kok. Lo juga tau kan, kalo gue sekarang lebih sering nginep di markas. Gue nggak apa-apa, bener!" Lanjut lelaki itu.
Valyn menghela nafas pendek, "Oke. Kalo ada apa-apa jangan sungkan bilang sama gue,"
Arka mengangguk. "Lo harusnya juga kalo ada apa-apa bilang ke kita-kita, jangan terus pendem sendiri."
"Iyain," jawab Valyn singkat.
Arka memutar bola matanya, agak tak percaya dengan ucapan Valyn.
Valyn sedikit terkekeh. "Gue keluar dulu,"
Arka kembali mengangguk. Valyn berjalan keluar, dan memberi tau yang lainnnya sudah boleh masuk.
"Lah, lo mau kemana?" Tanya Lion kala melihat Valyn berjalan menjauh dari pintu ruang Arka.
"Kantin," tanpa menoleh, gadis itu menjawab sambil terus berjalan.
Kantin rumah sakit tidak ramai. Hanya beberapa orang yang berada disana.
Gadis itu duduk di bangku paling pojok setelah membeli sebotol minuman. Ia hanya diam dengan pandangan lurus kedepan. Menatap kearah matahari yang mulai tenggelam.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
"Lo Valyn kan?"
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Ice (On Going)
Teen FictionTentang Miss ice, segala lukanya, dan rahasianya. • Update 2 minggu sekali •