Matahari sudah bersembunyi disisi tergelapnya. Dua insan sepasang suami istri yang berada di dalam kamar pun sudah melaksanakan kewajiban sholat maghribnya sebagai umat muslim. Dan mereka melakukannya secara berjamaah, tentu saja ini hal perdana bagi mereka berdua.
Bahkan Jihan pun tak dapat mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat diimamin sholat dengan Julian. Masya allah banget pokoknya.
Sekarang mereka tengah duduk bersila saling berhadapan diatas ranjang mereka.
"Aku mau nanya deh," ucap Jihan membuka pembicaraan diantara mereka.
"Nanya apa?"
"Kamu waktu pacaran sama Jingga ngapain aja? Maksud aku kalo orang pacaran itu ngapain aja gitu lho."
"Apa ya..." Julian menggaruk kepala bagian belakangnya yang tak gatal. Ia tengah berpikir dan memutar memori kebersamaannya bersama Jingga dulu disaat mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih.
"Paling antar jemput sekolah, nonton, makan, jalan. Gitu aja sih. Selayaknya orang pacaran aja sih," papar Julian. "Kenapa emangnya?"
"Aku mau kita kayak gitu!"
"Hah?" beo cowok itu.
"Iya, aku pingin punya kegiatan pacaran gitu kayak orang-orang."
"Aku pingin pulang dan pergi dari sekolah sama kamu, nonton, makan, main, jalan sama kamu."
Julian terkekeh melihat Jihan cerewet begini. Terlihat lucu dimatanya. Ia tak tahan untuk tidak mencubit kedua pipi gadis itu yang meninggalkan bekas sedikit kemarahan disana. Ia tak tau itu merah karena emang kulitnya putih atau karena bersemu.
"Antar jemput sekolah kan udah aku lakuin tiap hari, Han."
"Ya yang lain kan belum." Jihan mengerucutkan bibirnya.
Sumpah demi apapun, Jihan sangat menggemaskan saat ini dimata Julian. Julian sampe tak tahan untuk tidak menarik hidung gadis itu gemas sampai si empunya hidung itu berteriak kesakitan. "Sakit, Yan!" pekik Jihan yang membuat Julian terkekeh.
Bahkan saking gemasnya, Julian sampe ingin memasukan gadis itu ke dalam karung dan tak memperbolehkan Jihan untuk kemanapun. Duh kenapa Julian jadi posesif seperti ini?
"Iya, besok kalo libur kita jalan deh. Nonton, makan, main terserah kamu," hiburnya.
"Besok kan Sabtu. Kenapa nggak besok aja?" nego Jihan.
"Besok banget?"
Jihan mengangguk semangat.
Julian tersenyum hangat. "Yaudah mau kemana emang? Udah ada tempat yang mau dikunjungi atau mungkin udah ada agenda?"
"Aku mau ke upside down world. Aku mau foto-foto disana."
"Ternyata diam-diam narsis juga ya kamu. Oke, besok ke sana."
"Yeeee!!" pekik Jihan girang. "Aku udah lama banget pingin kesana tau. Di fyp IG ku banyak banget yang pada foto-foto disana."
Julian mengangguk-anggukan kepalanya sambil tangannya mengacak poni Jihan gemas. Sungguh Jihan mengapa bisa semenggemaskan ini. Dan kenapa ia baru menyadarinya disaat mereka telah menikah selama 6 bulan.
"Iya-iya besok pergi. Kamu bisa sepuasnya foto-foto," ucap Julian.
Cowok itu melirik jam yang berada di dinding. Ternyata sudah pukul 7 malam. Jam mereka untuk makan malam bersama. Memang keluarga mereka memiliki kebiasaan untuk makan malam bersama. Jika tidak ada halangan.
"Mending sekarang kita turun buat makan malam. Kayaknya udah siap makannya," ajak Julian.
Jihan menepuk dahinya pelan. "Astagfirullah. Aku lupa bantuin."
"Yaudah nggak apa-apa. Besok kan masih bisa. Sekarang mending turun." Julian menarik tangan Jihan untuk beranjak dari duduknya dan segera melangkah keluar dari kamar mereka menuju meja makan yang sepertinya semua orang sudah berkumpul disana.
Saat sampai di meja makan, benar dugaan Julian. Semua anggota keluarga mereka telah berkumpul. Bahkan Jasmine pun sudah nampak lebih baik. Perban yang melilit dikepalanya pun sudah dilepas digantikan dengan kapas dan plester yang membalut luka bekas operasinya. Keadaan Arya pun juga begitu, sudah sangat sehat walafiat.
"Kalian lama banget di dalam kamar. Ngapain aja?" tanya Jasmine disaat Jihan dan Julian telah mendudukan pantat mereka di kursi yang biasa mereka duduki.
"Besok aku sama Jihan mau pergi, Bun. Makanya kita tadi ngobrol dulu," balas Julian.
"Serius?! Kemana?! Gue ikut ya," sahut adik kembar cowok itu.
"Nggak usah jadi ekor kamu," sindir Jasmine. "Udah kamu di rumah aja atau kalo nggak kamu main aja sana sama temen sekolahmu dulu."
"Mending besok kamu cuciin aja mobil Ayah. Lusa mau Ayah pake," usul Arya yang dibalas dengan tatapan datar Julio.
Tentu saja mereka semua yang ada di meja makan itu tertawa mendengar usulan Arya, tapi terkecuali Julio. Niat cowok itu kan mau jelong-jelong keluar rumah, tapi kenapa malah disuruh jadi tukang cuci mobil. Kalo dibayar mah nggak apa-apa, lha ini boro-boro. Kayaknya nggak bakal dibayar sih.
"Dibayar nggak jasa cuci mobilnya ini?" tanya Julio.
"Ya jelas," jeda Arya. "Nggaklah."
Semua orang yang ada di meja makan itu tertawa, tentu saja kecuali Julio lagi. Cowok itu hanya hanya menatap tak percaya dan melongo, detik berikutnya ia menggeleng pelan. Bisa-bisanya Arya begitu padanya.
"Kok radak kesel ya," sindir cowok itu.
"Udah-udah ayo makan. Jangan ribut mulu," tegur Jasmine menengahi yang langsung diangguki semuanya. Mereka langsung fokus khidmat menikmati makanan dipiring mereka masing-masing.
***
Dilain tempat, Jingga yang masih terus mengurung dirinya didalam kamar dengan keadaan menangis. Bahkan mata gadis itu juga sudah sangat bengkak dan merah. Ia menangis sejak pulang sekolah tadi. Ya walaupun tadi sempat terjeda karena harus ikut makan malam bersama keluarga sih.
Tadi saja Iren sempat bertanya padanya, dan tentu saja ia tak mungkin jujur. Ia hanya menjawab kalau kakinya habis kejatuhan kursi kayu yang ada di kamarnya.
Jingga saat di sekolah sempat melihat bagaimana kedekatan Julian dengan Jihan sekarang. Bagaimana bisa cowok itu secepat itu melupakannya? Padahal baru kemarin Julian memutuskan hubungan mereka. Sungguh meresahkan emang. Mengingatnya saja membuat dirinya semakin sakit hati.
Jingga sakit hati dan menangis seperti ini karena Julian yang ternyata tak menepati janjinya. Janjinya untuk tetap mencintainya walaupun cowok itu telah menikah. Jingga ingin sekali membenci cowok itu, tapi tak bisa.
Jingga mengambil ponselnya yang berada di nakas. Ia membuka percakapannya dengan mantan kekasihnya selama ini. Semakin ia baca, semakin ia menangis pula. Perempuan tuh seperti itu, sudah tau membuat sakit hati tapi malah dilakukan.
"Gue pikir, gue bakal bisa pertahanin perasaan lo buat gue, Yan. Tapi ternyata gue lupa kalo perasaan bisa berubah dan nggak ada siapapun yang bisa mencegahnya." Jingga menunduk dan tangisnya semakin kencang. Tangannya dengan sengaja menghapus semua percakapannya dengan Julian di WAnya.
Ia membuka instagram, menghapus foto-foto kebersamaan mereka dengan tangis yang memilukan dan ia juga meng-unfollow cowok yang notabenya mantan kekasih dan kakak iparnya itu.
Tak lupa ia juga menghapus semua foto kebersamaan mereka yang ada di galeri miliknya. Ia menghapusnya dengan tangis yang sudah tak bisa ia kendalikan lagi, dan ia juga mengenang setiap momen mereka yang ada disetiap foto itu.
Ia sungguh merasakan patah hati yang teramat sangat. Apalagi ia merasa jika dirinya ditikung oleh kakaknya sendiri. Sungguh mengenaskan. Jika ditikung dengan teman sudah, maka ia malah ditikung oleh saudaranya sendiri. Amazing sekali.
Selama semalaman itu, ia menangisi kandasnya hubungan mereka. Bahkan keadaan terlelap pun, ia menangis.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
Teen FictionRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...