Bab 42. Malam Minggu #2

385 44 5
                                    

Selamat Membaca!!!

***

Malam minggu Sadewa tentu saja datang berkunjung untuk menghabiskan waktu bersama Devina. Tadinya ia berencana untuk mengajak kekasihnya itu jalan-jalan sekedar menikmati malam sebagaimana orang pacaran lainnya, kuliner atau datang ke pasar malam dan menaiki berbagai permainan yang ada. Tapi rencana itu gagal karena Levin, sang calon papa mertua mengundangnya untuk ber-barbeque bersama dengan tujuan agar mereka bisa saling mengakrabkan diri satu sama lain. Padahal alasan utamanya adalah untuk memancing Devin mengeluarkan gandengannya meskipun tidak dapat di pungkiri bahwa acara ini pun Levin lakukan untuk lebih mengenal dengan pasangan dari anak-anaknya.

Sadewa sudah datang dari jam lima sore tadi, membantu Levin menyiapkan panggangan, menggelar tikar yang akan menjadi tempat mereka duduk nanti, bahkan menemani Devi berbelanja untuk kebutuhan barbeque mereka.

Semua Sadewa lakukan atas keinginannya sendiri. Sementara Devina malah sibuk tidur dari sejak pulang kampus tadi dan Devin sedang dilanda kebingungan karena hingga saat ini belum juga ada keputusan yang diambilnya mengenai siapa yang akan dirinya bawa ke rumah.

Sejak kemarin Devin memikirkan mengenai usulan kedua temannya, tapi ia tak sampai hati untuk melakukan itu. Devin tidak ingin mengingkari janjinya sendiri untuk tidak menjadi berengsek terhadap perempuan-perempuan di luar sana terlebih perempuan yang mengharapkannya. Devin tidak tega, sungguh. Tapi rasanya gengsi juga jika harus mengaku pada sang papa bahwa dirinya tidak sama sekali memiliki kekasih.

Devin malas mendengar nyinyiran pria tua mantan playboy kelas kakap itu yang ngakunya digilai perempuan secantik Miss Indonesia, tapi oleh seorang Devi yang tidak ada bagus-bagusnya di tolak puluhan kali

Cih, andai ada di masa sang papa saat itu, Devin pastikan bahwa dirinya yang menertawakan paling kencang pria tua dengan percaya diri tinggi itu.

“Tuhan, gue harus bagaimana!” teriak Devin yang sengaja ia redam dalam bantal yang saat ini menutupi kepalanya.

Lama berpikir hingga membuat kepalanya panas, Devin sudah akan menyerah dan mengaku yang sebenarnya pada sang papa, namun sebelum niat itu ia realisasikan, suara notifikasi dari ponselnya lebih dulu terdengar membuat Devin mengubah posisinya jadi duduk, meraih ponsel di atas nakas lalu membuka salah satu aplikasi Chat di ponselnya.

Sebenarnya banyak pesan yang masuk sejak tadi, bahkan mungkin sejak hari-hari sebelumnya, tapi Devin tidak sama sekali tertarik untuk membukanya, ia selalu mengabaikan itu semua. Namun kali ini chat yang baru di terimanya membuat Devin menyunggingkan senyum dan mengetikan sesuatu di layar datarnya sebelum kemudian bergegas menuju kamar mandi dan berganti pakaian, setelahnya meraih kunci mobil dan keluar dari kamar dengan perasaan yang lebih ringan. Tidak lupa ponsel ia masukan ke dalam sakunya.

“Kamu mau ke mana, Vin, jangan kabur, heh!” teriak Levin begitu tak sengaja melihat Devin keluar dari rumah.

“Devin gak akan kabur, Pa. Mau jemput calon mantu Papa,” sahut Devin balas berteriak. Dan aksi teriak-teriakannya itu mendapat dengusan dari Devina yang baru saja turun dari kamarnya sudah dalam keadaan segar.

“Gak anak gak bapak sama-sama tarzan!” cibir Devina begitu melewati Levin yang masih berdiri di antara ruang tengah dan ruang utama rumahnya.

“Berarti kamu juga tarzan dong,” Levin menaikkan sebelah alisnya menatap sang putri kedua.

“Gak ada tarzan secantik, Devina,” ujarnya seraya mengibaskan rambut dengan gaya angkuhnya lalu melanjutkan langkah menuju dapur untuk melihat persiapan barbeque mereka. Meninggalkan Levin yang mencebikkan bibir dengan gumaman tak jelasnya

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang