49 - Break?

963 119 26
                                    

Selamat membaca ^_^

"Kamu kenapa sih jarang angkat telepon aku sekarang?" ujar Jehan dengan nada kesal.

"Aku sibuk, sayang.."

"Aku juga sibuk, tapi aku selalu sempetin waktu buat telepon kamu, meskipun gak diangkat."

Haechan menghela napas berat, ia merasa lelah dengan sikap gadisnya yang semakin kekanakan --menurutnya.

"Ngapain hela napas kayak gitu? Capek kamu sama aku?" sinis Jehan.

"Iya, aku capek! Puas kamu?!" seru Haechan membuat Jehan tersentak di seberang telepon.

Jehan terdiam. "Oppa, maaf.."

Haechan terkekeh sinis. "Kamu berharap aku balas minta maaf?"

Jehan menautkan alisnya. "Kamu kok gitu sih?"

Haechan memutar bola matanya malas. Ia sudah pusing dengan masalahnya sendiri dan Jehan malah membuatnya tambah pusing saja.

"Oppa, kayaknya hubungan kita mulai gak sehat." Jehan menarik napas sebelum melanjutkan. "Gimana kalau kita break dulu?" ujarnya pelan.

"Kenapa harus break?"

"Biar kita bisa fokus sama diri masing-masing dulu, intropeksi-"

"Kenapa gak putus aja sekalian?" Haechan memotong kalimat Jehan dengan sinis.

Jehan terkejut namun berusaha menormalkan ekspresinya. "Aku rasa break aja cukup, aku pingin kita-"

"Buat apa? Intinya kamu pingin udahan kan? Kita udahin aja sekalian, kamu pikir aku gak capek ngurusin kamu? Aku gak lagi ngasih penawaran, aku mau kita putus." Haechan berkata sambil menatap Jehan tajam membuat yang ditatap ingin menangis saja rasanya.

Jehan menggelengkan kepalanya. "Enggak, oppa ngomong begitu karena kamu emosi."

"Terserah! Aku anggap kita putus, kamu cuma nambah beban padahal urusanku sendiri udah banyak. Kamu tu kekanakan tau gak, mentang-mentang kamu pacarku kamu jadi seenaknya. Enggak deh, aku yang salah. Harusnya dari dulu aku jangan kasih perhatian ke kamu, harusnya aku gak jadiin kamu pacarku, harusnya aku gak-"

"Cukup! Oke kalau itu yang kamu mau. Makasih atas kehadiran oppa selama ini. Makasih udah ngurusin aku. Maaf nyusahin kamu, maaf udah jadi beban buat kamu. Kita putus sekarang." Jehan berkata tegas kemudian menutup panggilannya.

Jehan menyesal telah hadir di hidup pria itu dan mengganggu ketenangan hidupnya. Ia menyesal telah membawa idolanya itu untuk masuk kedalam hidupnya dan membuang waktu berharganya selama ini hanya untuk Jehan yang bukan apa-apa.

Jehan menangis sejadinya. Apa benar Haechan menganggapnya beban selama ini? Apa Jehan sangat merepotkan sampai lelaki itu merasa terbebani karena harus mengurus dirinya? Apa ia sungguh mempersulit lelaki itu dengan kehadirannya?

~

Tak jauh berbeda dengan Jehan, Haechan menaruh ponselnya dengan kasar diatas nakas. Ia tidak bermaksud begitu, emosi menguasai dirinya untuk sesaat.

"Aaargh!!" Haechan memerosotkan tubuhnya dan menenggelamkan diri di bawah selimut.

Teriakannya membuat para hyung --yang sedang mengobrol di luar-- langsung masuk ke kamarnya.

"Donghyuck-ah, kenapa lo?" Johnny bertanya pelan, tangannya hendak membuka selimut adiknya, tapi Haechan menahannya.

Terdengar isakan pelan dari balik selimut, membuat para hyung semakin khawatir. Haechan bukan tipe yang mudah menangis, kecuali ia merasa sangat-sangat sedih.

[1] So I Married My Idol ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang