Notes: I'm not an expert at writing 🔞 scene, kalo emang ga nge-feel ataupun pendek, ga nyambung dan sebagainya.. yaaa I don't know and I'm so sorry? Just read if you want to, pffhh~ byee!
🧸🧸🧸🧸🧸🧸🧸🧸🧸
"Shh, pelan-pelan ahh! Mark!"
Badan yang sudah dibanjiri oleh keringat itu makin terhentak kuat, entah sudah berapa kali kedua anak Adam itu melakukan kegiatan panas mereka, namun tidak ada tanda-tanda bahwa keduanya akan mengakhiri kegiatan tersebut dalam waktu dekat.
"You're clenching your hole, fuck, Renjun!"
"Sadar diri! Nghh— punya lo yang makin gede sialan!"
Kembali tuli, Mark makin menghentakkan batang tegaknya di dalam lubang si kecil. Menghujam titik nikmat yang dapat membuat belah bibir yang sudah bengkak itu untuk kembali mendesahkan namanya dengan kuat.
Tangan milik Renjun dengan aktif menyalurkan rasa nikmat yang Ia terima, jemari lentiknya yang bergesekkan langsung dengan kulit sang dominan tentunya makin mempercepat hujaman dibawah sana.
"Markhh! Aanhh!"
Drrt drrt
"Bentar, hhh— someone is calling, give me a minute.."
Dengan terpaksa Mark menghentikan kegiatannya, tangannya Ia gunakan untuk menyisir surainya kebelakang sembari matanya tetap terpaku pada si kecil yang saat ini tersenyum cerah setelah melihat nama yang tertera di layar ponsel miliknya.
"Baby!"
Mark mendecih keras kala nada manja milik Renjun masuk memenuhi gendang telinganya. Dengan kedua lengan yang masih setia mengukung laki-laki berperawakan kecil dihadapannya.
"Belum, belum pulang.. bentar lagi palingan, kenapa? Kamu mau jemput?"
Sebuah seringai yang sialnya tampan terbit di wajah milik Mark, Renjun yang sedari tadi memperhatikan pun hanya dapat menelan salivanya gugup. Merasakan hembusan napas milik sang dominan yang kian mendekat dan menyapu daerah lehernya di detik berikutnya, mau tak mau membuat Renjun mendongakkan kepalanya secara perlahan.
Renjun bahkan mati-matian menahan desahannya kala bibir milik Mark mulai mengeksplor bagian lehernya. Hisapan, jilatan, maupun gigitan diberikan secara bergantian, sialan sekali memang pemuda bermarga Lee ini. Tubuhnya lemas, ingin sekali mengeluarkan desahan, namun Ia masih sadar jika saat ini Ia sedang terhubung dengan seseorang via telepon.
"Nnh— ngga, lagi banyak kerjaan aja, pusing."
Pandai sekali belah bibir itu mengucap dusta, ya mau bagaimana lagi? Keadaannya terlalu genting, dan Renjun terang saja tidak ingin berkata jujur. Tidak mungkin kan dia berkata bahwa Ia tengah melakukah hubungan intim dengan atasannya? Renjun belum segila itu, atau mungkin sudah? Entahlah.
Pria kecil itu sedikit menjauhkan ponselnya dan dengan sekuat tenaga mendorong bahu milik sang dominan yang masih sibuk bermain di daerah lehernya, tangan nakalnya pun sekarang turut mengambil peran dengan menarik dan juga mencubit puting miliknya dengan cukup keras.
"Mhh—arkkhh~"
"Keep moaning, Kitten. Tell him that you're mine, not his."
Tangan kecil itu mulai kembali meraba-raba, setelah meletakkan ponselnya di atas meja begitu saja, dengan napas tersengal Renjun kembali menggerakkan bagian bawahnya, mengikuti tempo milik pria kelahiran Agustus yang masih dengan semangat menggagahinya.
Teriakan disertai desahan yang cukup kuat kembali mengisi ruangan yang di dominasi dengan warna gelap tersebut, derit meja yang menjadi tempat berbuat dosa pun turut mengiringi, tak peduli apakah suara laknat yang keluar dari belah bibirnya itu dapat di dengar oleh seseorang di seberan sana, Renjun sudah kembali terbuai.
Ciuman dan hisapan ringan kembali dilayangkan, bagian leher, bahu, maupun dada yang tak tertutup sehelai kain lah yang menjadi sasaran bibir milik Mark. Membuat berbagai tanda keunguan yang tak akan hilang dalam waktu dekat, seolah ingin mengatakan bahwa Renjun adalah miliknya seorang.
Terlepas dari fakta bahwa hubungan mereka tidak dapat mengikat satu sama lain ke dalam sebuah komitmen, namun tampaknya, tali samar berkedok nafsu cukup untuk membuat keduanya memiliki perasaan saling membutuhkan.
"Aaahh! Thereee~ deeper shh— Markkhh!"
Tubuh milik Renjun menegang, rasa ingin melepaskan seluruh cairan yang menumpuk di ujung alat kelaminnya sudah mencapai puncak. Lubang yang sedari tadi dihujam kuat itu mulai terasa sesak, dan tanpa sadar rektum pun turut meremas kejantanan sang dominan dengan kuat, memaksa penis yang membesar itu untuk mengeluarkan muatannya di dalam tubuh sang submissive.
Bibir bengkak milik si mungil kembali diraup, tusukkan-tusukkan yang diberikan terasa semakin dalam—dengan desahan tertahan, keduanya hampir mencapai pelepasan mereka.
"Fuck! Renjun!"
"Cumhh, Mark mnhhh ahhh!"
Jeritan nikmat menjadi tanda bahwa keduanya telah mencapai pelepasan mereka, cairan milik si submissive kecil itu keluar mengotori perut ratanya sendiri, sedangkan milik sang dominan sedikit demi sedikit menetes keluar dari lubang yang tak lagi rapat itu setelah memuntahkan cairan miliknya di dalam tubuh sang submissive.
"Hhh— give me a break ughh.. Aku capek, Mark—"
Senyuman kecil tercetak di bibir milik Mark, tangannya meraih ponsel milik Renjun yang terletak begitu saja. Senyumannya makin mengembang kala membaca satu pesan singkat yang tertera di layar.
"Guess you're single now, eh?"
"Hah?"
"It's a break-up message from your boyfriend. He heard you when you're moaning my name."
"Geez, whatever."
Meletakkan kembali ponsel itu secara sembarang, Mark kembali melayangkan sebuah kecupan ringan di bibir semerah buah ceri milik Renjun, menatap kedua manik si kecil dalam, menyalurkan isi hatinya yang ingin sekali Ia sampaikan.
Faktanya, baik dikatakan maupun tidak, perasaan miliknya tak akan pernah sampai. Mau sekuat apapun Mark mencoba, Renjun hanya melihatnya sebatas 'teman' untuk menghangatkan ranjang. Untuk saat ini, Mark cukup puas dengan statusnya sebagai 'teman' dan atasan si mungil berparas cantik itu.
"Udah puas belum? Kalo belum mending puas-puasin dulu deh, daripada lo nanti minta jatah lagi!"
"Hmm, untuk sekarang udah cukup, gatau nanti. Well, we can do it again tho, later. You up for role-play? Or maybe... a semi-public one? Dang, that sounds like a plan."
Renjun hanya dapat merotasikan matanya malas, dengan perlahan Ia mengeluarkan batang milik Mark dari lubangnya, menggigit bibir bawahnya kala cairan kental itu kembali menetes keluar.
"Shh sialan!"
"God, I want to fuck you again."
"Aset lo mau gue potong, hah?! Lo sih enak tinggal tusuk doang! Gue yang sakit!"
"Yakin sakit? Biasanya lu yang minta tambah."
"Bacot! Kita pergi satu jam lagi, jangan lupa ruangannya diberesin! Gue gamau ya denger OB ngomel soal ruangan lo yang kayak kapal pecah!"
"Understand."
Lagi-lagi percakapan keduanya berakhir begitu saja, tidak ada bahasan penting selain pekerjaan. Entah sampai kapan judul dari hubungannya dengan Renjun berbunyi 'one-sided love' yang pasti pria bermarga Lee itu hanya harus berjuang lebih keras, menundukkan rubah liar tentunya tidak pernah mudah bukan?

KAMU SEDANG MEMBACA
How It Ends?
Фанфик"The hours I spend with you I look upon as sort of a perfumed garden, a dim twilight, and a fountain singing to it. You and you alone make me feel that I am alive. Other men it is said have seen angels, but I have seen thee and thou art enough" - Ge...